Kiamat Perempuan: Ketika Mantan Pacar Menyebar Video Porno

26 Oktober 2017 9:27 WIB
Ilustrasi Pornografi (Foto: freestocks.org)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pornografi (Foto: freestocks.org)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Muda-mudi terpeleset pergaulan bebas bukan hal baru. Yang baru kini, ketika pasangan kekasih putus, sang mantan pacar yang ternyata diam-diam (atau terang-terangan) merekam aktivitas seksual mereka, lantas menyebarkan video mesum tersebut sebagai pembalasan dendam karena tak terima diputus cinta. Video yang mestinya privat, lalu tersebar di jagat maya. Kasus ini, di dunia internasional, dikenal dengan istilah revenge porn.
ADVERTISEMENT
Konten pornografi semacam itu--yang disebar mantan pacar sebagai pembalasan dendam--kerap merugikan kaum perempuan. Merekalah yang terbanyak menjadi korban: dipermalukan di depan publik, di-bully bersama di media sosial. Ini “kiamat” bagi perempuan.
Revenge porn memiliki dampak psikis serius akibat munculnya tekanan sosial yang cenderung tak adil terhadap korban. Konten porno yang melibatkan lelaki dan perempuan, pada akhirnya akan membuat si perempuan menjadi sorotan, namun tidak dengan si lelaki. Ini karena perempuan identik menjadi objek seksual.
Akhir 2016, perempuan Italia bernama Trivia Cantone yang menjadi korban revenge porn memilih untuk bunuh diri karena merasa tertekan.
Depresi yang dialami Cantone diungkapkan model Argentina, Belen Rodriguez. “Ketika saya mendengar dia (Cantone) tewas bunuh diri, saya langsung menangis karena pernah mengalami kejadian serupa dan saya tahu betapa mengerikannya itu,” ucap Belen kepada Telegraph.
ADVERTISEMENT
Revenge porn memang telah menjadi perbincangan di dunia. Ia berbeda dengan pornografi pada umumnya. Sebab punya tujuan spesifik untuk merendahkan seseorang yang ada dalam foto atau video erotis, dengan memanfaatkan birahi masyarakat yang bakal menempatkannya sebagai objek seksual bersama.
Itu karenanya sejumlah negara kini mulai serius berjuang memberantas revenge porn.
Australia baru saja merilis website pengaduan khusus untuk para korban kasus revenge porn. Program ini menelan biaya 2,8 juta poundsterling. Sementara beberapa kota di Amerika Serikat seperti New York dan Los Angeles telah memberlakukan hukum pidana terhadap pelaku revenge porn.
Ilustrasi Revenge Porn (Foto: cyberbullying.org)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Revenge Porn (Foto: cyberbullying.org)
Di seluruh dunia, banyak kasus menunjukkan bahwa penyebaran konten erotis, selain akibat peretasan dokumen pribadi, dilakukan oleh lelaki yang pernah menjadi mantan atau orang yang bertujuan memeras korban perempuan.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, beberapa artis dan figur publik langsung jadi sorotan ketika kasus penyebaran video atau foto porno menggores hidup mereka.
Peneliti dari Royal Melbourne Institute of Technology (RMIT) dan Monash University, dalam penelitian mereka di Australia, mengungkap bahwa angka revenge porn cukup mencengangkan.
Setelah mewawancarai 4.274 responden berusia 16 sampai 49 tahun di Australia, mereka mendapati satu dari lima responden melihat foto erotis mereka di dunia maya--tanpa mereka mau. Angka inilah yang meresahkan pemerintah Australia dan mendorong mereka mengucurkan banyak uang untuk portal pelaporan.
Fenomena yang sama juga terjadi di Inggris. Sebanyak 200 orang langsung terjerat Undang-Undang Anti-Revenge Porn sejak UU tersebut diberlakukan secara efektif September 2016.
Kesadaran untuk menghentikan kebiadaban revenge porn bahkan diorganisir website porno. Situs porno terbesar PornHub menerapkan Articial Intelligence untuk memilah antara konten porno yang dibuat oleh profesional dan publik.
ADVERTISEMENT
“Model AI yang kami gunakan hanya berlaku untuk para bintang porno profesional berdasarkan data yang kami punya. Mereka adalah orang-orang yang secara sadar ingin menjadi bagian dari film dewasa,” ujar Vice President Operasional PornHub Corey Pacey kepada New York Post.
Teknologi AI juga akan mulai digunakan situs lainnya pada 2018 dan 2019, guna memastikan industri pornografi tidak melibatkan orang-orang yang tidak berdosa.
Postingan gambar porno dalam album Facebook. (Foto: Vaksincom)
zoom-in-whitePerbesar
Postingan gambar porno dalam album Facebook. (Foto: Vaksincom)
Lantas bagaimana dengan pengaturan revenge porn di Indonesia?
Peraturan pornografi sejauh ini diatur dalam tiga naskah hukum, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dan UU No 44 2008 tentang Pornografi.
Pornografi disebut dalam bahasa kesusilaan pada Bab XIV KUHP. Lebih lanjut, penyebaran konten pornografi diatur ketat dalam UU ITE. Pasal 27 Ayat 1 UU ITE secara jelas menyebutkan pelaku sebagai: setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”
ADVERTISEMENT
Sementara UU Pornografi secara jelas mengatur larangan perbuatan memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi. Pasal 4 ayat 1 UU tersebut menyebut definisi “membuat” adalah tidak termasuk untuk dirinya sendiri.
Pasal-pasal tersebut memberi basis legal yang cukup untuk memberantas pornografi. Namun pornografi bukan sekadar hukum. Kasus bunuh diri Cantone menunjukkan, pornografi adalah perilaku manusia yang memiliki simbol dan makna tersendiri.
Dosen Filsafat Universitas Indonesia, LG Saraswati yang kerap disapa Saras Dewi, mengatakan masih ada aspek budaya dan hukum yang memberi celah perilaku kekerasan seksual--yang salah satu bentuknya adalah revenge porn.
Para penggerak Women's March. (Foto: Sattwika Duhita/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Para penggerak Women's March. (Foto: Sattwika Duhita/kumparan)
Melawan revenge porn harus dimulai dengan sikap tegas terhadap budaya patriarki. Dalam kungkungan budaya tersebut, konten pornografi memperoleh tempat karena dianggap sebagai alat melanggengkan kekuasaan terhadap tubuh perempuan.
ADVERTISEMENT
“Kalau kita turut mengakses, kita sebenarnya turut secara sosial melakukan kekerasan seksual kepada si korban. Masayarakat jangan menjadi kaki tangan kekerasan seksual,” kata Saras.
Hukum sendiri sering tidak responsif terhadap isu kekerasan seksual. Dalam beberapa kasus pelecehan, pelaku justru tidak mendapat konsekuensi hukum setimpal.
“Hukum kita gagap menentukan apa itu sexual harrasment atau sexual abuse. Masih sangat bias. Dianggap kenakalan remaja padahal ini kejahatan seksual. Jangan menjadi sesuatu yang dibiasakan,” ujarnya.
Di tengah tingginya angka kekerasan seksual, pemerintah dan masyarakat diharapkan memiliki kesadaran bersama untuk melawan peredaran konten pornografi. Kasus demi kasus revenge porn yang muncul ke permukaan, mestinya jadi perhatian serius.
===============
Simak ulasan mendalam lainnya dengan mengikuti topik Outline!
ADVERTISEMENT