Konten dari Pengguna

Meramu Jintul, Menggerakkan Roda Peradaban

Arai Amelya
blogger, content writer and scriptwriter
3 April 2023 13:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arai Amelya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Akhdan Taufiq (tengah berbaju biru), owner Djintoel Snack Khas Tegal foto: dok pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Akhdan Taufiq (tengah berbaju biru), owner Djintoel Snack Khas Tegal foto: dok pribadi
ADVERTISEMENT
“Jadi waktu pandemi itu lagi naik-naiknya, banyak orang membatasi kegiatan di rumah, saya justru sibuk produksi, sibuk cari bahan baku singkong dan sibuk ngirim-ngirim orderan juga...”
ADVERTISEMENT
Suara Akhdan Taufiq terdengar ringan di panggilan telepon kami, ketika dia tertawa mengingat lagi kondisi penjualannya saat pandemi Covid-19 lalu.
Tentu apa yang diutarakan Ayah satu anak berusia 29 tahun ini terdengar anomali bagiku. Ya, normal jika aku berpikir para pebisnis mengalami limbung saat wabah corona menyerang negeri ini di tahun 2020-2022 silam. Namun apa yang dialami Akhdan bersama Djintoel Snack Khas Tegal miliknya, bisa dibilang sangat berbeda, kalau tak mau dianggap sangat jarang, bahkan bohong belaka.
Tetapi cerita yang diurai darinya kemudian dalam wawancara singkat bersamaku di Jumat pagi beberapa pekan lalu itu mengubah pemikiran sempitku.
Akhdan sama seperti banyak cerita pengusaha yang lahir kala pandemi, yakni berawal dari penyesuaian diri yang dipaksakan oleh kondisi. Profesi arsitek yang dia geluti di ibukota Jakarta, dengan rela dia tinggalkan kala harus pindah ke kampung halamannya di Balapulang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah ketika corona melanda untuk mencari penghidupan baru.
ADVERTISEMENT
Berstatus sebagai seorang suami, situasi menekan Akhdan untuk berpikir praktis dan taktis agar bisa bertahan hidup. Di saat yang sama, jiwa mudanya melihat peluang besar dari jintul, snack jadul khas Tegal yang sering dia nikmati. Ya, makanan ringan yang berbahan dasar singkong ini memang sudah dikonsumi oleh orang-orang Tegal sejak zaman dulu.
“Tapi emang yang konsumsi jintul ini kebanyakan kan orang-orang tua saja. Biasanya dimakan di ladang, di sawah, atau sore-sore sambil ngopi maupun ngeteh. Karena emang dari segi penampilan, jintul ini punya warna yang nggak menarik meskipun rasanya hampir serupa dengan tiwul atau gethuk,”
Berasal dari rasa penasaran itulah, Akhdan melakukan dekonstruksi pada jintul.
Rumah produksi Djintoel Snack Khas Tegal foto: PanturaPOST
Dimulai dari mengiris jintul itu tipis-tipis, Akhdan kemudian menggorengnya hingga kering. Sebelum disantap, kepingan-kepingan jintul itu diberi bumbu tabur seperti rasa pedas atau asin yang ternyata membuat rasanya jauh lebih enak daripada jintul biasa.
ADVERTISEMENT
Demi membuat tekstur jintul goreng itu makin enak, Akhdan pun melakukan trial error berulang kali sejak proses produksi jintul. Hingga akhirnya dia menemukan standar produksi sendiri dimana singkong yang bakal dibuat untuk jintul haruslah singkong berkualitas terbaik. Setelah itu singkong diparut, ditumbuk dan kemudian dihancurkan.
Singkong itu dikukus supaya jadi jintul, sebelum akhirnya dicetak dan didiamkan satu malam. Barulah keesokan harinya, jintul-jintul itu dipotong dan digoreng sehingga membuat teksturnya jauh lebih empuk, tapi tetap renyah.
“Jadi kalau diingat-ingat, Djintoel Snack Khas Tegal ini baru resmi berdiri pada 20 Maret 2022. Percayalah, usaha ini dimulai dari keterbatasan dan nekat. Karena modal kami cuma 500 ribu rupiah,”

Langsung Tancap Gas, Djintoel Snack Bangkit Bersama Para Puan

Karyawan produksi Djintoel Snack Khas Tegal foto: PanturaPOST
Bak seorang anak yang baru bisa berdiri lalu dipaksa lari, hal itulah yang dialami Akhdan kala memulai langkah pertama bisnis Djintoel Snack Khas Tegal.
ADVERTISEMENT
“Kita bahkan waktu itu iseng aja pakai standing pouch warna cokelat buat packaging, tapi justru malah jadi branding. Apalagi orderan di awal berdiri langsung tinggi banget, sempat sampai 10 ribu pouch, jadinya satu keluarga diajak semua untuk produksi,”
Sadar bahwa jintul-jintul yang dulu sering terabaikan terutama oleh kalangan muda telah mengubah kehidupannya, Akhdan ingin memberikan dampak positif ke lingkup yang lebih luas. Dia kemudian mengajak Ibu-Ibu rumah tangga di sekitar rumahnya untuk bangkit bersama-sama dan mereguk penghasilan dari jintul.
“Sekarang total karyawan produksi kita ada lima sampai tujuh orang, hampir semuanya itu Ibu-Ibu rumah tangga di sekitar rumah kami. Kami memang sengaja mengajak mereka, karena ini sesuai dengan visi dan misi Djintoel Snack Khas Tegal dalam memberdayakan perempuan, termasuk memperbaiki ekonomi keluarga yang sempat ambruk karena pandemi,”
ADVERTISEMENT
Dengan jumlah karyawan itu, bisnis Akhdan dilaporkan mampu memproduksi maksimal 200-500 pouch dalam sehari. Di mana rekor terbesarnya adalah memproduksi hingga 10 ribu pouch per bulan dengan omzet lebih dari Rp150 juta, yang terjadi pada tahun 2020 silam.
Harga produk Djintoel Snack Khas Tegal sendiri dipasarkan mulai dari Rp10 ribu per pouch untuk reseller atau agen, sedangkan konsumen eceran seharga Rp15 ribu per pouch.
Kendati terdengar kisah bisnis Akhdan sangatlah indah, bukan berarti dia tak pernah mengalami keterpurukan. Akhdan mengakui bahwa dirinya pernah mengalami kerugian akibat pihak mitra pemasok jintul tidak bertanggung jawab.
“Karena permintaan produksi tinggi di tahun pertama itu, kita akhirnya bekerjasama dengan sekitar lima kelompok sebagai mitra pemasok jintul di daerah Tegal ini. Awalnya komunikasi lancar, tapi salah satu pemasok meminta pembayaran di awal dengan alasan modal lahan singkong. Kami sepakat dan memberikan dana sekitar lima sampai sepuluh juta rupiah. Tapi kemudian dia kabur begitu saja, dan akhirnya kami sekarang memperbaiki sistem kemitraan dengan pemasok jintul lainnya,”
Jintul-jintul yang siap digoreng jadi Djintoel Snack Khas Tegal foto: PanturaPOST
Sama seperti Ibu-Ibu rumah tangga yang terlibat di bagian produksi utama, kemitraan yang dijalin Akhdan dengan kelompok pemasok jintul juga tanpa sadar membangkitkan kesejahteraan mereka. Di mana jintul-jintul yang biasanya cuma dijual di pasar tradisional dalam jumlah 20-50 potong saja, akhirnya mengalami peningkatan produksi karena diorder rutin oleh Djintoel Snack Khas Tegal.
ADVERTISEMENT
Berawal dari sekitar dua hingga tiga pembuat jintul, Akhdan sampai menggaet hingga lima pembuat jintul tradisional saat ini. Sehingga para produsen makanan jadul itu menghasilkan minimal 200 potong jintul sehari yang akhirnya turut membantu perbaikan ekonomi mereka.
Akhdan telah menjadikan dirinya sebagai generator utama dalam menggerakkan roda peradaban lingkungan di sekitarnya.

JNE, Ujung Tombak UMKM Kokohkah Ekonomi Bangsa

“Dari awal Djintoel Snack Khas Tegal berjalan, kita memang langsung memainkan strategi penjualan konsep reseller dan agen. Memang sih jualan ke end user itu lebih besar secara margin profit, tapi jumlah lebih kecil. Saat ini revenue terbesar kami ya dari reseller dan agen. Total tim penjualan di seluruh Indonesia ada lebih dari 300an,”
ADVERTISEMENT
Aku mengangguk tanpa sadar. Perbincangan kami lewat telepon tanpa terasa sudah berlalu hampir tiga puluh menit lamanya.
Sepanjang itu pula, aku akhirnya tahu kalau Akhdan juga tetap menyesuaikan diri dengan zaman dalam hal marketing lewat penjualan di channel-channel marketplace. Namun yang menarik, Djintoel Snack Khas Tegal ini sudah menembus jaringan pemasaran offline yakni minimarket di area Tegal, Yogyakarta, Bantul hingga Bandara Ahmad Yani Semarang.
Bahkan di tahun keempatnya berjalan, Djintoel Snack sudah mengantongi berbagai sertifikat legal perdagangan mulai dari NIB, PIRT, HAKI dan juga sertifikat halal MUI untuk 10 varian rasa. Kendati begitu Akhdan memilih memasarkan hanya delapan rasa yakni jagung bakar, ayam geprek, pedas asin, original, cokelat, balado, keju dan BBQ.
ADVERTISEMENT
“Saya bersyukur ketika bisnis ini berjalan, layanan distribusi dari perusahaan logistik yang tetap bekerja selama pandemi tetap lancar. Saya jadi tetap bisa fokus untuk scale up temen-temen reseller, agen dan juga developing jaringan baru,”
Produk Djintoel Snack Khas Tegal yang siap edar foto: PanturaPOST
Tak berlebihan kiranya jika keberlangsungan bisnis UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) seperti Djintoel Snack Khas Tegal sangat terbantu dengan keberadaan perusahaan logistik. Karena lewat layanan-layanan distribusi mereka hingga seluruh pelosok negeri sampai luar negeri itulah, UMKM bisa menggerakkan roda ekonomi bangsa.
Bahkan saat ini sektor UMKM memiliki peran yang sangat penting dalam memperkuat dan menjadi tulang punggung perekonomian nasional, lantaran berkontribusi terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) sebesar 60%-62% sejak 2018 sampai 2020. Tak heran kalau akhirnya Kemenkop UMKM memproyeksikan sektor UMKM mampu memegang porsi 65% dari PDB di tahun 2024 nanti.
ADVERTISEMENT
JNE sebagai salah satu perusahaan logistik paling terpercaya di Indonesia pun terlibat langsung dalam membangun eksistensi UMKM di Tanah Air. Salah satunya adalah dengan terus membangun ekosistem logistik lewat digitalisasi UMKM yang terintegrasi platform e-commerce.
Hal ini tentu sesuai dengan tujuan #JNEBangkitBersama dalam #jnecontentcompetition2023 yang memang selalu mewujudkan semangat #ConnectingHappiness.
Diperkuat dengan standarisasi infrastruktur dan perluasan jaringan yang dilakukan JNE, kini produk-produk UMKM bisa dinikmati di seluruh pelosok Indonesia hingga luar negeri dalam kualitas terbaiknya.
Apalagi keberadaan program UKM Fulfillment Center yang semakin terus digaungkan di #JNE32tahun ini, membuat pelaku usaha tak perlu repot-repot menangani kegiatan logistik berkat adanya fasilitas warehousing, order fulfillment, technology development, shipping management dan delivery terpusat.
ADVERTISEMENT
Berkat komitmen tinggi inilah membuat JNE meraih penghargaan bergengsi ‘Brand Pemberdaya UKM’ dari Briefer-IGICO Advisory dan Rumah Perubahan dalam kategori Ekspedisi Logistik. Melalui layanan yang ditawarkan, JNE siap menjadi penghubung nadi UMKM dalam menjalankan roda bisnis dan beragam inovasi-inovasi yang akhirnya turut membangkitkan peradaban di sekitarnya.
“Ke depan, saya berharap Djintoel Snack Khas Tegal ini bisa punya outlet resmi seperti di obyek wisata. Saya ingin produk ini menjadi pilihan oleh-oleh unggulan yang mampu membanggakan masyarakat Tegal sekaligus menjadi ciri khas. Semoga makin banyak generasi yang lebih muda menghargai kuliner lokal asli yang sudah turun-temurun digemari seperti jintul ini,”
Perbincanganku dengan Akhdan yang menyenangkan itupun usai. Tepat ketika adzan sholat Jumat berkumandang dengan syahdunya.
ADVERTISEMENT
#JNE32tahun, #JNEBangkitBersama #jnecontentcompetition2023 #ConnectingHappiness