Konten dari Pengguna

Gen Z Terjepit: Kebijakan Tak Berpihak dan Beban Stigma Sosial yang Mencekik

Aqiilah Kusuma A
Mahasiswi Universitas Negeri Surabaya - S1 Ilmu Administrasi Negara
5 November 2024 10:37 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aqiilah Kusuma A tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Gen Z. Sumber foto oleh israwmx: Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gen Z. Sumber foto oleh israwmx: Pexels
ADVERTISEMENT
Kalau boleh jujur, hidup jadi Gen Z di negeri ini kadang terasa kayak main game di mode paling susah. Baru mulai masuk dunia kerja saja, sudah disambut masalah sulitnya cari pekerjaan dan harga properti yang makin ngawang. Di atas semua itu, Gen Z masih sering dapet cap ‘generasi manja’. Rasanya... ya berat juga, jujur. Stigma negatif tentang Gen Z yang diterima dari generasi sebelumnya membuat kondisi ini terhimpit dari berbagai golongan. Tidak adanya kesempatan bagi Gen Z untuk berkembang, melakukan pekerjaan sesuai passion, yang sering kali digusur sama persaingan tanpa ampun. Peran pemerintah dibutuhkan dalam permasalah ini untuk mengurangi kasus pengangguran dan mementingkan kesejahteraan setiap golongan.
ADVERTISEMENT
Apa benar Gen Z jadi public enemy?
“Gen Z itu susah diatur, beda dengan zaman kita dulu.” Ah, lagi-lagi komentar template yang sudah berusia. Kalimat yang sering dilontarkan oleh generasi yang lebih tua kalau lagi kesal sama anak-anak muda zaman sekarang. Ada lagi perkataan yang dialami banyak Gen Z “Saya sudah pernah ngalamin yang lebih berat, kamu ini masih belum apa-apa” Pikirku, Apa iya, kita ini hanyalah sekumpulan anak-anak ngeyel dan manja yang tidak bisa diarahin atau diandalkan, atau mungkin mereka yang tidak pernah benar-benar kasih kesempatan buat paham apa yang kita rasakan?.
Perdebatan antar generasi ini menjadi topik seru yang selalu ramai dibahas, baik di dunia nyata ataupun di sosial media, entah itu hanya sebuah trik untuk menaikkan engagement mereka agar kontennya ramai atau memang sebuah kedengkian. Setiap hari, ada saja adu argumen soal generasi siapa yang lebih baik. Si Baby Boomer bilang “Zaman kami dulu, hidup lebih susah, tetapi lebih tangguh.” Gen X masih punya pengaruh dari Baby Boomer. Sementara Millenial menyebut diri mereka sebagai generasi yang adaptif, kreatif, dan tidak manja. Ketika Gen Z disebut, muncul kritik berentetan katanya, kita ini generasi yang terlalu sensitif, mentality lemah, dan maunya serba instan, sampai susah untuk berkomitmen. Perkataan macam ini sepertinya sudah menjadi kebiasaan atau bisa jadi sebuah budaya di negara ini, di mana generasi sekarang dianggap manja sedangkan generasi sebelumnya tidak seperti itu, begitu terus perkataanya seperti sudah template setiap generasi yang dianggap beda. Tapi sebenarnya tidak semua Gen Z itu buruk, Gen Z itu kreatif dalam dunia kerja, mulai peduli dengan kesehatan mental, dan kritis dalam menanggapi isu terkini.
ADVERTISEMENT
Gen Z VS Pemerintah
Seolah-olah mengkotak-kotakan generasi serta memberi batasan usia, sehingga tanpa sadar generasi mereka seringkali merasa superior, tidak mau menerima kritik, dan menganggap apa yang dilakukan adalah benar. Contohnya pemerintah negeri ini, lembaga pemerintahan sekarang masih banyak dikuasai oleh para Boomers yang anti kritik, meskipun kinerja mereka pada saat itu buruk. Gen Z merupakan generasi yang kritis dan mulai melek dengan keadaan sekitar, ketika pemerintah bikin kebijakan yang tidak masuk akal, buat kami itu bukan cuma kebijakan; itu ancaman buat masa depan. Jadi, kalau Gen Z ikut demo, itu bukan karena mau cari ribut, tapi karena mereka peduli. Mereka peduli sama masa depannya, masa depan negeri ini. Belum lagi pada masa kejadian peringatan darurat untuk pemerintah, kericuhan telah terjadi. Semua media memberitakannya, mulai dari sosial media, tv, serta media digital memposting foto burung garuda dengan background biru resistance bertuliskan, “Peringatan Darurat”. Kejadian tersebut merupakan bentuk perlawanan dari kita generasi muda untuk pemerintah, semua mahasiswa dari berbagai daerah turun ke jalan untuk melaksanakan aksi demo, dan sebagian mereka yang melek tentang kejadian tersebut ikut meramaikan melalui sosial media, hingga beberapa dari media luar menyoroti permasalahan yang ada di Indonesia. Kekacauan ini cukup membuat pemerintah kewalahan, sebelumnya akan mengesahkan kebijakan yang hanya menguntungkan satu pihak saja, dan final keputusannya ialah membatalkan rencana tersebut. Partisipasi Gen Z dalam menyuarakan persoalan ini sangat berdampak dalam keputusan final, generasi yang peduli dengan permasalahan negara ini, iya generasi yang sering dianggap lemah dan manja itu. Dalam hal ini peran Gen Z juga penting, untuk mengawasi gerak-gerik pemerintah, tidak hanya Gen Z saja tetapi untuk seluruh masyarakat Indonesia agar lebih peduli dengan isu politik dan memantau kinerja pemerintah.
ADVERTISEMENT
Rentang tahun Gen Z ialah 1997-2010, yang mana umur paling tua nya yaitu 27 tahun dan yang paling mudah 14 tahun. Sudah saatnya kini Gen Z mulai memasuki dunia kerja. Namun mencari pekerjaan sekarang sangat sulit, persaingan makin ketat tetapi lapangan pekerjaan kurang. Dalam hal ini Gen Z masih dituntut punya daya juang yang tinggi karena katanya “zaman sekarang teknologi sudah maju, mempermudah banyak hal,” kenyataannya lain, untuk masuk sebuah perusahaan milik negara ataupun swasta ketentuannya sangat rumit, belum lagi harus bersaing dengan senior yang sudah memiliki banyak pengalaman. Jeda covid19 pada saat itu juga berpengaruh untuk mencari pengalaman, kalaupun bisa survive melewati masa kelam itu paling banyak di dunia content creator itu juga peruntungan karena tidak semua bisa langsung booming, magang kebanyakan unpaid, info freelance banyak yang scam. “Banyak Gen Z pengangguran” “Gen Z dipastikan sulit punya aset properti”, sekarang di tambah lagi cap “pengangguran” apakah itu semua murni kesalahan Gen Z? rasanya tidak adil jika melemparkan kesalahan seperti ini, sedangkan sistem pemerintahan dalam menangani kasus pengangguran di Indonesia tidak teratasi dengan baik. Kebijakan mengenai aturan ketenagakerjaan yang ketat sehingga membebani perusahaan, peraturan pajak yang memberatkan perusahaan, minimnya perlindungan bagi pekerja informal, serta kebijakan pendidikan dan pelatihan yang tidak tepat sasaran dengan kebutuhan pasar kerja. Perlu adanya kebijakan yang berpihak pada buruh dan para pekerja informal lainya, yang memprioritaskan fleksibilitas, peningkatan keterampilan dan menciptakan lingkungan kerja yang positif. Sebenarnya, menjadi Gen Z di era sekarang dan tinggal di Indonesia cukup sulit. Jadi, apa mereka hanya anak-anak manja yang tidak tahu diri, atau mereka cuma generasi yang sedang berjuang di tengah zaman yang makin keras? Sebetulnya, Gen z sama seperti generasi lain yang juga pernah merasa tidak dimengerti. Bedanya, Gen Z lahir di era yang makin cepat berubah, di mana setiap langkah Gen Z sudah ada di dunia maya dan bisa dinilai oleh siapa pun. Walaupun dengan label manja dan mental lemah, mereka tetap berusaha.
ADVERTISEMENT