Konten dari Pengguna

Uang Korupsi dan Keluarga ASN

Apriana Susaei
ASN pada Kementerian ESDM
20 September 2024 17:48 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Apriana Susaei tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Korupsi dan Suap (Unsplash.com)
zoom-in-whitePerbesar
Korupsi dan Suap (Unsplash.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Beberapa waktu yang lalu, di kantor kami diselenggarakan pelatihan peningkatan integritas dengan narasumber Novel Baswedan. Dia bercerita bahwa uang hasil korupsi itu tidak pernah berkah bahkan membuat keluarga “rusak.”
ADVERTISEMENT
Dalam ceritanya, dia mengisahkan saat itu dia melakukan tangkap tangan terhadap seorang pejabat daerah yang melakukan korupsi. Dalam pengakuannya pejabat daerah ini mengungkapkan, uang hasil korupsi yang selama ini dia nikmati dianggap sebagai sumber malapetaka, istrinya ternyata selingkuh dan anaknya terjerat tindakan kriminal. Dia merasa hidupnya tidak bahagia.
Bagi ASN, isu dan dampak korupsi masih sangat perlu untuk terus ditanamkan. Isu korupsi selalu saja ada dan menghiasi berita media massa sehari-hari.
Isu korupsi merupakan kejahatan luar biasa karena dampak dan efek dominonya yang sangat besar. Bukan hanya terhadap keluarga namun juga terhadap negara dan bangsa.
Ironisnya, pelaku tindak pidana korupsi justru banyak berasal dari kalangan ASN. KPK mencatat pada tahun 2023, mayoritas pelaku korupsi berasal dari ASN dengan jabatan tertentu yaitu Eselon IV sampai dengan Eselon I. Pada tahun tersebut, sebanyak 37,89% kasus korupsi yang ditangani KPK melibatkan pelaku dari kalangan ASN.
Ilustrasi Aparatur Sipil Negara (sumber: kumparan.com)
Dampak terhadap keluarga
ADVERTISEMENT
Pada prakteknya, kasus korupsi banyak melibatkan orang terdekat bahkan anggota keluarga. Suami-istri yang tersangkut korupsi, orang tua dan anak maupun kakak adik tak jarang terlibat korupsi. KPK mencatat ada 21 keluarga pelaku korupsi yang terjerat korupsi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan dan sengketa pilkada.
Lalu bagaimana jika korupsi dilakukan secara individu, untuk hal-hal kecil? dilakukan sendiri di kantor dan uang hasilnya dibawa ke rumah lalu dimakan bersama keluarga. Isu korupsi sendiri begitu dekat dengan keseharian seorang ASN. Diskresi, kebijakan maupun keputusan yang diambil ASN secara individu jika tidak dilakukan secara hati-hati sangat lekat dengan potensi korupsi.
Sejak dahulu, saya selalu bertanya apa rahasia teman-teman saya yang saat ini sukses dalam berbagai profesi apa pun. Menariknya, banyak di antara mereka yang saya perhatikan adalah anak dari seorang PNS yang terkenal sederhana dan jujur. Terkadang saya penasaran bagaimana cara mereka dididik dan bagaimana mereka dinafkahi.
ADVERTISEMENT
Tetangga saya seorang Guru PNS, dahulu dalam kesehariannya dia dikenal sebagai pribadi yang jujur dan sederhana. Anaknya merupakan teman saya juga, termasuk anak yang pandai dan mampu mengenyam pendidikan tinggi secara gratis dan saat ini dia bekerja di salah satu bank BUMN ternama.
Pun demikian, teman sekolah saya yang lain, saat ini menjadi seorang dokter anestesi, merupakan anak dari seorang guru (sampai menjadi kepala sekolah) yang dahulu terkenal jujur dan sederhana.
Beranjak pada cuitan di media sosial X yang menceritakan bagaimana bersahaja dan sederhananya seorang Mohammad Hatta. Dia memasang batas jelas antara kehidupan pribadi dan perannya sebagai pejabat publik.
Hal yang kerap diceritakan, Hatta tak pernah mampu beli sepatu Bally sampai akhir hayatnya. Saat mundur, dia bahkan memilih pulang ke rumah pribadi, walaupun diizinkan untuk tekap tinggal di istana wakil presiden.
ADVERTISEMENT
Hatta juga mendidik anak-anaknya, mandiri tanpa menggunakan fasilitas negara. Tengok, anak keturunannya saat ini dikenal sebagai pribadi yang humble, berprestasi dan berkontribusi terhadap pembangunan negara.
Pada akhirnya, anak-anak yang dibesarkan dengan kesederhanaan, integritas dan nilai-nilai etika dan dinafkahi tanpa uang korupsi kecenderungannya berhasil dan berprestasi.
Menyelamatkan generasi
Bagaimana jika uang korupsi diberikan pada keluarga atau kolega? Sebagaimana diketahui, memberikan harta maupun uang hasil korupsi kepada keluarga atau kolega tanpa diketahui uang tersebut berasal dari uang korupsi dapat dikategorikan tindak pidana pencucian uang pasif sebagaimana UU 8/2010 pasal 5.
Uang korupsi yang dimakan oleh keluarga akan menjadi darah dan daging bagi keluarga. Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejak tahun 2000 sudah berfatwa bahwa korupsi hukumnya adalah haram, sehingga memakan uang kejahatan korupsi adalah memakan uang haram.
ADVERTISEMENT
ASN dapat berkontribusi menyelamatkan generasi Indonesia pada masa yang akan datang dengan cara tidak memberi nafkah anak keturunannya dengan uang hasil korupsi serta mendidik keluarga dengan ajaran moral, etika dan integritas.
Generasi yang dimaksud adalah anak keturunan PNS. Pada tahun 2023, jumlah ASN yang terdiri dari PPK dan ASN sebanyak 4,4 Juta jiwa. Dari jumlah tersebut, pegawai generasi baby boomers, gen x dan dan gen y sebanyak 4,2 juta jiwa.
Jika total generasi ini diasumsikan telah memiliki dua anak maka generasi anak keturunan PNS berjumlah 8,4 juta jiwa atau 3% dari jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 280,7 juta jiwa.
Lebih lanjut, keluarga ASN dapat berperan penting dalam menciptakan keluarga antikorupsi secara lahir maupun batin. Mengingat fungsi keluarga bertujuan menjadikan orang tua selaku pengajar, sebagai pembentuk panutan, sebagai lingkungan pertama penghubung antara orangtua dan anak.
ADVERTISEMENT
Perilaku ASN antikorupsi diharapkan dapat berperan menjadi transforman, terutama dalam membentuk keluarga yang mampu mewariskan tradisi, nilai-nilai etika, norma serta budaya anti korupsi kepada generasi yang akan datang. Sehingga kelak anak dan keturunan dapat menjadi pribadi yang saleh dan salehah berguna bagi masyarakat, agama, nusa dan bangsa.