Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Konten dari Pengguna
Efektivitas Media Digital dalam Penyuluhan Pertanian di Era Modern
23 April 2025 12:11 WIB
·
waktu baca 9 menitTulisan dari Darbi Pirmansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Manfaat Media Digital dalam Penyuluhan Pertanian
Media digital dalam penyuluhan pertanian kini menjadi elemen penting dalam menyampaikan informasi inovatif kepada petaniDi era disrupsi digital yang melanda hampir seluruh sektor kehidupan yang ada, media video muncul sebagai salah satu instrumen komunikasi yang paling menjanjikan dalam konteks pembangunan, khususnya dalam bidang penyuluhan pertanian. Video dinilai mampu menghadirkan pesan secara visual, naratif, dan persuasif dimana tiga elemen ini dianggap penting dalam mengatasi kesenjangan informasi dan membangun pemahaman yang lebih mendalam, terutama di wilayah-wilayah dengan tingkat literasi baca-tulis yang masih rendah.
ADVERTISEMENT
Tidak heran jika berbagai platform media digital seperti YouTube, TikTok, dan Facebook Watch kini ramai dimanfaatkan untuk menyebarkan berbagai konten salah satunya tentang penyuluhan mulai dari tutorial budidaya pertanian, manajemen bisnis pertanian, teknik konservasi lahan, hingga kampanye perubahan perilaku sosial di tingkat petani. Dalam perspektif teoritis, hal ini sejalan dengan konsep media richness theory (Daft & Lengel, 1986), yang menyatakan bahwa media dengan kekayaan pesan tinggi seperti video yang memuat banyak unsur media lebih efektif dalam menyampaikan informasi yang bersifat kompleks.
Namun, dalam praktiknya, efektivitas media video dalam penyuluhan tidak selalu seideal yang dibayangkan. Terlalu sering, media ini digunakan secara top-down, di mana petani atau masyarakat hanya menjadi penonton pasif. Padahal, sebagaimana diungkapkan oleh Freire (1970) dalam Pedagogy of the Oppressed, proses pendidikan (termasuk penyuluhan) seharusnya bersifat dialogis dan membebaskan, bukan sekadar transfer pengetahuan satu arah saja. Lebih lanjut, ketimpangan akses digital di pedesaan Indonesia masih menjadi hambatan besar. Berdasarkan data BPS (2023), hanya 53% rumah tangga pedesaan yang memiliki akses internet memadai. Artinya, sebagian besar petani belum tentu dapat mengakses konten video penyuluhan yang dikembangkan secara daring/online. Ini menciptakan ironi tersendiri: media yang dianggap solutif justru dapat menciptakan eksklusi digital jika tidak diimbangi strategi penyuluhan yang inklusif.
Visual Menarik, Tapi Partisipasi yang Semu
ADVERTISEMENT
Video merupakan media dengan daya tarik visual yang cukup tinggi dan kemampuan menyampaikan pesan secara cepat dan kontekstual. Dalam konteks masyarakat pedesaan yang tingkat literasi baca-tulisnya masih tergolong terbatas, media ini sering kali menjadi penghubung efektif antara informasi teknis dan pemahaman praktis. Petani dapat melihat langsung proses budidaya, tahapan pascapanen, bahkan praktik ramah lingkungan tanpa harus menafsirkan teks panjang yang ada pada poster atau buku literatur. Ini sejalan dengan temuan Asnawi et al. (2022) yang menunjukkan bahwa media visual secara signifikan meningkatkan pemahaman pesan penyuluhan di kelompok tani hortikultura di Provinsi Sumatera Barat.
Namun demikian, persoalan tidak berhenti pada aspek transmisi informasi. Dalam pendekatan komunikasi pembangunan yang transformatif, keberhasilan suatu intervensi tidak hanya diukur dari tersampaikannya pesan, tetapi dari kualitas partisipasi dan umpan balik yang dihasilkan. Sayangnya, sebagian besar video penyuluhan yang beredar di media sosial bersifat monologis penyampaian satu arah tanpa ruang reflektif bagi penonton. Walaupun disediakan kolom komentar sebagai tools interaksi partisipatif sayangnya komentar yang muncul di kolom video sering kali tidak ditindaklanjuti, menjadikannya sekadar formalitas interaksi digital.
ADVERTISEMENT
Hal ini bertentangan dengan prinsip dasar pendekatan partisipatif seperti yang ditegaskan oleh Everett M. Rogers (2003) dalam Diffusion of Innovations. Rogers menekankan bahwa inovasi hanya akan diterima dan diadopsi jika ada proses komunikasi dua arah yang memungkinkan pemahaman kontekstual dan keterlibatan aktif penerima pesan. Tanpa ruang dialog, video justru berisiko memperkuat relasi kuasa top-down, di mana pengetahuan disajikan sebagai produk siap konsumsi, bukan hasil dari proses ko-kreasi antara penyuluh dan masyarakat.
Data dari Badan Pusat Statistik (2023) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki lebih dari 139 juta pengguna aktif YouTube, menjadikannya platform yang sangat potensial untuk edukasi dan penyuluhan. Namun potensi ini akan menjadi sia-sia jika tidak disertai strategi kuratorial, interaktif, dan responsif yang selaras dengan nilai-nilai penyuluhan humanistik. Oleh karena itu, penting bagi institusi penyuluhan tidak sekadar memproduksi konten video, melainkan juga mengembangkan mekanisme umpan balik digital, misalnya melalui sesi tanya jawab daring, forum komunitas petani, atau integrasi dengan aplikasi lokal berbasis kebutuhan. Dengan demikian, video bukan hanya alat penyampai pesan, melainkan wahana pembelajaran partisipatif yang hidup dan membumi.
Kesenjangan Akses: Video untuk Siapa?
ADVERTISEMENT
Akses terhadap konten digital, khususnya video, masih menjadi tantangan besar bagi banyak petani di pedesaan Indonesia. Berdasarkan data BPS (2023), sekitar 53% rumah tangga di daerah pedesaan memiliki akses internet, dan persentasenya lebih rendah lagi di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar). Meski demikian, angka ini tidak mencerminkan kualitas akses yang sesungguhnya. Banyak yang menghadapi keterbatasan kuota, perangkat yang tidak memadai, atau rendahnya literasi digital, yang menghambat mereka untuk memanfaatkan video secara optimal dalam konteks penyuluhan. Seperti yang diungkapkan dalam studi oleh Nugroho dkk. (2021) dalam Jurnal Komunikasi Pembangunan, banyak petani di daerah pedesaan mengalami kesulitan dalam mengakses video tutorial atau informasi penyuluhan melalui platform seperti YouTube. Kendala teknis seperti sinyal yang tidak stabil, kuota yang terbatas, serta ukuran file video yang terlalu besar untuk perangkat yang mereka miliki menjadi faktor penghambat utama. Hal ini menggambarkan betapa besar kesenjangan akses yang ada, yang mempengaruhi efektivitas penyuluhan berbasis digital.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan perspektif komunikasi pembangunan, video sebagai sarana penyuluhan harus dipertimbangkan dengan lebih bijak. Penyuluhan berbasis video seharusnya tidak hanya mengandalkan distribusi satu arah, melainkan juga menciptakan ruang untuk interaksi dan kolaborasi yang lebih aktif antara penyuluh dan petani. Hal ini penting agar proses penyuluhan tidak hanya menjadi media transfer pengetahuan, tetapi juga proses pemberdayaan yang memungkinkan partisipasi penuh dari semua pihak yang terlibat.
Dalam konteks ini, penting bagi para praktisi penyuluhan untuk memperhatikan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas video sebagai alat penyuluhan, termasuk akses terhadap perangkat dan kuota internet, serta cara untuk memastikan bahwa informasi yang disampaikan dapat diterima dan digunakan oleh target audiens dengan cara yang partisipatif dan inklusif. Penyuluhan berbasis teknologi digital harus didesain untuk menjangkau semua petani, tidak hanya mereka yang sudah memiliki akses penuh, tetapi juga mereka yang berada di daerah yang tertinggal.
ADVERTISEMENT
Algoritma dan Konten Sensasional: Siapa yang Mengendalikan Narasi?
Dalam era digital yang serba cepat ini, media sosial menawarkan peluang besar untuk penyebaran informasi edukatif, namun juga menghadirkan tantangan yang tidak kalah besar. Salah satu tantangan utama adalah pengaruh algoritma yang mengatur konten yang muncul di platform-platform besar. Algoritma media sosial, yang dirancang untuk memaksimalkan keterlibatan (engagement), sering kali lebih mengutamakan aspek viralitas daripada akurasi atau kualitas informasi. Akibatnya, video penyuluhan yang berbasis pada penelitian ilmiah atau yang bertujuan memberikan pemahaman yang mendalam sering kali kalah saing dengan konten sensasional yang mudah dicerna dan menarik perhatian banyak orang meskipun kualitasnya rendah.
Fenomena ini menciptakan ruang bagi penyebaran informasi yang salah atau bahkan menyesatkan (misinformation). Hal ini sangat terlihat dalam sektor pertanian organik, di mana beberapa video viral menawarkan janji-janji hasil panen instan tanpa dukungan bukti ilmiah yang sah. Konten semacam ini sering kali mendapatkan lebih banyak perhatian karena sifatnya yang spektakuler dan menarik, meskipun konten tersebut bisa berbahaya bagi petani yang kurang memiliki keterampilan kritis untuk menilai kebenaran informasi yang mereka temui.
ADVERTISEMENT
Masalah ini lebih diperburuk oleh fakta bahwa penyuluh atau institusi penyuluhan formal sering kali tidak cukup proaktif dalam memanfaatkan ruang digital untuk mengisi celah informasi yang kosong. Banyak penyuluh yang belum memaksimalkan penggunaan media sosial untuk memberikan informasi yang kredibel dan berdasarkan bukti. Padahal, dalam konteks pembangunan pertanian, keberadaan informasi yang akurat dan berbasis riset sangat penting untuk membantu petani membuat keputusan yang tepat. Kurangnya kehadiran institusi penyuluhan di ruang digital membuka kesempatan bagi narasi-narasi yang tidak tepat untuk mendominasi, yang pada akhirnya bisa memperburuk kesalahan dalam praktik pertanian.
Dari perspektif komunikasi pembangunan, hal ini menunjukkan bahwa penting untuk mengintegrasikan pendekatan komunikasi yang lebih aktif dan strategis dalam penyuluhan berbasis digital. Penyuluh dan lembaga penyuluhan perlu memperhatikan bagaimana algoritma bekerja, dan mulai memanfaatkan platform media sosial dengan cara yang mendukung penyebaran informasi yang benar dan berbasis bukti. Selain itu, penting juga untuk meningkatkan literasi digital para petani agar mereka lebih mampu memilah informasi yang mereka terima, serta membangun kepercayaan terhadap konten yang disajikan oleh sumber yang sah.
ADVERTISEMENT
Potensi Besar, Tapi Butuh Ekosistem yang Mendukung
Meskipun tantangan dalam pemanfaatan video sebagai alat penyuluhan masih besar, potensi besar yang dimilikinya tidak dapat dipandang sebelah mata. Jika digunakan dengan tepat, video dapat menjadi sarana yang sangat efektif untuk memperluas jangkauan penyuluhan pertanian. Kunci keberhasilan penggunaan video dalam penyuluhan terletak pada beberapa faktor penting yang harus diperhatikan, seperti kurasi konten, pelatihan literasi digital, dan pemodelan penyuluhan hybrid.
Beberapa Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di Jawa Barat dan DI Yogyakarta telah mulai mengimplementasikan model hybrid ini dengan hasil yang menggembirakan. Menurut Kementerian Pertanian (2022), model ini terbukti mampu meningkatkan partisipasi aktif petani dalam setiap kegiatan penyuluhan, memperkuat pemahaman mereka, serta mempercepat adopsi praktik pertanian yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Penyuluhan berbasis video tidak dapat dipandang hanya sebagai upaya produksi konten yang sekadar diunggah di platform digital. Ini adalah bagian dari sebuah proses komunikasi yang jauh lebih kompleks, yang harus melibatkan pendekatan sosial, budaya, dan teknologi secara holistik. Tanpa adanya pendekatan yang lebih menyeluruh, penyuluhan yang hanya mengandalkan video satu arah cenderung kehilangan maknanya. Meskipun informasi dapat disampaikan, tanpa adanya interaksi yang mendalam dan penerapan yang nyata di lapangan, perubahan yang diharapkan tidak akan tercapai.
Oleh karena itu, untuk mencapai keberhasilan dalam penyuluhan berbasis video, perlu adanya sinergi antara berbagai elemen: penyuluh, petani, teknologi, dan kebijakan yang mendukung. Dengan ekosistem yang mendukung, potensi video sebagai alat penyuluhan dapat benar-benar dimaksimalkan untuk mendukung pembangunan pertanian yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Referensi :
Asnawi, R., Marlina, E., & Putra, A. D. (2022). Efektivitas media video dalam penyuluhan pertanian di wilayah perbukitan. Jurnal Komunikasi Pertanian, 11(1), 41–50.
Badan Pusat Statistik. (2023). Statistik Indonesia 2023. Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. (2023). Statistik Telekomunikasi Indonesia. Badan Pusat Statistik.
Daft, R. L., & Lengel, R. H. (1986). Organizational information requirements, media richness and structural design. Management Science, 32(5), 554–571.
Freire, P. (1970). Pedagogy of the Oppressed. Continuum.
Nugroho, P., et al. (2021). Efektivitas media digital dalam komunikasi pertanian. Jurnal Komunikasi Pembangunan, 19(2), 111–124.
Nugroho, Y., dkk. (2021). Komunikasi pembangunan dalam era digital: Tantangan dan peluang. Jurnal Komunikasi Pembangunan, 15(2), 75–88.
Rogers, E. M. (2003). Diffusion of Innovations (5th ed.). Free Press.
ADVERTISEMENT
Statistik YouTube Indonesia (Statista, 2023). Number of YouTube users in Indonesia. https://www.statista.com/