Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Polemik Penolakan Penggunaan Fasilitas Umum untuk Salat Idul Fitri
20 April 2023 7:41 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Aprila Rizki Adhie Widodo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah) telah menetapkan 1 Syawal 1444 Hijriyah jatuh pada Jumat (21/4/2023). Ormas tersebut menggunakan hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, ada kemungkinan perbedaan dalam penetapan Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriyah menurut Kementerian Agama (Kemenag). Pemerintah baru akan melakukan pengamatan hilal pada Kamis (20/4/2023). Diprediksi bahwa posisi hilal pada hari tersebut akan berada antara 1 hingga 2 derajat di atas ufuk, dengan sudut elongasi di bawah 3 derajat.
Posisi ini masih berada jauh di bawah kriteria baru visibilitas (imkan) rukyah menurut Menteri Agama empat negara, yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), yang menetapkan ketinggian hilal minimal 3 derajat dengan sudut elongasi minimal 6,4 derajat.
Sebelumnya, terdapat dua metode dalam penetapan awal bulan dalam kalender Islam, yaitu metode Hisab dan Rukyat. Metode hisab merujuk pada pengamatan gerak faktual Bulan untuk menentukan awal dan akhir bulan kamariah.
Dalam metode ini, kriteria pengamatan adalah Matahari terbenam harus lebih awal daripada Bulan, meskipun selisih waktu hanya satu menit atau lebih pendek. Di Indonesia, yang biasanya menggunakan metode ini adalah Muhammadiyah.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, metode Rukyat adalah suatu proses mengamati munculnya hilal saat Matahari terbenam sebagai indikator awal bulan dalam kalender Hijriah. Hilal merupakan fase awal bulan setelah bulan baru.
Pengamatan hilal bisa dilakukan langsung dengan mata telanjang atau menggunakan alat bantu optik seperti teleskop. Yang biasa menggunakan metode ini dalam penetapan awal bulan Hijriyah adalah Nahdlatul Ulama.
Penolakan Permohonan Izin Penggunaan Lapangan di Sejumlah Daerah
Permohonan izin dari pengurus Masjid Al-Hikmah Podosugih untuk menyelenggarakan salat Idul fitri di Lapangan Mataram, Kota Pekalongan, pada Jumat mendatang tidak dikabulkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Pekalongan.
Pemkot berdalih bahwa mereka telah menjadwalkan salat Idul Fitri di lokasi yang sama mengikuti keputusan pemerintah pusat mengenai penetapan 1 Syawal 1444 Hijriyah. Meskipun sidang isbat penetapan awal bulan Syawal baru akan berlangsung pada Kamis (20/4/2023). Keputusan tersebut berdasarkan Surat tentang Jawaban atas Permohonan Izin Penggunaan Tempat dengan nomor surat: 400.8/ 1335.
ADVERTISEMENT
Beralih ke Jawa Barat, Pemkot Sukabumi juga tidak mengabulkan permohonan izin dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Sukabumi perihal penggunaan Lapangan Merdeka, Kota Sukabumi, untuk ibadah salat Idul Fitri dengan alasan perbedaan jatuhnya hari raya dengan pemerintah pusat.
Berita baiknya, dilaporkan bahwa Pemkot Pekalongan telah memberikan lampu hijau pada PDM setempat untuk melaksanakan ibadah salat Idul Fitri di Lapangan Merdeka setelah menerima banyak tekanan dari masyarakat.
PP Muhammadiyah Angkat Bicara
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, menyebut bahwa pelarangan penggunaan fasilitas publik kegiatan keagamaan, seperti salat Idul Fitri, yang bertentangan dengan keputusan pemerintah pusat merupakan konsekuensi yang berlebihan dari kebijakan pemerintah terkait penetapan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Menurutnya, pemerintah tidak berwenang mengatur ranah ibadah mahdah, seperti penetapan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha.
ADVERTISEMENT
Lapangan dan fasilitas umum lainnya merupakan wilayah terbuka yang dapat digunakan masyarakat umum sesuai dengan regulasi yang berlaku, bukan karena adanya perbedaan pandangan keagamaan dengan pemerintah maupun kelompok tertentu.
Pelaksanaan salat Idul Fitri di lapangan terbuka bukan merupakan kegiatan yang terafiliasi politik ataupun makar kepada pemerintah. Oleh karena itu, seyogyanya pemerintah daerah maupun pemerintah pusat tidak membuat kebijakan yang bertentangan dengan konstitusi.
Hak Menjalankan Ibadah Dijamin oleh Konstitusi
Kebebasan memeluk agama atau kepercayaan adalah hak setiap warga negara, tanpa terkecuali. Payung hukum yang menjamin kebebasan memeluk agama atau kepercayaan di Indonesia diatur dalam Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945):
"Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali."
ADVERTISEMENT
Hak beragama merupakan bagian dari hak asasi manusia yang diakui, dijamin, dan dilindungi oleh Negara. Hak beragama memungkinkan setiap individu untuk bebas memeluk agama dan beribadah sesuai keyakinannya. Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat memiliki tanggung jawab yang sama untuk menghormati hak beragama dan pengejewantahan dari hak tersebut.
Penolakan izin penggunaan fasilitas umum untuk kegiatan keagamaan jelas melanggar apa yang telah diamanatkan konstitusi. Negara Indonesia juga merupakan negara yang bernapaskan agama sehingga pemerintah harus mengakomodasi setiap pemeluk agama atau kepercayaan untuk menjalankan ibadahnya masing-masing.