Saatnya Kalibrasi Alat Uji K3

Muhammad Arbiansyah
Aparatur Sipil Negara (ASN), bertugas sebagai Fungsional Penguji K3 Ahli Pertama di Balai Besar Pengembangan Keselamatan & Kesehatan Kerja (BBPK3) Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia.
Konten dari Pengguna
8 September 2021 15:22 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Arbiansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
foto : william warby from unsplash
zoom-in-whitePerbesar
foto : william warby from unsplash
ADVERTISEMENT
Dalam upaya memberikan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sebagaimana yang telah diamanatkan dalam undang-undang, maka pemerintah telah menerbitkan berbagai regulasi yang berkaitan dengan hal tersebut. Bahkan peraturan-peraturan tersebut senantiasa diperbaharui seiring perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Misalnya yang paling terbaru adalah Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja sebagai perubahan terhadap Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 Tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan, serta Penerangan dalam Tempat Kerja dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja .
ADVERTISEMENT
Permenaker RI No.5 tahun 2018 memuat Nilai Ambang Batas (NAB) yang menjadi standar faktor bahaya di tempat kerja untuk berbagai parameter faktor fisika, kimia, biologi, kesehatan, maupun ergonomi. Untuk mengetahui kesesuaian kondisi lingkungan kerja dengan NAB tentu saja dibutuhkan peralatan pengujian/pengukuran sebagi instrumen. Alat-alat pengujian tersebut misalnya Sound Level Meter (SLM) untuk mengukur faktor fisika kebisingan, spectrofotometer untuk mengetahui nilai absorbsi sampel pengukuran faktor kimia di udara, audiometer untuk menguji daya dengar pekerja, dan berbagai instrumen lainnya.
Untuk memastikan bahwa peralatan yang digunakan dalam pengujian masih dalam kondisi baik dan mampu mendapatkan hasil yang akurat sesuai dengan kondisi yang sebenarnya maka peralatan tersebut harus dikalibrasi secara berkala. Kalibrasi adalah serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara nilai yang akan ditunjukkan alat ukur atau sistem ukur atau nilai yang diwakili bahan ukur dengan nilai yang bersangkutan yang ditunjukkan oleh standar (ISO/IEC Guide 17025). Dengan kata lain kalibrasi merupakan perbandingan antara penunjukan suatu alat ukur dengan nilai suatu standar yang diketahui.
ADVERTISEMENT
Contoh sederhana betapa pentingnya kalibrasi adalah ketika kita menimbang berat badan pada dua timbangan yang berbeda pada waktu yang hampir bersamaan ternyata hasil yang ditunjukkan pada kedua timbangan berat badan tersebut tidak sama.Tentu saja pertanyaan yang muncul adalah mana yang paling tepat dari kedua hasil tersebut. Untuk menjawabnya maka hal yang bisa kita lakukan adalah membandingkannya dengan standar yang bisa ditelusuri (traceable). Bisa dibayangkan betapa fatal dampak yang dapat ditimbulkan jika contoh kasus timbangan berat badan ini terjadi pada timbangan/neraca analitik atau intrumen-instrumen lain dengan tingkat ketelitian yang sangat tinggi.
Contoh lain misalnya dalam pengukuran intensitas kebisingan di tempat kerja, SLM yang digunakan menunjukkan hasil 83 dB (decibel), artinya masih terpaut 2 poin dari Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan di tempat kerja berdasarkan Permenaker No.5 tahun 2018 (85 dB). Namun, pertanyaan berikutnya adalah berapa nilai deviasi dari SLM yang digunakan. Tentu saja untuk mengetahui nilai deviasinya maka kita bisa merujuk pada sertifikat kalibrasi dari alat tersebut. Jika nilai deviasinya ternyata telah melebihi 2 poin artinya bahwa intensitas kebisingan di tempat kerja tersebut pada kenyataannya telah melebihi NAB 85 dB. Kasus-kasus seperti ini menunjukkan betapa pentingnya kalibrasi alat uji K3.
ADVERTISEMENT
Hal lain yang perlu dipahami bahwa setiap alat ukur akan mengalami degradasi kinerja (drift) seiring dengan bertambahnya waktu dan frekuensi penggunaan sehingga dengan melakukan kalibrasi maka akan memberikan keyakinan bahwa hasil pengukuran masih akurat sehingga tidak menimbulkan kerugian utamanya bagi tenaga kerja dan pemilik usaha. Oleh karena itu, setiap peralatan pengujian K3 harus betul-betul dipastikan telah terkalibrasi sebelum digunakan.
Penting untuk diketahui bahwa interval kalibrasi tiap alat berbeda-beda sehingga tidak setiap alat harus dikalibrasi setahun sekali. Ada yang memiliki periode lebih lama ada pula yang lebih singkat, tergantung jenis instrumen dan frekuensi penggunaan serta beberapa faktor lainnya. Untuk acuan periode kalibrasi tiap alat dapat merujuk ke SR-05 tentang persyaratan tambahan untuk akreditasi laboratorium kalibrasi yang diterbitkan oleh KAN (Komite Akreditasi Nasional) atau Guidelines for the determination of calibration intervals of measuring instruments yang diterbitkan oleh ILAC (International Laboratory Accreditation Cooperation)
ADVERTISEMENT
Beberapa alternatif lembaga kalibrasi di Indonesia yang dapat menjadi pilihan ketika hendak melakukan kalibrasi terhadap peralatan uji K3 adalah Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK), Pusat Penelitian Metrologi LIPI, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kualitas dan Laboratorium Lingkungan, Balai Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang (BPPMB), dan lembaga-lembaga lainnya baik institusi pemerintah maupun swasta.
Melalui tulisan singkat ini kita telah mendapatkan gambaran betapa pentingnya kalibrasi alat uji K3. Oleh karenanya, kami mengajak kepada segenap pihak dan lebih khusus lagi bagi yang sering terlibat dalam pengujian/pengukuran di bidang K3 agar senantiasa memastikan bahwa instrumen yang digunakan telah terkalibrasi dan masih dalam kondisi yang baik. Pengujian K3 di tempat kerja memang sangat penting, tapi jangan lupa bahwa alat uji yang digunakan juga harus menunjukkan hasil yang akurat.
ADVERTISEMENT