Nestapa Bocah-bocah Suriah dalam Intaian Maut

6 April 2017 9:29 WIB
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Anak Suriah (Foto: AP Photo)
Tahun 2011. Suriah sebelum perang.
Seorang bocah berusia 13 tahun bernama Hamza al-Khateeb sangat suka bermain di kubangan ketika hujan mengguyur kampung halamannya di Jiza, kota bagian selatan Suriah.
ADVERTISEMENT
Jika musim sedang kering, Hamza bersama kawan-kawannya bermain burung di atas bukit sembari melihat ladang sayuran yang mulai tumbuh.
Kehidupan Hamza kala itu, seperti diberitakan Al Jazeera, begitu riang.
Namun semuanya berubah pada 29 April 2011. Bocah itu menghilang janggal. Kabarnya diculik oleh tentara karena ikut dalam demonstrasi antipemerintah di Saida, Suriah.
Hamza kembali ke rumah pada 24 Mei 2011. Ia kembali dalam wujud mayat.
Kepulangannya yang tinggal nama menjadikan dia sebagai pahlawan karena gugur menentang Bashar al-Assad.
Demonstrasi di Suriah pada tahun 2011. (Foto: REUTERS/Umit Bektas)
Perang Suriah dimulai dengan kisah miris kematian bocah bernama Hamza. Demonstrasi besar-besaran muncul di berbagai kota.
Berawal dari demonstrasi, muncul perlawanan kelompok besar oposisi bernama Free Syrian Army (FSA) yang bertujuan untuk meruntuhkan pemerintahan Assad.
ADVERTISEMENT
Perang sipil pun berkobar.
Enam tahun berselang, terlihat bahwa siksaan yang dialami Hamza hanya membuatnya jadi simbol --tanpa pembuktian atas kebebasan yang ia serukan.
Perang tak kunjung usai melanda Suriah.
Banyak anak-anak, termasuk kawan-kawan Hamza di Suriah, menjadi korban keganasan perang.
Terakhir kemarin, senjata kimia kembali ditembakkan ke penduduk yang menyebabkan 100 orang tewas. Diperkirakan separuh korban adalah anak-anak. Sementara ratusan lainnya terluka dan membutuhkan perawatan.
Anak-anak di Suriah sedang berkumpul (Foto: Dok. Misi Medis Suriah)
Raut wajah riang yang kelak menjadi penerus sebuah bangsa, sirna di Suriah. Mereka jadi korban nestapa rakyat negerinya.
Dalam laporan UNICEF berjudul Hitting Rock Bottom yang dikeluarkan pada Maret 2017, disebutkan bawah tahun 2016 atau tahun ke-5 dari perang sipil di Suriah adalah tahun terburuk bagi anak-anak di negeri itu.
ADVERTISEMENT
Sehari-hari, sebanyak 5,8 juta anak Suriah menyaksikan kekerasan dan perang di sekitar mereka. Di antaranya, sekitar 2,3 juta anak Suriah terpaksa berpisah dengan rumah mereka untuk mengungsi ke negara tetangga seperti Turki, Yordania, Mesir, dan Irak.
Masih ada 280 ribu anak yang berada di daerah konflik yang kerap dilanda kontak senjata. Namun bahkan di tempat yang mestinya aman seperti sekolah, rumah sakit, tempat bermain, hingga rumah mereka sendiri, ancaman bisa datang kapanpun dan nyawa dapat hilang sekedip mata.
Pasukan penyelamat Helm Putih mengevakuasi anak-anak dalam penyerangan di Aleppo, Suriah (Foto: Reuters/Sultan Kitaz)
"Seorang ayah di Aleppo hidup dalam trauma setelah membiarkan putri-putrinya pergi ke sekolah. Mereka berangkat dari rumah dengan membawa tas, namun segera tewas setelah granat meledak di ruang kelas," kata Green Cappelaere, Direktur Regional UNICEF.
ADVERTISEMENT
Jumlah anak yang menjadi korban tewas dan luka di sekolah di Suriah mencapai 255 orang.
Anak Suriah (Foto: AP Photo)
Ketika konflik Suriah semakin tegang pada 2016, anak-anak kembali jadi korban. Sepanjang tahun 2016, sebanyak 657 anak tewas dan dan 647 lainnya luka-luka.
Jumlah tersebut meningkat 20 persen lebih dari tahun sebelumnya.
Meriam dan granat yang seharusnya digunakan untuk menyerang musuh, justru 75 persen meledak di permukiman yang berisi warga tak berdosa. Dan 25 persen korban ledakan adalah anak-anak.
Bahkan anak-anak yang selamat, selamanya hidup dalam penderitaan akibat dampak konflik.
Relawan misi medis Suriah sedang bertugas di klinik (Foto: dok. Misi Medis Suriah)
Bagi bocah-bocah nahas Suriah ini, pendidikan adalah barang mewah. Sebanyak 1,75 juta anak di Suriah putus sekolah. Sementara 530 ribu pengungsi anak tak mendapat akses pendidikan.
ADVERTISEMENT
Tumbuh kembang anak-anak tersebut otomatis juga tak berjalan mulus. Seperempat anak kekurangan suplai makanan karena tinggal di daerah konflik.
Di pengungsian pun, banyak anak mengalami anemia karena asupan nutrisi yang buruk.
Sampai kapan anak-anak tak berdosa ini harus jadi korban perang saudara di negeri sendiri?
Korban senjata kimia di Suriah. (Foto: AP)
Korban senjata kimia sedang ditangani tim medis.. (Foto: AP)