Konten dari Pengguna

Kajian Filologi: Memahami Arti Naskah dan Teks

Arbar Wijaya
Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9 Maret 2021 8:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arbar Wijaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Naskah konsep teks proklamasi. Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Naskah konsep teks proklamasi. Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Naskah merupakan benda konkret dari hasil objek penelitian filologi. Seorang penulis masa lampau menyampaikan ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa di dalam sebuah naskah. Naskah biasa disebut dengan manuskrip (manuscript disingkat ms atau mss untuk bentuk jamak).
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah penelitian naskah, para peneliti dibantu oleh sebuah katalog naskah nusantara yang mana berdasarkan katalog-katalog tersebut, peneliti akan mengetahui apa dan bagaimana naskah yang menjadi objek penelitiannya. Katalog yang berasal dari kata Kalalogon yang berarti daftar, merupakan sekumpulan informasi deskriptif tentang naskah, yang mana pada akhir abad ke-19 sampai pada pertengahan abad ke-20 katalog hanya berisi nomor naskah, judul, jumlah halaman, dan petikan teks. Kemudian setelah pertengahan abad ke-20 informasinya menjadi lebih lengkap dan lebih rinci.
Terdapat naskah-naskah yang terbuat dari bahan daun lontar yang ditemukan di daerah Jawa, Cirebon, Lombok, Kerinci, dan Sulawesi. Kemudian terdapat naskah yang terbuat dari dluwang atau dlancang atau disebut sebagai Kertas Jawa yang terbuat dari kulit pohon, yang mana proses pembuatannya hanya membutuhkan waktu paling minimal 2 minggu dan apabila ingin mendapatkan kualitas yang sangat bagus maka prosesnya paling lama 6 bulan. Berbeda dengan proses pembuatan berbahan daun lontar, yang membutuhkan waktu minimal 3 bulan dan apabila ingin mendapatkan kualitas terbaik, maka membutuhkan waktu 1 tahun.
ADVERTISEMENT
Dalam setiap daerah, bahan-bahan tersebut memiliki penamaan yang berbeda beda, misalnya naskah yang terbuat dari bahan kulit kayu di wilayah Batak Toba disebut pustaha, di Lampung disebut buku lipat, di Madura disebut dlubang, dan di Sumba disebut kembala. Kulit kayu yang digunakan adalah kulit kayu pohon halim yang masih muda. Kulit pohon halim yang masih muda memiliki tekstur yang lentur, berwarna putih, bererat lebar dan tahan lama.
Di Indonesia, banyak sekali naskah-naskah lama yang disimpan rapi oleh sebuah lembaga, seperti perpustakaan dan museum, juga banyak individu yang memiliki naskah-naskah lama. Titik berpengalaman bagaimana hambatan-hambatan yang terjadi dalam penelitiannya. Apabila ia ingin meneliti naskah yang disimpan oleh sebuah lembaga, ia akan sangat mudah mendapatkannya dan hanya duduk santai di ruangan yang sudah disediakan sambil menunggu bukunya dibawakan oleh petugas. Lain halnya apabila naskah-naskah lama itu dimiliki oleh individu, yang mana apabila ia ingin meneliti naskah-naskah tersebut, ia harus meyakinkan pemiliknya bahwa harta pustaka yang mereka miliki akan tetap aman saat sedang didata olehnya.
ADVERTISEMENT

Dapatkah kita bedakan antara Naskah dengan Prasasti?

Naskah pada umumnya berupa buku atau bahan tulisan tangan, seperti kulit hewan, kulit kayu, rotan, bambu, dsb. Naskah juga biasanya anonim dan tidak berangka tahun. Secara isi naskah pada umumnya panjang karena berisi cerita lengkap. Lalu, naskah tertua yang pernah ditemukan adalah Tjandra-karana (berasal dari abad ke-8). Kita dapat menjumpai banyaknya naskah karena terdapat sebuah proses penyalinan.
Sedangkan Prasasti pada umumnya ditulis pada batu (andesit, berporus, batu putih), batu bata, logam, gerabah, marmer, kayu, dan lontar. Di dalam prasasti biasanya terdapat nama penulis dan terdapat angka. Secara isi, prasasti cenderung pendek karena berisi informasi ringkas, seperti pendirian sebuah bangunan. Berbeda dengan naskah, prasasti tidak disalin, sehingga jumlahnya relatif sedikit. Prasasti tertua yang pernah ditemukan adalah Prasasti Kutai (abad ke-4).
ADVERTISEMENT

Apa itu Kodikologi?

Terdapat tiga buah studi keilmuan yang berhubungan secara langsung dengan penelitian naskah atau manuskrip, yaitu ilmu Filologi, ilmu Kodikologi, dan ilmu Paleorgrafi. Filologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu filos dan logos, yng memiliki makna cinta terdapat ilmu. Fokus penelitian filologi adalah menekankan pada studi penelitian tentang isi manuskrip. Selanjutnya kodikologi berasal dari bahasa Latin, yaitu codex yang berarti teras batang pohon. Fokus penelitian kodikologi yaitu pada isu-isu yang berhubungan dengan aspek fisik manuskrip seperti bahan tulisan, penjilidan, dan ilmuninasi. Dan yang terakhir Palografi yang berasal dari bahasa Yunani, yitu Palalois (tua) dan Grafein (untuk menulis) dan paleografi menyangkut studi tentang isi manuskrip dan tentang apa teks-teksnya. Penekanan pada Paleorafi yaitu pada perkembangan dan perubahan dalam karakter yang tertulis.
ADVERTISEMENT
Kodikologi berasal dari kata codex/codices yang berarti naskah buku atau kodeks. Ilmu yang mengenai naskah-naskah dan bukan ilmu yang mempelajari apa yang tertulis di dalam naskah adalah kodikologi. Tugas dan daerah kajian kodikologi ialah sejarah naskah, sejarah koleksi naskah, penelitian mengenai tempat naskah-naskah yang sebenarnya, masalah penyusunan katalog, penyusunan daftar katalog, perdagangan naskah, dan penggunaan naskah-naskah.
Menurut The New Oxford Dictionary (1982), Codicology is Manuscript volume, esp. of ancient texts “Kodikologi adalah gulungan atau buku tulisan tangan, terutama dari teks-teks klasik”. Aspek-aspek naskah yang dipelajari dalam ilmu kodikologi adalah mengenai bahan, umur, tempat penulisan, dan perkiraan penulis naskah.
Pada awalnya naskah berbentuk sebuah gulungan atau disebut sebagai roll. Kemudian naskah berkembang menjadi sebuah buku atau codex yang memiliki efektivitas lebih dari pada penulisan di bahan yang berbentuk roll. Selanjutnya, terdapat pula tradisi salin-menyalin naskah. Naskah asli yang ditulis oleh pengarang aslinya, maka naskah tersebut disebut sebagai Autograph (Otografi). Sedangkan orang yang menyalin dari naskah asli pengarang, disebut sebagai Apograf.
ADVERTISEMENT

Apa itu Teks?

Teks merupakan kandungan yang terdapat dalam sebuah naskah. Terkadang teks jauh lebih tua umurnya dibandingkan dengan naskah, karena adanya tradisi salin-menyalin. Teks dapat berupa isi dan bentuk. Isi dari teks fokus kepada amanat atau ide-ide yang disampaikan oleh pengarang kepada para pembaca, sedangkan bentuk fokus kepada cerita dalam teks yang dapat dipelajari melalui berbagai pendekatan, seperti alur, perwatakan, gaya bahasa, dan sebagainya.
Ilmu yang mempelajari seluk-beluk teks disebut tekstologi, yang antara lain meneliti penjelmaan dan penurunan teks sebuah karya sastra, penafsiran, dan pemahamannya. Terjadinya sebuah teks itu berbeda-beda pada prinsipnya. Terdapat teks yang teks aslinya hanya ada dalam ingatan pengarang atau penelola cerita, sehingga teks tersebut dikeluarkan secara berkala. Adapula teks yang aslinya adalah teks tertulis, yang lebih kurang merupkan kerangka yang perlu dikembangkan. Dan adapula teks yang tidak perlu untuk dikembangkan.
ADVERTISEMENT
Proses penyalinan teks disebabkan karena masyarakat terkadang menginginkan untuk memiliki naskah tersendiri, atau karena naskah sudah mulai rusak, atau naskah khawatir terbakar, basah, dan hilang. Maka dari latar belakang tersebut, terjadilah sebuah proses penyalinan. Dalam prosesnya, tidak menutup kemungkinan bahwa naskah yang disalin mengalami sebuah kesalahan dalam penulisan atu bahkan perubahan dalam penulisan. Hal ini disebabkan karena penyalin teks dalam naskah tidak memahami dengan apa yang ditulis oleh pengarang asli, atau salah dalam membaca, terdapat kalimat-kalimat yang terlewatkan, dan sebagainya. Dalam sejarahnya, pada masa lalu penyalin teks dilakukan oleh para budak. Para budak diperintahkan menulis apa yang tertulis di dalam sebuah naskah padahal para budak tidak bisa membaca. Maka para budak tersebut menulis menyesuaikan apa yang tertulis dalam naskah aslinya dan terjadilah beberapa kata atau kalimat yang salah dalam penulisannya.
ADVERTISEMENT
Di sinilah tugas dari para filolog untuk merekonstruksi naskah-naskah sehingga didapatkan sebuah kesimpulan yang asli sesuai apa yang diinginkan oleh pengarang aslinya.
Dalam menentukan usia sebuah naskah, biasanya para filolog mencari kolofon (sebuah tanda dalam naskah bahwa naskah tersebut berupa hasil salinan dari naskah aslinya). Selain itu, para filolog juga memanfaatkan watermark (cap air) yang dikeluarkan oleh sang produsen kertas untuk menentukan usia kertas tersebut. Selain itu pula, informasi berupa darimana naskah itu didapatkan oleh sang filolog juga sangat membantu dalam penentuan usia naskah. Juga teks yang ada dalam naskah, juga merupakan alat bantu dalam penentuan usia naskah.