Rekomendasi 4 Album Esensial untuk Mulai Mengulik Musik Jazz

Muhammad Rizki Ardhana
Fans Manchester City
Konten dari Pengguna
5 Juni 2022 21:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Rizki Ardhana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Etalase vinyl album jazz di toko. Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Etalase vinyl album jazz di toko. Unsplash
ADVERTISEMENT
Jazz. Aliran musik yang terkenal dengan gaya swing-nya ini lahir di sebuah komunitas Afrika-Amerika di kota New Orleans, Amerika Serikat, dan mulai menggema sejak awal abad ke-20. Dalam perkembangannya, genre jazz mengalami banyak perubahan serta amalgamasi yang membuat banyak sub-genre baru berkatnya: bebop, ragtime, bossa nova, cool jazz, dan seterusnya. Hembusan sendu saksofon John Coltrane dan trompet Miles Davis; buaian jemari Bill Evans dan Thelonious Monk di tuts-tuts piano; serta nyanyian merdu dari Chet Baker dan Ella Fitzgerald menandakan betapa beragamnya musik yang identik dengan pertunjukan di underground bar yang sempit ini.
ADVERTISEMENT
Walaupun terus-menerus berkembang, belakangan ini agaknya musik jazz mulai menyentuh senja kala umurnya. Musisinya tak sebanyak dulu, penikmatnya dianggap pretensius, dan pasarnya niche sekali. Jazz kalah saing dari gempuran bermacam ragam musik lainnya. Namun, jika boleh memparafrasakan Pak Gita Wirjawan dalam seri siniarnya, Endgame, beliau kerap bilang kita perlu membuka “pipa-pipa baru” untuk lebih mengenali diri kita sendiri, lebih-lebih jika bisa mengetahui tentang apa yang kita sukai dan punya passion terhadapnya. Dengan begitu, apa salahnya bila kita ingin coba “membuka pipa-pipa baru” itu dengan mulai mengulik musik yang penuh akan improvisasi ini? Siapa tahu, malah kita bakal tertarik untuk belajar memainkan instrumen jazz dan jadi the next Coltrane? Oleh karena itu, melalui artikel ini saya akan memberikan rekomendasi 5 album esensial musik jazz yang easy listening dan cocok untuk didengar oleh pendengar awam.
ADVERTISEMENT
#1 Portrait in Jazz (1960) — Bill Evans Trio
Siapa penikmat jazz yang tidak kenal Bill Evans? Pianis kelahiran Amerika ini memulai karirnya sebagai salah satu pengiring di kuintet Miles Davis, yang akhirnya memproduksi album yang digadang-gadang sebagai 'album jazz paling penting dan berpengaruh sepanjang masa', yakni "Kind of Blue" (1959). Namun, Bill merasa tidak cukup jika ia hanya bermain sebagai pelengkap. Oleh karena itu, Bill Evans akhirnya membuat trionya sendiri dan menahbiskan dirinya sebagai frontman dalam sebuah grup. Dalam trionya, ia ditemani Scott LaFaro yang memainkan instrumen bass dan Paul Motian yang bermain drum.
Akhirnya, dihasilkanlah "Portrait in Jazz", album rekaman studio perdana dari mereka, yang melambungkan nama Bill Evans Trio ke kancah permusikan dunia. Pertunjukan musikalitas mereka di album ini bukan main. Walaupun ia membawakan pianonya sebagai suara utama, Bill tidak serta-merta mendominasi permainan. Melodi yang dilantunkan ensambel ini terasa seimbang dan penuh harmoni; mereka bermain bergantian, saling mengisi, saling melengkapi. They show the world on how to play good jazz as a trio, and set the benchmark for it. Lagu Autumn Leaves jadi bukti permainan terbaik mereka, dan Someday My Prince Will Come jadi lagu yang wajib didengarkan dari album ini. Long live the universal mind of Bill Evans!
ADVERTISEMENT
#2 Scenery (1976) — Ryo Fukui
Scenery” merupakan LP perdana sekaligus magnum opus dari Ryo Fukui, seorang jazz cult hero asal Jepang yang memainkan instrumen piano. Album ini berisikan 6 lagu dan lima di antaranya merupakan rendisi ulang dari lagu yang telah digubah oleh musisi-musisi kondang sebelumnya. Meskipun begitu, hal tersebut tidak mengurangi kualitas dari album ini, karena Ryo Fukui membawakan lagu-lagu tersebut dengan improvisasi berupa swing yang kental akan irama musik tradisional Jepang di dalamnya.
Melalui Early Summer, sepanjang 10 menit Ryo menunjukkan kepiawaiannya dalam bermusik dengan memainkan lagunya dengan dinamis dan ciamik, meskipun ia baru belajar bermain piano secara otodidak pada usia 22 tahun dan memproduksi album ini hanya 5 tahun setelahnya. Such an exceptional self-taught pianist. Sedangkan dalam lagu I Want to Talk About You, Ryo Fukui melantunkan lagu Coltrane itu dengan penuh harmoni, terasa kalem, dan naturesque; mirip sekali dengan budaya Jepang. Begitu juga dengan Scenery, satu-satunya lagu orisinal yang ia gubah sendiri, yang dimainkan dengan lembut dan sama indahnya. Oleh karena itu, album ini sangat cocok untuk menemanimu saat sedang bersantai di alam, sembari berselonjor memandang pepohonan dan pemandangan. Oh, aduhai~
ADVERTISEMENT
#3 Chet Baker Sings (1954)—Chet Baker
Apakah kalian pernah mengenali teman atau saudara yang punya bakat di berbagai bidang (dan bingung mengapa Tuhan memberi berkah tersebut kepada mereka dan tidak terhadapmu)? Nah, Chet Baker jadi salah satu contoh manusia istimewa yang dianugerahi bermacam talenta. Suaranya lembut, piawai saat mencipta lagu, dan alunan trompetnya begitu merdu. Dirinya menjadi perdebatan khalayak pada masa itu, karena sulit untuk memutuskan apakah Chet Baker adalah ‘seorang pemain terompet yang bernyanyi’ atau ‘seorang penyanyi yang memainkan terompet’.
Perdebatan itu dimulai ketika ia merilis sebuah album berjudul Chet Baker Sings pada tahun 1954. Album ini jadi ajang debutnya untuk menyumbang suara aslinya ke dalam musik yang ia buat. Nyanyiannya sangat mengagetkan kala itu; suaranya sejernih dan seempuk permainan terompetnya, dengan nada nan halus dan bebas dari vibrato. Gaya dan vokalisasinya dalam bernyanyi tidak aneh-aneh: sederhana, polos, dan very lowkey. Dalam I Fall in Love Too Easily dan Everything Happens to Me, kalian seperti mendengarkan cerita seorang pemuda yang sedang galau karena nasib percintaannya yang begitu nahas. Agaknya album ini akan cocok dinikmati ketika kalian merasa kesepian; karena melaluinya, kita seperti bisa mendengar Chet berkata “Aku juga pernah merasakannya, kawan. Tidak apa-apa, biarkan saja semuanya mengalir.”
ADVERTISEMENT
#4 “Getz/Gilberto” (1964) — Stan Getz, João Gilberto, & Antônio Carlos Jobim
Coba bayangkan, apakah mungkin musik jazz yang dinamis, penuh dengan spontanitas, dan bermusikalitas tinggi dipertemukan dengan musik pengiring tarian samba yang simpel, berulang, dan sederhana? Itulah yang terjadi pada album Getz/Gilberto; sebuah album yang membawa semangat samba ke tanah Amerika dan mendunia. Stan Getz, saksofonis Amerika, bersama dua musisi Brasil yakni João Gilberto (gitaris dan vokalis) dan Antônio Carlos Jobim (pianis) berhasil mengasimilasi kedua musik yang hampir berada di dua kutub yang berbeda tersebut menciptakan salah satu mahakarya terbesar dalam dunia musik yang bernama “bossa nova”.
Mereka memantapkan bossa nova menjadi bagian permanen dari lanskap musik salah satunya berkat sebuah lagu yang berpengaruh dalam sejarah jazz yakni “The Girl From Ipanema”, lagu klasik karangan Jobim yang turut dinyanyikan oleh istri João, Astrud Gilberto, yang belum pernah tampil di luar pintu rumahnya sendiri sebelum sesi rekaman lagu tersebut. Selain itu, sebagian besar lagu Jobim yang direkam di sini juga menjadi standar dari genre bossa nova ke depannya. Terlepas dari gebrakannya, pada album Getz/Gilberto ketiga musisi jenius ini memang bermain dengan anggun dan cantik sesuai dengan perannya: Getz bermain penuh liris, dan João serta Jobim menampilkan kelihaian yang harmonis dan berirama; ketiganya menghasilkan sebuah alunan indah yang sejuk dan penuh pesona. Walhasil, Getz/Gilberto jadi sebuah karya monumental di riwayat permusikan dunia.
ADVERTISEMENT
________________________________________
Sekian rekomendasi saya tentang album-album esensial untuk memulai mendengarkan jazz. Tenang saja, keempatnya bisa diputar melalui aplikasi/web pemutar musik seperti Youtube dan Spotify. Saya berharap album-album tersebut bisa berperan menjadi gerbang pembuka bagi teman-teman untuk mulai menikmati dunia jazz dan mengeksplorasi jenis-jenis instrumen atau sub-genre dari musik nan ciamik ini. Semoga kalian berhasil membuka pipa baru itu, dan membuat hidupmu berubah jadi lebih indah berkatnya~