Konten dari Pengguna

UU Kesehatan : Payung Hukum Hak Pasien ODGJ Memperoleh Pelayanan Medis

Ardhiana Marindah Febryanti Nainggolan
Mahasiswa Fakultas Hukum USU
6 Oktober 2024 14:54 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ardhiana Marindah Febryanti Nainggolan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Ardhiana Marindah Febryanti Nainggolan
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Ardhiana Marindah Febryanti Nainggolan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perlindungan hukum kesehatan terhadap pasien ODGJ dalam memperoleh pelayanan medis sama dengan masyarakat secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Dalam konstitusi di Indonesia tercantum dalam Pasal 28 H ayat (1) dan Pasal 28 D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dan menjadi tanggung jawab negara untuk memberikan perlindungan, penegakan hukum dan pemenuhan hak asasi manusia dengan tanpa diskriminatif.
Namun, tantangan dalam implementasi kebijakan ini tetap ada, seperti stigma dan kekurangan sumber daya. Terkhususnya perlindungan bagi ODGJ di rumah sakit khusus jiwa untuk memperoleh hak dalam pelayanan kesehatan belum maksimal. Menjadi sorotan bagaimana Undang-Undang kesehatan terbaru dapat memperkuat perlindungan hak pasien serta mengidentifikasi langkah-langkah yang diperlukan untuk mewujudkan akses yang lebih baik bagi pasien dengan gangguan jiwa?
ADVERTISEMENT

Perlindungan Hukum Pasien ODGJ

Dalam tatanan peraturan perundang-undangan di Indonesia mengatur mengenai kesehatan jiwa dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan pada (Pasal 75) upaya kesehatan jiwa diberikan secara proaktif, terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan sepanjang siklus kehidupan manusia bagi orang yang berisiko, orang dengan gangguan jiwa, dan masyarakat. Upaya Kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud termasuk upaya pencegahan bunuh diri melalui pencegahan faktor risiko bunuh diri, pencegahan timbulnya pemikiran tentang menyakiti diri sendiri, dan pencegahan percobaan bunuh diri.
Hak Pasien ODGJ diatur dalam lebih jelas dalam PP No. 28 Tahun 2024 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan (Pasal 148) :
ADVERTISEMENT
Setiap orang dilarang melakukan pemasungan, penelantaran, kekerasan, dan/ atau menyuruh orang lain untuk melakukan pemasungan, penelantaran, dan/ atau kekerasan terhadap orang yang berisiko atau orang dengan gangguan jiwa, atau tindakan lainnya yang melanggar hak asasi orang yang berisiko dan orang dengan gangguan jiwa. Upaya Kesehatan jiwa dalam bentuk Pelayanan Kesehatan dilaksanakan oleh Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan di bidang Kesehatan jiwa, tenaga profesional lainnya, dan tenaga lain yang terlatih di bidang Kesehatan jiwa dengan tetap menghormati hak asasi Pasien ( UU Kesehatan Pasal 78).
Penatalaksanaan orang dengan gangguan jiwa yang dilakukan secara rawat inap harus mendapatkan persetujuan tindakan secara tertulis dari orang dengan gangguan jiwa yang bersangkutan. Dalam hal orang dengan gangguan jiwa yang dianggap tidak cakap dalam membuat keputusan, persetujuan tindakan dapat diberikan oleh: suami atau istri, orang tua, anak atau saudara kandung yang paling sedikit berusia 18 (delapan belas) tahun, wali atau pengampu, atau pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
ADVERTISEMENT
Dalam hal orang dengan gangguan jiwa dianggap tidak cakap dan pihak yang memberikan persetujuan tindakan sebagaimana dimaksud tidak ada, tindakan medis yang ditujukan untuk mengatasi kondisi kedaruratan dapat diberikan tanpa persetujuan. Orang dengan gangguan jiwa yang telah dilakukan penyembuhan berhak menentukan tindakan medis yang akan dilakukannya (Pasal 80 UU Kesehatan).
Payung hukum hak pasien ODGJ dalam memperoleh pelayanan medis diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan terdapat pada bagian keenam kesehatan jiwa mulai dari Pasal 74 – Pasal 85. Selain itu diatur lebih mendalam dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2024 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan pada bagian keenam kesehatan jiwa mulai dari Pasal 145 – Pasal 177.
ADVERTISEMENT

Kesimpulan

Di Indonesia, keberadaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa telah memberikan kerangka dasar bagi perlindungan hak-hak pasien. Namun, dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penanganan Kesehatan Jiwa dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 terdapat harapan baru untuk meningkatkan standar pelayanan dan memperkuat jaminan hak pasien. Pasien ODGJ sering sekali tidak mendapatkan perawatan yang memadai dari fasilitas kesehatan dan tenaga medis dan fasilitas yang tidak mendukung dalam pengobatan pasien tersebut.
Stigma sosial yang kuat terhadap orang dengan gangguan jiwa sering kali menghambat akses pasien ke perawatan medis yang memadai. Diskriminasi dan pengabaian hak-hak individu dengan gangguan jiwa sering terjadi karena masyarakat dan tenaga medis melihat mereka dengan pandangan negatif. Meskipun Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 menegaskan pentingnya menghapus stigma dan menjamin hak-hak pasien, namun implementasinya masih menghadapi beberapa masalah, seperti sumber daya yang terbatas dan kurangnya kesadaran hukum di kalangan tenaga kesehatan.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu diperlukannya kerja sama dari berbagai pihak mulai dari Pemerintah, Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan, lembaga/institusi, fasilitas pelayanan kesehatan, masyarakat dan keluarga untuk turut serta melindungi dan merangkul pasien dengan gangguan jiwa dan mengurangi stigma negatif tentang ODGJ.

Referensi :

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor. 28 Tahun 2024 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan.