Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Nama Rohingya kembali muncul beberapa bulan belakangan di media seluruh dunia. Seperti tahun-tahun sebelumnya, berita soal Rohingya melulu tentang penderitaan, penyiksaan, dan pembunuhan.
ADVERTISEMENT
Hidup terombang-ambing, dianiaya di Myanmar kabur ke Bangladesh. Di Bangladesh, mereka kembali diusir ke Myanmar.
Di Myanmar mereka tidak diakui negara walau telah tinggal beberapa generasi di negara itu, berujung pada diskriminasi, penganiayaan lagi, dan begitu seterusnya, lingkaran setan.
Aung San Suu Kyi yang awalnya dipandang sebagai harapan baru setelah memimpin Myanmar juga tidak kunjung membela Rohingya. Nasib warga minoritas Muslim ini tetap seperti yang dilabeli oleh PBB "etnis paling tersiksa di dunia."
Mengapa Rohingya sampai tidak diakui negara dan seakan "dimusuhi" oleh Myanmar?
Dirunut sejarahnya, permusuhan terhadap Rohingya terjadi sejak masa lampau.
Akar Konflik
Melansir The Economist, keberadaan Rohingya dimulai dengan penyebaran Islam di Bangladesh pada abad ke-17 oleh para pedagang Timur Tengah. Pada ke-17, ribuan warga Muslim Bangladesh ditawan oleh militer Arakan.
ADVERTISEMENT
Beberapa dari mereka dipaksa bekerja di kemiliteran, beberapa dijadikan budak, dan lainnya dipaksa tinggal di Arakan. Nama Rohingya sendiri berarti "penduduk Rohang", nama warga Muslim untuk Arakan.
Pada 1785, kerajaan Arakan ditaklukkan oleh tentara Burma.
Saat itu gesekan tidak pernah terjadi antara Muslim Rohingya dengan warga asli Arakan. Kondisi berubah sejak Inggris menaklukkan Arakan pada 1825. Myanmar menjadi bagian dari British India, membuat ratusan ribu warga Bangladesh membanjiri Arakan untuk bekerja.
Imigrasi massal ini memang meningkatkan perekonomian Arakan, tapi warga setempat marah karena merasa pekerjaan mereka direbut. Warga Rohingya yang telah lama tinggal di tempat itu kena getahnya, mulai dijuluki "Bengali" atau pendatang ilegal dari Bangladesh.
Hubungan kedua etnis memburuk setelah pada Perang Dunia II Inggris mempersenjatai warga Muslim untuk berperang dengan warga Rakhine yang kebanyakan memihak Jepang.
Tidak diakui negara
ADVERTISEMENT
Usai perang, permusuhan terhadap warga Rohingya tetap ada.
Rohingya tidak dianggap bagian dari 135 etnis yang diakui negara karena dianggap warga Bangladesh. Myanmar beranggapan Rohingya tidak memenuhi syarat undang-undang kewarganegaraan di tahun 1982 yang mengharuskan sebuah etnis menetap di negara itu sejak sebelum tahun 1823.
Celakanya Bangladesh juga tidak mengakui Rohingya.
Pada pertengahan 1990-an, Bangladesh merepatriasi sekitar 200 ribu Rohingya ke Myanmar. Di Myanmar mereka tidak diakui, tidak bisa mendapatkan jaminan sosial, sulit menempuh pendidikan, dan rawan jadi korban kekerasan.
Rohingya sendiri bersikeras bukan orang Bangladesh. Mereka berpegang teguh pada sejarah mereka yang kaya di kerajaan Arakan. Atas dasar ini, mereka ingin dianggap sebagai salah satu etnis pribumi Myanmar.
ADVERTISEMENT
Perbedaan identitas memunculkan bencana kemanusiaan. Konflik horizontal memuncak pada tahun 2012 antara Rohingya dan penduduk Arakan. Sejak saat itu kekerasan terhadap orang-orang Rohingya berlangsung secara sistematis.
Sebanyak 200 orang tewas dan 150 ribu dibawa ke kamp penampungan.
PBB mencatat jumlah etnis Rohingya saat ini mencapai 1,5 juta orang. Sebanyak 159 ribu orang lari dari Myanmar menyeberang samudera sebagai “manusia perahu”, hanya 82 ribu yang memiliki perlindungan legal dari PBB.
Di laut mereka menjadi korban perdagangan manusia atau mati kelaparan. Di Myanmar mereka teraniaya. Di Bangladesh diusir.
Kehidupan Rohingya serba salah.