Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pandemi Covid-19 dan Perppu Nomor 1 Tahun 2020, Sebuah Tinjauan Yuridis
4 September 2024 10:38 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Arka Wirawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Wabah virus Covid 19 (SARS CoV-2) adalah jenis virus baru yang menginfeksi seluruh negara di dunia. Virus ini berasal dari kota Wuhan, Cina yang diperkirakan ditularkan melalui hewan ke manusia, virusnya menyebar dengan cepat hingga mencapai Indonesia. Status darurat bencana pandemi virus ditetapkan mulai tanggal 29 Februari 2020 hingga 29 Mei 2020 oleh Pemerintah Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dampak dari Covid-19 mempengaruhi berbagai sektor kehidupan seperti sektor manufaktur, sektor transportasi, sektor sosial, sektor pangan dan sektor ekonomi tentunya. Hal ini terjadi akibat adanya pemberlakuan kebijakan physical distancing dan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang mengakibatkan aktivitas ekonomi terhambat.
Presiden telah mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan, diantaranya Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19, Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, serta Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi COVID-19, Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN Tahun Anggaran 2020 dan terakhir Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana non-alam Penyebaran COVID-19 sebagai Bencana Nasional. Selanjutnya Perppu No. 1 Tahun 2020 yang sudah ditetapkan oleh DPR menjadi Undang-Undang No. 2 Tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Kebijakan-kebijakan yang diambil Presiden dalam menangani Pandemi Covid-19 menuai banyak kritikan karena dianggap lebih memprioritaskan stabilitas ekonomi daripada kesehatan masyarakat, serta dianggap membuka peluang untuk korupsi. Kebijakan keuangan negara dalam penanganan pandemi Covid-19 sangat diperlukan karena terdapat suatu kondisi yang mendesak/tidak dapat ditunda yang harus dilakukan oleh pejabat pemerintahan berupa penyediaan obat-obatan, alat kesehatan, sarana prasarana kesehatan, sumber daya manusia baik tenaga kesehatan maupun nonkesehatan, dan kegiatan lain berkaitan dengan penanganan pandemi Covid-19. Oleh karena itu untuk mengetahui sejauh mana kebijakan keuangan negara telah dimanfaatkan dalam penanganan pandemi Covid-19.
Perppu Nomor 1 Tahun 2020 lebih berfokus terhadap sektor keuangan daripada sektor ekonomi yang dibutuhkan dalam mengatasi Covid-19. Misalnya sektor ekonomi seharusnya lebih di prioritaskan untuk usaha pengadaan alat-alat kesehatan. Fokus bahasan yang lebih condong ke sektor keuangan dan penanganan dampak dari pandemi yang tidak jelas menimbulkan spekulasi bahwa apakah kebijakan tersebut memang untuk mengatasi pandemi atau untuk kepentingan yang lainnya.
ADVERTISEMENT
Kedudukan Hukum Perppu Dalam Hierarki Peraturan Perundang-undangan
Hierarki peraturan perundangan-undangan di Indonesia diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 juncto Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan (selanjutnya disebut UU P3) dari yang tertinggi hingga yang terendah meliputi 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; 3) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 4) Peraturan Pemerintah; 5) Peraturan Presiden; 6) Peraturan Daerah Provinsi; dan 7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Berdasarkan poin 4) tersebut, dapat diketahui bahwa undang-undang dan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) memiliki kedudukan yang sederajat. Walaupun Perppu secara hierarki memiliki kedudukan yang sederajat dengan undang-undang. Namun keberlakuan Perppu hanya bersifat sementara atau darurat (emergency), karena di suatu negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial seperti di Indonesia, memberikan kewenangan kepada Presiden untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengatasi keadaan darurat tersebut.
ADVERTISEMENT
Kewenangan Presiden dalam menetapkan perppu merupakan kewenangan yang bersifat khusus, maka diperlukan peran legislator yang sesungguhnya (dalam hal ini DPR atau DPD) tetap diperlukan untuk: 1) melakukan pengawasan yang ketat dalam menentukan adanya suatu keadaan darurat (recognizing an emergency); 2) membentuk kekuasaan untuk mengatasi keadaan darurat itu (creating the powers to deal with it); 3) memantau pelaksanaan kewenangan pemerintah (eksekutif) untuk mengatasi keadaan yang tidak normal tersebut; 4) menyelidiki berbagai penyimpangan atau penyalahgunaan kewenangan dalam keadaaan darurat tersebut; 5) apabila diperlukan menyatakan berakhirnya masa keadaan darurat atau meminta kepada Presiden untuk menyatakan mengakhiri keadaan darurat tersebut.
Kategori Kegentingan Yang Memaksa
Penetapan keadaan darurat merupakan rangkaian pranata dan wewenang negara secara luar biasa dan istimewa, untuk dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dapat menghapuskan darurat atau bahaya yang mengancam, ke dalam kehidupan menurut perundang-undangan dan hukum yang umum dan biasa. Unsur yang terutama harus ada: 1) adanya bahaya negara yang patut dihadapi dengan upaya luar biasa; 2) Upaya biasa, pranata yang umum dan lazim tidak memadai untuk digunakan menanggapi dan menanggulangi bahaya yang ada; 3) Kewenangan luar biasa yang diberikan dengan hukum kepada pemerintah negara untuk secepatnya mengakhiri bahaya darurat tersebut, kembali ke dalam kehidupan normal; 4) Wewenang luar biasa itu, dan hukum tata negara darurat itu untuk sementara waktu saja, sampai keadaan darurat itu dipandang tidak membahayakan lagi.
ADVERTISEMENT
Kegentingan Yang Memaksa Terhadap Pandemi Covid-19
Perlunya tindakan cepat yang harus diambil pemerintah beserta lembaga terkait dalam pengambilan keputusan atau kebijakan guna menyelamatkan dan pemulihan ekonomi dalam negeri serta sistem keuangan yang stabil. Dengan ditingkatkannya belanja di bidang kesehatan, jaring pengaman sosial serta di bidang pemulihan ekonomi. Melalui kebijakan relaksasi yang berhubungan dengan APBN dalam rangka menyelamatkan dan memulihkan ekonomi dalam negeri dan sistem keuangan yang stabil serta penguatan atas kewenangan lembaga pada sektor keuangan.
Secara garis besar muatan Perppu dapat dikelompokkan menjadi beberapa bidang, yaitu kebijakan keuangan negara, perpajakan dan kebijakan stabilitas sistem keuangan dan usaha yang dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima) poin, yaitu 1) Menetapkan anggaran penanganan COVID-19 sebesar Rp 405,1 triliun; 2) Anggaran bidang kesehatan akan diprioritaskan untuk perlindungan tenaga kesehatan terutama pembelian APD, pembelian alat-alat kesehatan seperti test kit, reagen, ventilator, dan lain-lainnya, dan juga untuk upgrade rumah sakit rujukan termasuk Wisma Atlet, serta untuk insentif dokter, perawat, dan tenaga rumah sakit, juga untuk santunan kematian tenaga medis, serta penanganan permasalahan kesehatan lainnya; 3) Jaring pengaman sosial, pemerintah mengalokasikan PKH 10 juta KPM. Ada juga kartu sembako, yang penerimanya dinaikkan menjadi 20 juta dengan manfaat naik Rp 200 ribu selama 9 bulan. Selain itu, dana Kartu Prakerja dinaikkan menjadi Rp 20 triliun untuk bisa meng-cover sekitar 5,6 juta pekerja informal, pelaku usaha mikro dan kecil. Penerima manfaat mendapat insentif pasca pelatihan Rp 600 ribu, dengan biaya pelatihan Rp 1 juta. Anggaran ini juga dialokasikan untuk pembebasan biaya listrik 3 bulan untuk 24 juta pelanggan listrik 450VA, dan diskon 50 persen untuk 7 juta pelanggan 900VA bersubsidi. Terdapat juga tambahan insentif perumahan bagi pembangunan perumahan MBR hingga 175 ribu dan dukungan logistik sembako dan kebutuhan pokok Rp 25 triliun; 4) Stimulus ekonomi bagi UMKM dan pelaku usaha, akan diprioritaskan untuk penggratisan PPh 21 untuk para pekerja sektor industri pengolahan penghasil maksimal Rp. 200 juta, untuk pembebasan PPN impor untuk wajib pajak kemudian impor tujuan ekspor. Terutama untuk industri kecil dan menengah pada 19 sektor tertentu, dan juga akan dipakai untuk pengurangan tarif PPh sebesar 25 persen untuk wajib pajak kemudian impor tujuan ekspor, terutama industri kecil menengah pada sektor tertentu; 5) Bidang non-fiskal dalam menjamin ketersediaan barang yang saat ini dibutuhkan, termasuk bahan baku industri, pemerintah melakukan beberapa kebijakan, yaitu penyederhanaan larangan terbatas (lartas) ekspor, penyederhanaan larangan terbatas atau lartas impor, serta percepatan layanan proses ekspor-impor melalui national logistic ecosystem.
ADVERTISEMENT
Keberlakuan dan Pengujian Perppu
Perppu melahirkan norma hukum dan sebagai norma hukum baru akan dapat menimbulkan: 1) status hukum baru; 2) hubungan hukum baru, dan 3) akibat hukum baru. Norma hukum tersebut lahir sejak Perppu ditetapkan Presiden dan nasib dari norma hukum tersebut tergantung kepada persetujuan DPR untuk menerima atau menolak norma hukum Perppu, namun demikian sebelum adanya pendapat DPR untuk menolak atau menyetujui Perppu, norma hukum tersebut adalah sah dan berlaku seperti Undang-Undang.
Walaupun demikian amanat konstitusi yang dimuat dalam Pasal 24C Undang-Undang Dasar 1945 tidak secara tegas memberikan kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi untuk menguji Perppu. Setiap Penambahan atau bahkan mungkin pengurangan wewenang lembaga negara termasuk kewenangan Mahkamah Konstitusi harus ditentukan secara tegas dalam UUD 1945 melalui amandemen. Dengan perkataan lain Mahkamah Konstitusi tidak berwenang menguji Perppu. Kewenangan menguji Perppu ada pada legislator untuk menerima atau mencabut Perppu tersebut.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Kegentingan yang Memaksa dapat diartikan sebagai keadaan darurat yang memerlukan rangkaian pranata dan wewenang negara secara luar biasa dan istimewa, untuk dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dapat menghapuskan darurat atau bahaya yang mengancam, ke dalam kehidupan menurut perundang-undangan dan hukum yang umum dan biasa. Kegentingan yang memaksa dapat ditafsirkan secara subyektif oleh Presiden untuk menyelesaikan suatu permasalahan atau kebutuhan hukum. Hal itu merupakan karakteristik dari sistem presidensiil yang banyak dianut negara-negara lain di dunia, termasuk Indonesia. Walaupun demikian kriteria Kegentingan yang Memaksa minimal harus memenuhi unsur darurat untuk mengatasi suatu permasalahan yang mengancam nyawa dan atau harta, bangsa dan negara yang bersifat masif dan atau suatu permasalahan hukum yang mengancam sistem hukum yang berlaku.
ADVERTISEMENT