Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Selangkah Lebih Dekat dengan Danarto
9 Desember 2020 11:29 WIB
Tulisan dari Aprilia Pitaloka tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Danarto, atau Eyang Dan (sapaan akrab para tetangga di perumahan Kedaung Hijau, Ciputat), lahir di Sragen, 27 Juni 1940. Anak keempat dari lima bersaudara, yang terlahir dari pasangan Jakio Harjodinomo dengan Siti Aminah. Dan kembali kepada dzat yang dirindukannya di Jakrata, 10 April 2018, dan dikebumikan di Sragen tepat di samping makam ibunya, sesuai permintaan Eyang Dan kepada keluarganya. Selama hayatnya, Eyang Dan hanya menikah sekali dengan Siti Zainab Luxfiati di tahun 1986, tetapi setelah 15 tahun pernikahan keduanya memilih bercerai.
ADVERTISEMENT
Eyang Dan sejak berada di bangku sekolah dasar (SD) Sragen (1954) sudah menekuni hobinya di bidang seni gambar. Kemudian, saat Eyang Dan menduduki bangku sekolah menengah pertama (SMP) Sragen (1958), beliau sudah dapat menciptakan karya melalui cerita dan komik. Tentunya karya tersebut membuahkan hasil, yang beliau gunakan untuk menonton bioskop bersama teman-temannya. Sejak kecil juga, Eyang Dan sudah menyadari akan fesyennya yang berada di bidang seni, melukis, membaca, menulis, hingga saat dirinya lulus sekolah menengah pertama melanjutkan sekolahnya ke jenjang sekolah menengan atas (SMA) di Solo (1958) fokus sastra. Namun, tak lama Eyang Dan memilih pindah dan melanjutkan sekolahnya ke Akademi Seni Rupa Indonesia, Yogyakarta (1958-1961). Saat itu Akademi tersebut masih menerima siswa lulusan SMP yang di kemudian hari berubah menjadi Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI) setingkat SMA. Seain itu, Eyang Dan juga pernah mengikuti International Writing Program di Iowa, Amerika Serikat (1976).
ADVERTISEMENT
Karya Eyang Dan
Eyang Dan dikenal sebagai penulis cerita pendek dan juga dramawan. Namun, Eyang Dan juga menulis esai, dan novel. Orang-orang menyebutkan bahwa karya-karya Eyang Dan sebagai suatu bentuk baru dalamkesusastraan Indonesia.
Godlob, kumpulan cerpen, 1975; ObrokOwok-owok, Ebrek Ewek-ewek, drama, 1976; Bel Geduwel Beh, drama, 1976; Adam Ma'rifat, kumpulan cerpen, 1982; Orang Jawa Naik Haji, catatan perjalanan ibadah haji, 1983; Berhala: Kumpulan Cerita Pendek, 1987; Setangkai Melati di Sayap Jibril, kumpulan cerpen, 2000; Kacapiring, 2008.
Kebiasaan Eyang Dan
Saat berada di Ciputat, sahabatnya menceritakan bahwa Eyang Dan sosok yang selalu menulis pesan, bahkan setiap hari ia menuliskan pesan kepada pembantunya dirumah dan ditempelkan di pintu, hingga pintu tertutup oleh tulisan-tulisan Eyang Dan. Ternyata hal tersebut adalah kebiasaan Eyang Dan sejak kecil yang selalu menulis kesehariannya di buku hariannya dari saat Eyang Dan terbangun dari tidurnya dan kembali terlelap di malam hari. Selain itu, Eyang Dan memiliki kebiasaan mengumpulkan semua buku, koran, majalah, hingga kaset, hingga tiga kamar di rumah Eyang Dan dipenuhi oleh koleksi-koleksinya yang juga ikut mengelilingi saat Eyang Dan terlelap. Buku yang Eyang Dan koleksi, bukan hanya mengenai sastra saja, ada juga buku mengenai pengetahuan umum, agama, politik, filsafat, dan lainnya. Dan ternyata koran yang dikoleksi Eyang Dan sudah ada sejak tahun 70-an. Selain itu, kebiasa yang lainnya, Eyang Dan sering menulis surat, hingga menulis surat kepada jasa pengirim koran yang dijadikan langganan Eyang Dan. Tulisannya sangat indah seperti ukiran yang memanjakan mata.
ADVERTISEMENT
Eyang Dan dan Kehidupan Agamanya
Eyang Dan seorang muslim yang taat dalam beragama dan menjalankan kewajibannya. Namun, Eyang Dan juga merupakan sosok yang terbuka dan memiliki sifat toleransi dalam beragama. Hal ini dapat dilihat dari keluarga besarnya yang bersifat nasionalis dan Eyang Dan tak pernah melewati untuk memberikan ucapan hari raya saudara-saudaranya dan juga salam secara agama saudara-saudaranya yang berbeda agama dengan Eyang Dan. Di akhir hayatnya, Eyang Dan tengah mendalami ilmu agama yang bersifat sufisme. Selesai sholat subuh, Eyang Dan akan ikut berdiskusi dengan pemuka-pemuka agama di daerah tempat tinggalnya, tidak lagi Eyang Dan berdiskusi mengenai sastra.
Eyang Dan dan Kehidupan Sosialnya
Selain dikenal sebagai tokoh sastrawan dan dramawan Indonesia, Eyang Dan juga dikenal sebagai sosok yang begitu dermawan sejak dulu. Eyang Dan tak pernah lupa dengan siapapun, dan selalu ikhlas membantu teman-temannya yang tengah dalam keadaan ekonomi yang sulit, dengan memberikan makanan pokok hingga barang-barang pokok yang dibutuhkan teman-temannya. Hingga rumahnya yang berada di Kedaung Hijau, Eyang Dan jual dan hasil dari penjualan rumah tersebut bukanlah untuk dirinya, melainkan untuk banyak beramal. Dan saat itu ia mengontrak di dekat rumahnya yang telah dijual tanpa melupakan kesenangannya dalam beramal. Juga, Eyang Dan sangat suka mengajak anak-anak muda untuk makan bersama sekaligus berdiskusi ringan. Selain itu, Eyang Dan juga suka membelikan alat lukis, buku, DVD pada anak-anak yang berada disekitar rumahnya. Eyang Dan juga kerap kali mengajarkan cara menyunting naskah, membuat naskah, dan ilmu lainnya pada anak-anak muda di daerah tempat tinggalnya.
ADVERTISEMENT
“Kelak kalau nanti saya meninggal, apapun penyebabnya, jangan dipersoalkan karena hal itu sudah menjadi guratan takdir“ -Itulah yang disampaikan Eyang Dan sebelum beliau berpulang pada dzat yang dirindukannya, ucap Bapak H. Rasud Syakir (Ketua RW Kedaung Hijau, Ciputat).