Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
WhatsApp Grup Keluarga Sebagai Sumber Informasi Hoax
21 Januari 2021 18:25 WIB
Tulisan dari Ardian Dimas Prayoga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dunia telah memiliki mekanisme tersendiri dalam proses interaksi yang khas selama berabad-abad. Pada masa sekarang ini tuntutan atas interaksi tersebut berkembang baik dalam bentuk dan instensitas (Rakhmawati, 2016 : 1). Dewasa ini teknologi berkembang begitu pesat. Hampir segala aktivitas manusia memanfaatkan teknologi. Teknologi seakan menjadi kebutuhan primer yang sangat penting. Aktivitas sehari-hari seperti berkomunikasipun lebih banyak dilakukan menggunakan teknologi.
ADVERTISEMENT
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah melahirkan sebuah kebudayaan baru yang sekarang ini akrab dikenal dengan budaya digital. Budaya digital merupakan sebuah fenomena yang merujuk pada kebiasaan baru masyarakat dalam memanfaatkan teknologi berbasis digital untuk membantu dan mempermudah keberlangsungan hidupnya. Bentuk komunikasi yang lahir pada budaya digital ini mengarah pada model CMC (computer mediated communication). Gangguan komunikasi yang dulunya hadir berupa keterbatasa jarak karena letak geografis kini dapat diatasi dengan sebuah komunikasi secara virtual alias dengan memanfaatkan teknologi digital. Bentuk komunikasi seperti ini dapat terjadi karena adanya ruang baru yang diciptakan, dimana ruang baru itu biasa disebut cyber space.
Cyber space, merupakan ruang digital yang dimanfaatkan dalam melakukan berbagai macam kegiatan yang salah satunya adalah aktivitas komunikasi. Komunikasi yang dilakukan dalam ruang digital ini tidak terlepas dari peran internet. Perkembangan internet telah merubah cara berkomunikasi masyarakat, yakni dengan memanfaatkan atau melalui sosial media. Hadirnya media sosial telah menambah satu cara berkomunikasi yang lebih efisien yang bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja. Kini dalam melakukan komunikasi tidak perlu lagi menghawatirkan jarak, waktu, ataupun ruang, semuanya bisa diatasi oleh kehadiran teknologi digital dan juga internet. Salah satu platform media sosial yang paling banyak digandrungi masyarakat saat ini adalah aplikasi WhatsApp.
ADVERTISEMENT
WhatsApp ialah sebuah aplikasi berbasis internet yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai media untuk berkomunikasi. Di era sekarang ini WhatsApp sangat populer dan menjadi aplikasi chatting berbasis internet yang memiliki jumlah pengguna paling banyak. Banyak alasan yang mendasari para pengguna memilih WhatsApp sebagai sarana berkomunikasi, diantaranya adalah WhatsApp memiliki fitur chat yang sederhana seperti SMS, terhubung langsung dengan nomor di kontak telepon atau handphone, praktis dan memiliki fitur yang beragam seperti telepon dan video call, bisa berbagi dokumen dan story, dan tentunya gratis serta tidak ada iklan. WhatsApp telah memberikan banyak dampak positif bagi penggunanya, namun disamping itu ada juga dampak negatif yang seringkali ditemukan berseliweran di WhatsApp yakni adalah informasi bohong (hoax) dengan judul yang provokatif sehingga bisa menggiring pembaca dan penerima kearah pemahaman atau opini yang salah.
ADVERTISEMENT
Fenomena hoax sekarang ini sudah menjadi hal yang sangat lazim ditemukan dalam media sosial khususnya WhatsApp. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mastel (2017) menyebutkan bahwa saluran yang banyak digunakan dalam penyebaran hoax adalah situs web, sebesar 34,90%, aplikasi chatting (Whatsapp, Line, Telegram) sebesar 62,80%, dan melalui media sosial (Facebook, Twitter, Instagram, dan Path) yang merupakan media terbanyak digunakan yaitu mencapai 92,40%. Hal serupa juga telah dipaparkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika yang menyebutkan bahwa ada sebanyak 800 ribu situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar hoax dan ujaran kebencian (Pratama, 2016). Oleh hal sebab itu, tak heran jika banyak asusmi yang menyatakan bahwa sumber pemberitaan hoax di WhatsApp seringkali justru bersumber dari WhatsApp Grup keluarga.
ADVERTISEMENT
WhatsApp Grup keluarga dinilai menjadi sarang dari segala informasi. Adanya fitur share membuat sebuah informasi begitu cepat berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Mudahnya penyebaran konten informasi hoax ini terjadi karena tidak adanya filterisasi oleh para pengguna terlebih orang tua. Menurut data analisis kominfo, penyebar hoaks lebih cenderung orang tua yang berusia 45 tahun keatas. Kebiasaan orang tua adalah tidak memilih dan memilah informasi yang dikonsumsinya, kemudian membagikannya kedalam sebuah grup yang berisikian anggota keluarga dan atau mendapatkan informasi dari dalam grup keluarga tersebut. Aplagi banyak didapati kasus orang tua yang tidak membaca isi secara keseluruhan, namun hanya membaca judul lalu kemudian asal share. Membaca keseluruhan isi dari sebuah informasipun masih memiliki potensi akan sebuah informasi palsu, apalagi hanya membaca judul saja. Hal ini sesuai dengan analisis yang dilakukan oleh Political Waves, ada tiga faktor masyarakat Indonesia sangat mudah dipengaruhi oleh berbagai konten hoax yaitu, pertama minat baca masyarakat masih sangat kurang. Kedua, tidak memeriksa kebenaran dan keaslian berita tersebut. Hal ini memberikan perubahan berbagai pandangan masyarakat Indonesia terhadap fenomena yang sedang marak dibicarakan oleh umum. Ketiga, masyarakat Indonesia terlalu cepat dalam menyimpulkan suatu peristiwa yang terjadi. Hal tersebut dikarenakan kurangnya pengetahuan atas sebab dan akibat, ketika hal tersebut terjadi dapat disimpulkan bahwa kurangnya niat dalam mencari tahu hal yang lebih jelas. Hal ini tentu menjadi sebuah perhatian serius yang harus segera dibenahi. Dibutuhkannya sebuah edukasi agar para pengguna sosial media yang salah satu contohnya adalah WhatsApp untuk lebih bijak lagi menggunakannya. Hal ini juga penting untuk meminimalisir penyebaran informasi bohong (hoax).
ADVERTISEMENT
Ada banyak sekali cara yang dapat dilakukan untuk memastikan sebuah konten atau informasi bersifat hoax, yang mana hal itu bisa diperhatikan melalui ciri-ciri informasi itu sendiri, seperti kata-kata yang dimuat didalamnya, apakah kata-kata itu ditulis dengan sempurna atau asal-asalan, penggunaan tata bahasa dan ejaan yang benar, sumber yang tercantum apakah sudah jelas dan dapat dipertanggungjawabkan atau tidak, kelogisan isi konten, kenetralan isi konten, dan masih banyak ciri-ciri lainnya. Dalam hal ini penting sekali untuk cermat dan bijak dalam menelaah setiap informasi yang dikonsumsi, jangan sampai hanya menjadi pengguna pasif yang ikut-ikutan dalam meneruskan setiap informasi. Ada tiga pendekatan penting yang diperlukan untuk mengantisipasi penyebaran berita hoax di masyarakat yaitu pendekatan kelembagaan, teknologi dan literasi. Pendekatan kelembagaan, dengan terus menggalakkan komunitas anti hoax. Dari sisi pendekatan teknologi, dengan aplikasi hoax cheker yang bisa digunakan oleh masyarakat untuk mengecek kebenaran berita yang berindikasi hoax. Pendekatan literasi, dengan gerakan anti berita hoax maupun sosialisasi kepada masyarakat mulai dari sekolah hingga masyarakat umum yang ditingkatkan dan digalakkan, bukan saja oleh pemerintah tetapi juga oleh seluru lapisan masyarakat termasuk institusiinstitusi non pemerintah lainnya (Christiany Juditha, 2018).
ADVERTISEMENT
Sebagai sebuah kesimpulan, informasi bohong (hoax) mudah sekali tersebar di media sosial khususnya WhatsApp seperti yang sudah diapaparkan sebelumnya. Penyebaran informasi bohong (hoax) didukung oleh lemahnya minat baca atau literasi yang dimiliki oleh penggunanya. Oleh karena itu penting sekali bagi para pengguna media sosial WhastApp untuk lebih bijak dalam bersosial media, tidak asal share sebuah konten yang dikonsumsi melainkan mencari terlebih dahulu asal usul konten tersebut, validitas informasi yang dimuat, layak atau tidaknya diteruskan, dan hal penting lainnya agar dapat meminimalisir tingkat penyebaran informasi bohong (hoax) yang mana hal ini juga untuk mengurangi kerugian pada sebagian orang atau kelompok atas informasi bohong yang beredar khusunya dalam WhatsApp Grup keluarga. Peran generasi milenial juga sangat diperlukan untuk meluruskan sebuah informasi jika diragukan kebenarannya, agar informasi tersebut bisa berhenti ditempat ditemukannya. Jangan sampai acuh dengan alasan tidak enak mengoreksi, karena itu juga adalah bagian kebijaksanaan bersama dalam menggunakan media sosial.
ADVERTISEMENT