Konten dari Pengguna

Memahami Keterkaitan Antara Nilai Moral dan Agama Bersama Justin Sudarminta

Rita Apriliya Cantika
Mahasiswi Bahasa dan Sastra Inggris UNAIR
9 Desember 2020 15:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rita Apriliya Cantika tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
https://peoplepill.com/people/justin-sudarminta/
zoom-in-whitePerbesar
https://peoplepill.com/people/justin-sudarminta/
“Kurang moral, sebutan untuk orang yang minim akhlak tidak?”
ADVERTISEMENT
“Miris melihat kelakuan anak di zaman sekarang”
“Kok...? Bagaimana akhlak dia tidak mencerminkan seperti agamanya?”
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kalimat seperti itu bukan?, sebenarnya moral itu apa? untuk apa? dan hubungannya dengan agama apa?. Tidak semua orang yang memahami dan mengerti hakikat moral bisa mengaplikasikan secara langsung dalam berkehidupan sehari-hari. Disini saya akan membahas tentang makna keterkaitan antara moral dan agama menurut pendapat dan perspektif salah satu tokoh filsafat yang berasal dari Indonesia Justin Sudarminta.
Siapa Justin Sudarminta? Justin Sudarminta atau dikenal dengan nama Romo Sudarminta merupakan salah satu guru besar Ilmu Filsafat dengan gelar Doktor (PhD) di bidang filosofi dari Fordham University. Dan sekarang beliau menjabat sebagai Direktur Pasca Sarjana dan Ketua Program Doktor Ilmu Filsafat (S3) disalah satu instantsi pendidikan di Jakarta.
ADVERTISEMENT
“Apakah moral itu?”
Sebelum membahas pentingnya moral kita harus perlu mengetahui pengertian dan definisi dari moral itu sendiri. Moral, akhlak, etika, atau susila adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Hidup bermoral sering erat terkait dengan hidup beragama karena moral itu sendiri mengandung salah satu unsur yang didalamnya terdapat akhlak yang seharusnya memiliki sisi nilai positif. Walaupun demikian, tidak dapat dikatakan bahwa secara logis moralitas mengandaikan agama. Iman dan hidup beragama dapat memberi pendasaran paling dalam dan pemurnian motivasi penghayatan moralitas, tetapi prinsip-prinsip dasar moral juga dapat dikenali oleh manusia yang tidak beragama. Meskipun dapat saja berkaitan satu sama lain, norma moral perlu dibedakan dari norma agama. Filsafat moral dapat memberi beberapa sumbangan yang berguna bagi hidup beragama.
ADVERTISEMENT
Banyak pernyataan yang sering menggaris bawahi bahwa moralitas itu mengandaikan agama, Ada 3 alasan penting yang terkait dengan pernyataan tersebut.
Pertama, moralitas berhubungan dengan bagaimana manusia mencapai hidup yang baik. Kehidupan yang baik bisa tercapai setelah manusia melaksanakan seluruh perintah Tuhan. Perintah-perintah Tuhan itu bisa diketahui dalam rangka agama. Maka jelas bahwa moralitas mengandaikan agama, jika hidup ingin mendapat keberuntungan dan kebaikan maka ikuti perintah Tuhan tanpa melanggar sama sekali.
Kedua, Agama merupakan pranata sosial yang paling kuno yang mengatur tentang bagaimana manusia bisa mencapai kebaikan. Eksistensi agama bahkan mendahului prinsip moral dan hukum suatu masyarakat. Apalagi moralitas dalam suatu masyarakat tradisional yang sangat berkaitan erat dengan norma-norma agama.
ADVERTISEMENT
Ketiga, adanya realitas mutlak yang memberi pahala kepada mereka yang bertindak secara moral. Maka agama menjadi penjamin kuat bagi hidup bermoral.
Perihal hidup bermoral tidak pertama-tama ditentukan oleh agama dengan prinsip-prinsip moralnya, tetapi ditentukan oleh terang kodrati akal budinya. Memang harus diakui bahwa agama bisa memberi dan memurnikan motivasi mengapa seseorang harus hidup bermoral, tetapi itu bukanlah jaminan untuk menyimpulkan bahwa moralitas “bergantung” pada agama. Jika norma moral dan agama dipermasalahkan satu sama lain tentu tidak akan menemukan titik terang dan jalan keluar karena ke-2 aspek tersebut sangatlah berbeda satu sama lain.
Bagaimana?? Sudah cukup jelas kan hehe, jika kedua aspek tersebut tentunya berbeda dan tidak dapat dibentrokkan satu sama lain karena perspektive yang berbeda, tetapi kedua aspek tersebut dapat dijalankan secara ber-iringan dan seimbang untuk mengambil suatu kebijakan yang tepat.
ADVERTISEMENT