Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Ubah Cara Pandang Kita Tentang Prestasi
21 Desember 2024 15:22 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Ardiyansah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Prestasi merupakan hal yang sangat membanggakan dalam hidup kita, bagaimana tidak, untuk mencapai sebuah prestasi kita harus membutuhkan usaha dan kerja keras yang tidak main-main, menggunakan seluruh kemampuan dan potensi yang kita punya. Kita berlatih terus menerus tanpa lelah, diimbangi dengan semangat yang tinggi, namun terkadang kita merasakan kegagalan didepan mata sehingga membuat kita ingin menyerah dan memutuskan untuk
ADVERTISEMENT
berhenti mencapai titik itu. Itulah mengapa apabila kita berhasil meraih yang namanya prestasi, seolah hal itu terus tertancap dalam benak kita bahwa betul, usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil, begitu kata bijak yang sering kita dengar dari guru, orang tua, ataupun teman sebagai pendorong motivasi. Untuk meraih prestasi pun, kita harus terlebih dahulu mengetahui apa potensi dalam diri kita yang bisa kita kembangkan. Atau dalam ranah Islamnya adalah apa anugerah yang Allah berikan kepada saya. Muncul lah pertanyaan-pertanyaan demikian yang membuat kita mencari berbagai cara untuk menemukan siapa jati diri kita sebenarnya. Mulai dengan mencari di internet tentang cara menemukan potensi diri sendiri, berselancar di dunia maya demi menemukan siapa sebenernya sosok diri kita ini, bahkan tidak sampai disitu, apabila masih belum menemukannya, kita bertanya kepada orang tua, guru, bahkan teman kita sendiri, yang banyak dari sebagian orang sudah bertanya, namun masih belum kunjung untuk menemukan siapa dirinya saya ini. Hal demikian seringkali menjadi penyebab terbesar kita untuk tidak berkembang. Mengapa demikian?, karena kita sibuk mencari dan mencari siapa sosok diri kita sebenarnya tanpa pernah beraksi atau berbuat langsung yang kita bisa lakukan. Sehingga kita hanya difokuskan dalam hal mencari tanpa berjalan kearah merubah diri kita sendiri. Pada akhirnya kita pun tidak akan pernah menemukan siapa jati diri kita sebenernya atau potensi apa yang sebenernya kita miliki. Jika sudah demikian, timbul lah rasa insecure yang menjadi momok mematikan bagi setiap orang. Insecure ibarat sebuah racun yang mengikis kepercayaan diri kita perlahan demi perlahan. Insecure menjadikan kita seonggok manusia tanpa ada planning arah kedepan yang jelas, terombang-ambing dalam badai persaingan yang tahun ketahun semakin tajam dan deras. Jika sudah seperti ini, pikiran yang merasuk dalam hati kita ialah memasrahkan semuanya kepada Allah yang Maha Mengetahui. Kita pasrah dan tidak tahu arah, karena kita tidak memiliki potensi yang bisa kita gunakan sebagai obor dalam melangkah di kegelapan hidup ini. Inilah yang disebut sebagai hamba yang mudah putus asa. Padahal Allah sendiri yang memerintahkan kepada setiap hambanya, agar jangan pernah berputus asa atas apa yang sedang dirasa oleh setiap hamba. Oleh sebab itu, putus asa merupakan sikap yang tidak sesuai dengan iman kepada Allah.
ADVERTISEMENT
Tulisan ini hadir untuk sedikit menjawab problem dari kita tentang insecure, yang merasa bahwa diri kita selama ini belum menorehkan prestasi, dikarenakan kita putus asa dalam mencari potensi diri yang kita miliki. Sebelum melangkah lebih jauh kedalam pembahasan inti dari tulisan ini, penulis meminta kepada para pembaca untuk mencari, memahami, dan merenungi terlebih dahulu makna dari prestasi itu sendiri. Apa sebenarnya makna dari prestasi itu?. Apabila kita mengetik dan mencari jawaban nya di Google, kita akan temukan bahwa arti prestasi itu adalah hasil dari usaha yang telah dikerjakan atau dicapai, baik dalam bidang belajar, bekerja, atau berlatih keterampilan. Prestasi dapat diartikan sebagai tingkah laku keberhasilan dalam mencapai target atau tujuan yang telah direncanakan. Dalam definisi ini kita temukan ada satu kata yang menarik untuk kita bahas, yaitu kata berhasil. Mari kita garis bawahi kata berhasil ini, dan muncul lah sebuah pertanyaan dari kata berhasil, pertanyaan tersebut ialah, apa indikator dari keberhasilan?, atau bagaimana seseorang bisa dikatakan berhasil?. Indikator keberhasilan seseorang bisa berbeda-beda, tergantung pada konteksnya, dari beberapa sumber yang penulis cari bahwa indikator keberhasilan itu sesuai dengan sudut pandang masing-masing, seperti yang dijelaskan pada kalimat diatas, beberapa sumber pun menyebutkan bahwa keberhasilan seseorang itu berupa ingin terus belajar dan berkembang, berpikir secara terbuka, pemaaf, bahkan ada juga yang menyebutkan ketika kita senang melihat keberhasilan orang lain itupun termasuk kedalam indikator keberhasilan yang penulis temukan. Beberapa indikator diatas tidak ada sama sekali yang menyebutkan bahwa keberhasilan seseorang itu diukur dengan berapa piala, atau gelar juara yang sudah diraih. Faktor penyebab penulis membuat tulisan ini ialah, bahwa masih banyak diantara kita yang memandang bahwa seseorang yang berprestasi atau seseorang yang berhasil ialah yang telah memenangkan kejuaraan, atau telah menyelesaikan hafalan, pelajaran, dan lain sebagainya dengan target serta tujuan yang hendak dicapai. Hal ini membuat sebagian dari kita memiliki perasaan minder apabila melihat orang lain berhasil meraih juara atau menyelesaikan suatu target tujuan tersebut. Sehingga mereka menganggap bahwa dirinya tidak memiliki potensi apapun yang dibanggakan, karena mereka menganggap jika saya belum pernah sama sekali meraih juara atau tujuan yang saya raih belum seratus persen tercapai maka saya gagal. Putus asa dan insecure lah yang bersarang didalam hati dan pikiran mereka. Padahal sudah jelas diterangkan dalam Al-Quran, Surat At-Tin ayat 4, bahwa Allah menciptakan manusia kedalam bentuk yang sebaik-baiknya. Inilah ayat yang perlu kita imani dengan penuh sebagai batu loncatan kita, sebagai awal pondasi kita untuk tidak menjadi hamba yang mudah putus asa dan insecure. Tulisan ini hadir untuk mengubah cara pandang kita tentang prestasi yang tidak selalu soal juara, atau menang, melainkan makna prestasi itu lebih luas dan yang utamanya adalah bagaimana kita memandang sebuah keberhasilan itu sendiri. Mungkin saja dari kita yang belum pernah menjuarai atau selesai dalam menempuh target tujuan, bukan berarti kita adalah orang yang tidak berprestasi, sehingga perasaan minder dan kurang percaya diri yang menyelimuti diri kita terus menerus. Boleh jadi kita sudah berprestasi, namun kita tidak menyadari akan hal itu, dikarenakan kita masih memiliki cara pandang bahwa prestasi itu soal kejuaraan dan kemenangan. Coba kita pahami dan renungkan kembali indikator-indikator keberhasilan diatas, saya yakin ada sebagian yang sudah tertanam dalam diri kita, seperti ketika kita melihat teman kita berhasil mendapatkan beasiswa atau memenangkan sebuah perlombaan, kita merasa bangga memiliki teman seperti itu, seakan-akan kebahagiaan yang dirasakan oleh teman kita pun demikian juga kita rasakan, tidak ada sedikitpun rasa iri, merendahkan, atau bahkan sampai ingin menjatuhkan. Ini bisa dikatakan sebuah prestasi, jika kita memandang dengan kacamata yang berbeda, mengapa demikian bisa dikatakan prestasi?, karena pada saat itu kita berhasil meredam salah satu penyakit hati yang menimbulkan berbagai macam penyakit lainnya, yaitu penyakit hati yang bernama iri dan dengki. Sekarang coba kita renungkan kembali, kita mengingat ulang kehidupan-kehidupan kita atau setiap momen yang sudah kita lewati, tanpa sadar kita bisa berada pada titik saat ini, sampai detik ini, berapa banyak ujian yang sudah kita lewati, tentu kita tidak bisa menghitungnya, namun kita masih bisa mengingat setiap momen yang membuat kita jatuh dan merasa gagal, merasa bahwa dunia ini kejam, namun secara tidak sadar ternyata kita berhasil melewati itu semua, dan kini berada pada posisi yang dimana banyak orang tidak bisa berada dalam posisi kita saat ini. Atau coba renungkan bagi kita yang seorang pelajar. Kini sebagian dari kita ada yang sudah lulus SD, maka lihatlah perjalanan yang tak terasa selama 6 tahun itu, bisa kita lewati dan sampai pada titik sekarang ini. Atau mungkin kini sebagian dari kita sudah menjadi mahasiswa, maka lihatlah perjalanan kita selama 12 tahun hingga sampai titik ini, banyak orang yang ingin berada di titik kita sekarang ini. Menjadi mahasiswa, menjadi guru yang hebat, menjadi pedagang yang sukses, atau bahkan memiliki karir yang cemerlang. Apakah kita meraih itu semua dengan juara?, tentu tidak bukan. Itulah mengapa bahwa prestasi jika kita ubah sudut pandang kita dari yang sempit kita ubah menjadi sudut pandang yang luas, maka akan kita temukan diri kita telah berpestasi, sesuai dengan jalan hidupnya masing-masing. Problem lain dari hal ini ialah ketika orang tua yang memiliki anak, namun anak nya berbeda dari yang lain, dimana teman sebayanya sudah banyak menorehkan kejuaraan di berbagai sekolah, namun anaknya sendiri belum mampu meraih itu. Janganlah untuk menganggap anak kita sebagai anak yang tidak bisa apa-apa, kita sebagai orang tua harus memberi dukungan penuh dan positif untuk perkembangan anak, maka yang perlu kita lakukan sebagai orang tua adalah mengubah sudut pandang kita tentang prestasi, boleh jadi anak kita memang tidak unggul dalam hal akademik maupun non akademiknya, namun mungkin ia memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki orang lain, seperti contohnya ialah, mampu meredam emosionalnya, atau pintar dalam membaca situasi, dan pantang menyerah, inilah merupakan sikap dari seorang pejuang yang sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian bahwa prestasi itu memiliki makna yang luas apabila kita memandang nya dengan pandangan bersyukur. Karena obat yang paling ampuh dalam meredam rasa insecure dalam diri kita ialah dengan bersyukur. Yakinkan pada diri kita bahwa kita berprestasi, yakinkan pada diri kita bahwa kita berhasil. Jadi sembari terus kita belajar, dan menjalani kehidupan ini dengan baik, maka disitulah akan kita temukan siapa sosok diri kita sebenarnya, jika kita sudaha menemukan sosok diri kita sebenarnya dititik itu lah kamu sudah berhasil dan beprestasi, dalam hal apa?, dalam hal menghilangkan rasa putus asa, dan meredam sedalam mungkin rasa insecure untuk menumbuhkankembangkan rasa bersyukur, demikian yang dapat penulis sampaikan, tulisan ini sebagai renungan diri sendiri, dan penulis mengajak kepada para pembaca untuk berusaha merenunginya juga. Semoga bermanfaat.
ADVERTISEMENT