news-card-video
6 Ramadhan 1446 HKamis, 06 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Kisah Manis PNI Soekarno dan Inggit Garnasih

Ardha Franstiya
Tukang ketik
17 Maret 2017 15:27 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ardha Franstiya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perceraian dengan Oetari menjadi penentu batas hubungan antara Soekarno dan Tjokroaminoto. Tidak ada bayangan lagi dalam diri Soekarno untuk menganut filosofi Tjokroaminoto yang kredo politiknya berbunyi, "Kesabaran adalah jaminan kemenangan."
ADVERTISEMENT
Kesabaran telah habis dalam dirinya. Setelah kembali ke Bandung, Soekarno langsung menggerebak panggung politik Indonesia.
Tugas Soekarno di Bandung, bukan hanya melanjutkan studi dan karier politiknya. Sosok Inggit menjadi urusan tersendiri dalam tujuannnya, Inggit bagaikan sosok istri ideal yang didambakannya.
Soekarno menyampaikan pesan kepada Inggit, bahwa ia menginginkan seorang istri yang merupakan perpaduan antara ibu, kekasih dan kawan. Kemauan itu membuat hati Inggit berbisik, "mungkinkah itu aku?."
Perasaan Soekarno terhadap Inggit tercium oleh Haji Sanusi, selaku suami dari Inggit saat itu. Akhirnya mereka berdua berunding, antara Haji Sanusi dan Inggit untuk menentukan jalan terbaik. Sebuah solusi lahir dari Haji Sanusi, yang rela menceraikan Inggit demi Kusno, panggilan akrab mereka pada Soekarno.
ADVERTISEMENT
Inggit berucap dalam kisahnya, "Aku diam. Sungguh aku telah menjadi orang yang tidak berdaya lagi dikalahkan oleh seorang laki-laki yang tinggi budinya. Bukankan sebenarnya diapun tahu isi hatiku? 'Eulis', kata kang Uci dengan terpatah-patah. Aku tahu dia pun menyatakannya. 'Eulis', ulangnya, 'akang telah katakan pada Kusno, cintailah Inggit dengan sungguh-sungguh dan jangan terlantarkan dia. Saya tidak senang, tidak rela kalau mesti melihat Inggit hidup sengsara, baik lahir maupun batin. Saya tidak rela kalau sampai mendengar kejadian menimpanya seperti itu."
Tepat pada tanggal 24 Maret 1923, Soekarno yang saat itu berusia 22 tahun, menikahi wanita yang berbeda jauh dari usianya, yaitu 36 tahun. Mereka menggelar pernikahan dirumah orang tua Inggit, di jalan Javaveem Bandung.
ADVERTISEMENT
Poeradisastra menilai Inggit Garnasih sebagai seorang wanita yang luar biasa. "Kekasih satu-satunya yang mencintai Soekarno tidak karena alasan harta dan takhta, yang selalu memberi dan tidak meminta kembali. Satu-satunya wanita yang bersedia menemani Soekarno dalam kemiskinan dan kekurangan."
"Saya harus meminta maaf sebesar-besarnya kepada semua janda Soekarno, dengan segala jasa dan segi positif masing-masing. Tetapi saya harus akui bahwa hanya Inggit merupakan tiga bentuk dalam satu kepribadian, yakni ibu, kekasih, dan kawan yang selalu memberi tanpa pernah meminta. Hanya satu kekurangannya, Inggit tidak melahirkan anak," tambahnya.
Sesampainya tiga tahun usia pernikahan, Inggit memberikan banyak dorongan pada Soekarno untuk meraih kesuksesan. Hanya sayangnya mereka belum juga dikaruniai anak. Karena keingginan yang kuat, akhirnya mereka mengadopsi bayi dari Mirtasi, kakak Inggit, yang dinamai Arawati. Namun karena sering sakit dan rewel, Soekarno mengganti nama anak angkatnya menjadi Ratna Juami yang akrab dipanggil Omi.
ADVERTISEMENT
Pada 4 Juli 1927, Soekarno bersama kawan kawan studi klubnya mendirikan PNI (Perserikatan Nasional Indonesia) dan dia menjadi ketuanya. Soekarno sadar betul tugas utamanya sebagai ketua PNI ialah menyatukan seluruh elemen gerakan pembebasan nasional dibawah panji-panji PNI.
Di bulan Mei 1928, kepanjangan PNI dirubah menjadi Partai Nasional Indonesia. Tujuan PNI ini sebagaimana telah dimulai dalam studi klub yang dibentuk oleh Soekarno dan para kawannya adalah kemerdekaan kepulauan Indonesia yang dicapai dengan cara non-kooperasi.
Berkat perjuangan keras Soekarno dan kawan-kawannya, serta tentu juga atas dukungan dari Inggit Garnasih. Hingga Desember 1929, jumlah anggota PNI bertambah pesat, berarti semakin kuat juga tekanan terhadap PNI yang pada saat itu dianggap sebagai organisasi gelap.
ADVERTISEMENT
Ditengah massa yang mayoritas berbahasa Sunda, Soekarno membutuhkan Inggit untuk membantu mengartikan perkataan yang sulit dipahami. Pada saat itu juga Inggit maju kedepan untuk menjelaskan apa yang ditanyakan orang itu.
Dirumah pun, Inggit merupakan pendukung utama kesuksesan perjuangan Soekarno. Sering kali Inggit menyediakan minuman asam untuk menghilangkan suara Soekarno yang parau. Inggit pun kadang menidurkan Soekarno, layaknya seperti memanjakan anak kecil.
"Aku kembali ke Bandung.., dan untuk tjintaku yang sesungguhnya," Soekarno kepada Inggit Garnasih.