Konten dari Pengguna

Generasi Emas 2045? Kalau Sekolah Masih Gini-Gini Aja, Sulit!

Arsyad Sadewa
Mahasiswa Universitas Pamulang Fakultas Teknik Informatika S1
5 Mei 2025 14:18 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arsyad Sadewa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Generasi Emas 2045? (Sumber Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Generasi Emas 2045? (Sumber Pixabay)
ADVERTISEMENT

Generasi Emas 2045? Yakin?

Masih Banyak Sekolah Rusak, apalagi di Daerah.Saat pemerintah ramai membahas visi besar Indonesia di tahun 2045, masih banyak anak di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) yang belajar di ruang kelas semi permanen. Fasilitas pendidikan masih jadi persoalan klasik. Atap bocor, kursi reyot, dan kekurangan guru bukan cerita baru tapi tetap belum selesai sampai sekarang.
Ruang kelas ( Sumber https://pixabay.com/id/photos/kamerun-sekolah-kelas-meja-bangku-104485/ )
Bagaimana kita mau mencetak generasi unggul kalau tempat belajarnya saja tak layak?

Kurikulum Gonta-Ganti, Siswa Jadi Kelinci Percobaan?

Belum selesai adaptasi dengan Kurikulum Merdeka, kini siswa dan guru kembali dihadapkan dengan wacana perubahan kebijakan. Bukannya menyesuaikan dengan kebutuhan industri masa depan, sistem pendidikan di Indonesia seringkali terjebak pada eksperimen jangka pendek. Sementara negara lain fokus pada literasi digital, coding, dan kecerdasan buatan, pelajaran di sekolah kita masih berkutat di soal-soal hafalan. Apakah ini yang disebut mempersiapkan SDM unggul 2045?
Siswa jadi kelinci percobaan? ( sumber https://pixabay.com/id/photos/anak-laki-laki-anak-pagar-sedih-529067/ )
Akses pendidikan masih timpang. Di kota besar, siswa sudah terbiasa dengan pembelajaran digital. Di pelosok, sinyal internet masih jadi barang mewah. Ketimpangan pendidikan ini bukan cuma soal teknologi, tapi soal keadilan. Generasi Emas seharusnya bukan hanya milik anak Jakarta, Bandung, atau Surabaya. Tapi kalau situasi ini dibiarkan, visi Indonesia 2045 hanya akan jadi milik segelintir orang.
ADVERTISEMENT
Tak bisa bicara pendidikan tanpa bicara guru. Saat ini, banyak guru honorer yang masih menerima gaji di bawah UMR. Mereka dituntut untuk terus belajar, berinovasi, mengikuti pelatihan, tapi tak diberi kepastian status atau kesejahteraan. Padahal guru adalah kunci utama dalam mencetak generasi masa depan. Kalau mereka saja tak diperhatikan, siapa yang akan membimbing anak-anak kita menjadi SDM unggul 2045?
Menjelang tahun-tahun politik, isu pendidikan sering muncul di panggung-panggung kampanye. Janji-janji peningkatan kualitas pendidikan selalu disuarakan. Tapi sayangnya, implementasi di lapangan sering tak sejalan.

Generasi Emas Butuh Tindakan Nyata

Kalau pemerintah serius soal Generasi Emas 2045, maka reformasi pendidikan harus dimulai hari ini. Perbaiki infrastruktur, pastikan kurikulum relevan, tingkatkan kesejahteraan guru, dan tutup celah ketimpangan.Karena kalau sekolah masih gini-gini aja, mimpi itu cuma akan jadi slogan kosong. Kalau kita benar-benar ingin mewujudkan Generasi Emas 2045, maka pembenahan pendidikan harus jadi prioritas nasional yang serius—bukan cuma pemanis kampanye atau headline seremoni Hari Pendidikan Nasional.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT

Generasi Emas Bukan Mimpi, Tapi Tantangan

Menggapai Indonesia Emas 2045 bukan soal slogan, tapi keberanian untuk berinvestasi pada pendidikan secara menyeluruh, adil, dan bermakna. Pendidikan bukan hanya urusan kementerian, tapi pekerjaan rumah kita semua. Kalau sekarang masih banyak anak yang belajar di bangunan nyaris roboh, kalau masih banyak guru yang digaji di bawah UMR, dan kurikulum tak menyentuh realita maka perlu kita tanyakan kembali:

Saatnya Kita Bicara, Bukan Cuma Diam

Mimpi besar seperti Indonesia Emas 2045 tidak bisa hanya digantung di langit. Ia harus punya pijakan yang kokoh di bumi dan pijakan itu adalah pendidikan yang adil, merata, dan bermutu. Kalau kita terus menoleransi sekolah rusak, guru yang tidak sejahtera, kurikulum yang tak relevan, dan akses pendidikan yang timpang, maka 2045 hanya akan jadi mitos baru yang menyakitkan. Kita butuh:
ADVERTISEMENT
Karena yang dipertaruhkan bukan sekadar angka di roadmap pembangunan, tapi nasib anak-anak kita sendiri.