Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Pemutaran dan Penghentian Film G30S/PKI
20 September 2017 17:55 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
ADVERTISEMENT
Hampir setiap tahun, September selalu dipanaskan dengan isu bangkitnya PKI --yang telah dibubarkan melalui Ketetapan MPRS Nomor XXV Tahun 1966.
ADVERTISEMENT
Tak hanya aksi kekerasan yang sempat terjadi pada akhir pekan lalu, kini film berjudul Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI pun kembali digaungkan.
TNI di bawah pimpinan Jenderal Gatot Nurmantyo menerbitkan aturan dan anjuran untuk menonton kembali film tersebut bersama-sama.
"Yang lain bicara negatif, biar sajalah, tapi tujuan saya agar semua generasi mengetahui bahwa kita pernah punya sejarah yang kelam, dan jangan sejarah itu berulang,” kata Jenderal TNI Gatot Nurmantyo di sela kunjungan ke makam Soeharto di Astana Giri Bangun, Karanganyar, Jawa Tengah, Selasa (19/9).
Mengikuti anjuran tersebut, SMK Muhammadiyah 1 Depok pun berencana menggelar nonton bareng untuk para siswanya. Hal yang sama dilakukan Kodim 0827/Sumenep yang akan menggelar nobar secara serentak.
Sementara Masjid Darussalam Kota Wisata Cibubur membagi-bagikan secara gratis DVD film Pengkhianatan G30S PKI. Sementara Joko Widodo menganjurkan agar film ini dibuat ulang dengan versi lebih kekinian dan millennial.
ADVERTISEMENT
Film Pengkhianatan G30S PKI dirilis tahun 1984 di bawah Pusat Produksi Film Negara (PFN).
Dari segi penggarapan, film ini terbilang serius dengan anggaran yang dihabiskan mencapai Rp 800 juta, terbesar di masa itu. Film ini bisa dibilang sebagai film kolosal karena melibatkan sekitar 200 pemain dan 10 ribu pemain tambahan.
Campur tangan rezim penguasa sangat kentara di film ini. Meskipun disutradarai oleh Arifin C. Noer, cerita hanya bersumber dari buku berjudul Tragedi Nasional Percobaan Kup G30S/PKI. Buku tersebut ditulis oleh sejarawan militer, Nugroho Notosusanto, yang turut serta menjadi penulis skenario.
Film diproduksi oleh PPFN, Pusat Produksi Film Negara, yang kala itu dipimpin oleh Brigadir Jenderal Gufran Dwipayana, yang juga menjabat staf kepresidenan.
ADVERTISEMENT
Film tersebut kemudian wajib tayang tiap pukul 10.00 pagi di tanggal 30 September. Film ini menjadi film wajib, terutama bagi PNS dan anak sekolah.
Pada periode 1984-1985, film yang tampak sangat menonjolkan ketokohan Soeharto ini menjadi film terlaris. Penontonnya lebih dari 600 ribu orang. Tak terhitung jumlahnya jika ditambah dengan mereka yang menonton di TVRI setiap 30 September selama hampir 14 tahun.
Dalam film, Soeharto digambarkan sebagai pahlawan dalam menumpas kudeta yang diceritakan dilakukan oleh Dewan Jenderal. Sementara PKI, melalui Dewan Jenderal, berencana melakukan kudeta terhadap Sukarno yang katanya tengah sakit.
Soeharto, demi menghindari pertempuran, mengumumkan lewat radio bahwa G30S itu kontrarevolusioner. Para pemimpin kudeta melarikan diri ke Halim Perdanakusuma, namun Soeharto berhasil mengambil alih markas Angkatan Udara ini.
ADVERTISEMENT
Kemudian makam para jenderal yang ditangkap dan dibunuh ditemukan di Lubang Buaya. Semua berkat Soeharto.
Film G30S/PKI dibuat dengan jalan cerita yang menonjolkan dosa PKI sebagai pembenaran atas penertiban yang dilakukan Soeharto dan Angkatan Darat kemudian terhadap eks-PKI, simpatisannya, dan semua gerakan kiri Indonesia. Tak heran, mengingat pembuatan skenario film tidak lepas dari peran Pusat Sejarah ABRI.
Sinematografi polesan Arifin C. Noer ini kemudian memperoleh pengakuan di berbagai ajang penghargaan film. Begitu dirilis tahun 1984, Festival Film Indonesia mengganjar film ini sebagai film dengan Skenario Terbaik. Film ini juga menjadi nomine Film Cerita Terbaik, Penyutradaraan Terbaik, Tata Kamera Terbaik, Tata Musik Terbaik, Tata Artistik Terbaik.
Penggarapan film ini bisa dibilang luar biasa.
ADVERTISEMENT
Sampai akhirnya, satu-satunya film rekonstruksi peristiwa G30S di masa itu, berhenti tayang secara nasional pada Oktober 1998.
Beberapa kelompok masyarakat, salah satunya Perhimpunan Purnawirawan Angkatan Udara Republik Indonesia meminta film tersebut tak lagi menjadi tontonan wajib. Alasannya adalah berbagai ketidakakuratan dalam film yang membuatnya tidak bisa dijadikan acuan sejarah tunggal.
Apalagi sejarah selalu memiliki dimensi cerita berbeda, tergantung dari penafsiran, para sumber, dan sebagainya.
Sejarawan LIPI Asvi Warman Adam menyebutkan, mantan KSAU Marsekal Udara Saleh Basarah meminta penghentian pemutaran film. Asvi menganggap film ini menyudutkan korps Angkatan Udara.
“Saya mendengar pengakuan dari Saleh Basarah bahwa pada tahun 1998 dia menelepon Menteri Penerangan Yunus Yosfiah dan Menteri Pendidikan Juwono Sudarsono agar film Pengkhianatan G30S/PKI tidak diputar lagi. Di dalam film tersebut terkesan bahwa ‘Halim adalah sarang pemberontak’,” kata Asvi seperti dikutip dari Historia .
ADVERTISEMENT
Jika terus-menerus wajib ditayangkan, ketidakakuratan dalam film akan dianggap sebagai realita sejarah yang menyudutkan TNI AU. Menteri Penerangan Letjen TNI Yunus Yosfiah dan Menteri Pendidikan Nasional Juwono Sudarsono setuju atas gagasan tersebut.
Turunnya Orde Baru pada 1998 menjadi momentum untuk mengajukan penghentian penayangan film di televisi. “Sepanjang Orde Baru, stigma negatif itu melekat pada korps ini. Peluang untuk meluruskan sejarah AURI baru terbuka setelah kejatuhan Soeharto,” jelas Asvi.
Berhentinya pemutaran film ikut menandai sejarah baru bagi diskusi soal Tragedi 1965.
Setelah reformasi, berbagai upaya pelurusan sejarah tragedi 1965 mencuat. Narasi pemberontakan PKI mulai ditandingi dengan kerja-kerja akademik yang mengusik narasi mapan bahwa dalang tragedi 1965 adalah PKI semata.
ADVERTISEMENT
Berbagai buku dan penelusuran sejarah menyangsikan hal tersebut. Narasi tandingan bahwa 1965 adalah periode tragedi kemanusiaan dan pembunuhan masal pun muncul.
Film ini kemudian menjadi salah satu target kritik karena otentisitas sejarahnya. Setidaknya ada enam perkara sejarah yang dinilai keliru dalam film ini.
Pertama, latihan sukarelawan Dwikora diadakan di Desa Lubang Buaya, Pondok Gede, yang bukan merupakan wilayah Halim Perdanakusuma.
Kedua, AURI secara institusional tidak terlibat dalam upaya cerita kudeta G30S, meski ada anggota pasukannya yang disebut terlibat, yakni Mayor Udara Sujono.
Ketiga, dalam rapat PKI digambarkan D.N Aidit sebagai perokok berat. Padahal kenyataannya Aidit bukan pecandu rokok, bahkan menganjurkan kawan-kawannya untuk berhenti merokok.
Seruan berhenti merokok oleh Aidit itu tertuang dalam “Resolusi Dewan Harian Politbiro CC PKI” tertanggal 5 Januari 1959 demi kesehatan dan finansial partai.
ADVERTISEMENT
Keempat, menyoal peta Indonesia yang muncul dalam film G30S. Dalam salah satu adegan, peta memasukan wilayah Timor Timur tahun 1965 sebagai bagian dari Indonesia. Padahal baru pada 1967 Timor Timur masuk menjadi bagian wilayah Indonesia.
Kelima, terdapat adegan-adegan sadis --yang kurang tepat diperuntukkan bagi anak sekolah-- seperti pencungkilan mata, pemotongan alat kelamin, atau penyayatan tubuh para perwira TNI AD. Padahal berdasarkan data visum, tidak ditemukan kondisi demikian sama sekali.
Keenam, cerita Sukarno yang kala itu tengah sakit keras dinilai tidak tepat. Karena pada tanggal 30 September itu Sukarno hadir dalam sejumlah kegiatan seremonial seperti pembukaan Musyawarah Nasional Teknik di Istora Senayan Jakarta pada 30 September 1965.
Sayangnya, pelurusan sejarah mandek karena ruang dialog tertutup, penelitian-penelitian ilmiah pun lebih banyak dilakukan oleh para peneliti internasional. Imajinasi yang terpampang di film seperti penyiksaan keji para jenderal yang dilakukan sambil menari masih membayangi sebagian masyarakat.
ADVERTISEMENT
Orde Baru kemudian bukan sekadar periode waktu kepemimpinan Soeharto sejak 1966 hingga 1998. Ia melahirkan nalar dan ketakutan, seperti antikomunisme beserta semua simbol-simbol yang dilekatkannya. Ia membentuk imajinasi tertutup yang sulit membuka diri pada terang ilmu pengetahuan.
Orde Baru memang telah berhenti, tapi narasi yang dibentuknya masih tetap berlanjut --atau dirawat dan dimanfaatkan?