Konten dari Pengguna

Mahasiswa FIKOM, Menelusuri Sejarah dan budaya Tionghoa di Pecinaan Glodok

Aqlima Arifa
Mahasiswa Universitas Mercu Buana
2 Januari 2025 12:02 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aqlima Arifa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kawasan Glodok Pancoran (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Kawasan Glodok Pancoran (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
ADVERTISEMENT
Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) Universitas Mercu Buana baru-baru inimelaksanakan kegiatan studi lapangan ke kawasan Pecinan Glodok, Jakarta Barat, padaSenin, 18 November 2024.
ADVERTISEMENT
Kegiatan ini diselenggarakan sebagai bagian dari mata kuliah Komunikasi Antar Budaya,yang merupakan tugas besar kedua untuk para mahasiswa yang diampu oleh IbuRosmawaty Hilderiah, Dr. S.Sos., MT. Selain memenuhi tugas akademik, kegiatan ini jugamemberi kesempatan bagi mahasiswa untuk melihat langsung jejak sejarah dan mengenallebih dekat budaya Tionghoa yang kaya di kawasan tersebut.
Studi Lapangan ini memberikan pengalaman berharga yang tidak hanya sekadar wawasanbaru, tetapi juga memungkinkan mahasiswa untuk bertatap muka dengan para pemanduwisata lokal, yang dikenal dengan sebutan Tour Guide Pecendongan.
Para mahasiswa diajak untuk mengunjungi berbagai tempat bersejarah yang menjadi saksiperjalanan panjang sejarah Tionghoa di Jakarta. Beberapa tempat yang dikunjungi antaralain Gedung Chandra Naya, Vihara Sila Amerta, Rumah Abu Loe, dan Vihara Dharma JayaToasebio.
Toasebio (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Menyusuri Jejak Sejarah di Candra Naya
ADVERTISEMENT
Perjalanan dimulai dengan mengunjungi Candra Naya, sebuah bangunan bersejarah yangmenjadi simbol arsitektur peranakan Tionghoa di Glodok. Candra Naya, yang pada masakolonial Belanda merupakan kediaman seorang mayor Tionghoa, kini berdiri kokoh sebagaisaksi bisu perjalanan sejarah. Bangunan ini menghubungkan generasi masa lalu denganmasa kini, sekaligus menjadi pengingat akan pentingnya menjaga warisan budaya di tengah modernitas Jakarta.
Salah satu destinasi utama dalam studi lapangan ini adalah Vihara Sila Amerta yangdidirikan pada tahun 1962. Vihara ini tidak hanya menjadi tempat peribadatan bagi umatBuddha, tetapi juga pusat kegiatan pendidikan dan sosial bagi komunitas Buddhis di wilayahJakarta. Dikenal dengan perannya dalam pengajaran ajaran Buddha, vihara ini juga aktifdalam kegiatan sosial budaya di masyarakat sekitar.
Mahasiswa juga mengunjungi Rumah Abu Loe, sebuah rumah yang memiliki nilai sejarah tinggi bagi komunitas Tionghoa di Jakarta. Rumah ini berfungsi sebagai tempat peribadatan dan penghormatan kepada leluhur keluarga Loe.
ADVERTISEMENT
Lokasinya yang berada di kawasan Glodok menjadikannya sebagai pusat kegiatan spiritualdan sosial bagi keluarga dan masyarakat Tionghoa. Meskipun sejarah pendirinya tidakbanyak diketahui, Rumah Abu Loe tetap menjadi simbol penting dalam pelestarian budaya Tionghoa di Indonesia.
Selanjutnya, mahasiswa mengunjungi Vihara Dharma Bhakti, vihara tertua di Jakarta yang telah berdiri sejak 1650. Vihara ini tidak hanya menjadi pusat spiritual bagi komunitas Tionghoa, tetapi juga simbol identitas religius kawasan tersebut. Tradisi yang telah berlangsung selama ratusan tahun tetap terjaga di sini, memperkuat ikatan antara keimanandan warisan budaya yang terus hidup.
Selain itu, mahasiswa juga mengunjungi Gereja Santa Maria de Fatima, yang memiliki keunikan arsitektur khas Tionghoa yang mengintegrasikan elemen-elemen Kristiani. Gerejaini menampilkan bagaimana komunitas Tionghoa di Glodok memeluk agama Katolik tanpa meninggalkan identitas budaya mereka. Salah satu ciri khas gereja ini adalah patung Tuhan Yesus yang dipesan khusus, dengan mata yang sedikit sipit, menggambarkan keselarasanantara agama dan budaya.
ADVERTISEMENT
Perjalanan dilanjutkan ke Vihara Dharma Jaya Toasebio yang didirikan pada tahun 1983oleh sembilan orang yang berperan dalam membangun vihara ini sebagai pusat kegiatankeagamaan umat Buddha di Jakarta. Vihara ini tidak hanya dikenal sebagai tempat ibadah,tetapi juga sebagai pusat perayaan Imlek dan berbagai kegiatan budaya Tionghoa. Vihara Toasebio menjadi simbol penting dalam pelestarian tradisi dan budaya Tionghoa di ibu kota.
Di dalam vihara, mahasiswa juga diperkenalkan dengan berbagai ritual keagamaan, sepertipenggunaan tungku pembakaran yang digunakan dalam tradisi Buddhis dan Taois. Tungkuini berfungsi untuk membakar persembahan, seperti kertas sembahyang dan dupa, yangmelambangkan penghormatan kepada leluhur dan dewa-dewi. Kegiatan pembakaran inidipercaya juga sebagai simbol penerangan jiwa dan penyucian energi negatif menjadi energi positif.
ADVERTISEMENT
Kawasan Glodok Pancoran, Pusat Ekonomi dan Budaya
Kunjungan berlanjut ke kawasan Glodok Pancoran, yang merupakan pusat komersial dandenyut nadi ekonomi serta budaya di Pecinan. Di kawasan ini, mahasiswa dapat melihatinteraksi antara tradisi dan modernitas, dengan gang-gang kecil yang dipenuhi kios-kiost radisional, apotek Cina, dan toko makanan khas Tionghoa. Kawasan ini mencerminkan bagaimana sejarah dan budaya Tionghoa tetap hidup di tengah perkembangan Jakarta yang pesat.
Pentingnya Melestarikan Warisan Budaya
Vihara Dharma Jaya Toasebio (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Kegiatan ini tidak hanya memberikan wawasan tentang sejarah dan budaya Tionghoa diJakarta, tetapi juga mengajarkan pentingnya menjaga dan melestarikan warisan budayanenek moyang. Pecinan Glodok menjadi contoh nyata bagaimana sejarah, tradisi, danmodernitas dapat berjalan berdampingan, serta bagaimana keberagaman budaya dapat memperkaya kehidupan sosial masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dengan kegiatan ini, mahasiswa Universitas Mercu Buana diharapkan dapat lebihmemahami pentingnya sensitivitas kultural dan sikap saling menghargai antar budaya diIndonesia, sebagai bagian dari upaya menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dantoleran.