Konten dari Pengguna

Mewujudkan Pemilu 2024 Demokratis dan Berintegritas

ardiansyahihsan87
Peneliti di Kolaborasi Institute, tertarik dengan isu-isu demokrasi, hak-hak asasi manusia, dan pengembangan masyarakat berkelanjutan
28 November 2023 10:43 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ardiansyahihsan87 tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi jari dicelup ke tinta setelah nyoblos. Foto: Canva
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi jari dicelup ke tinta setelah nyoblos. Foto: Canva
ADVERTISEMENT
Tahapan demi tahapan menuju pemilu serentak untuk memilih Presiden, Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota yang tersebar di 2,710 Dapil di 38 Provinsi seluruh Indonesia kian menunjukkan progress “on time” sesuai timeline.
ADVERTISEMENT
Dari sebelas tahapan yang jadwalnya telah dirilis dan dieksekusi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, setidaknya sampai di bulan November 2023 ini, tahapan tersebut sudah sampai ke poin enam yaitu pencalonan, dan segera memasuki fase berikutnya yaitu masa kampanye pemilu yang akan dimulai di tanggal 28 November 2023 ini.
Menghitung hari, kurang dari 75 hari lagi puncak perhelatan pesta demokrasi rakyat Indonesia itu akan segera dilakukan. Semua kita tentu mengharapkan pemilu kali ini terselenggara dengan lancar, kondusif, dan jauh lebih baik dari penyelenggaraan pemilu di periode-periode sebelumnya.
Baik dari sisi penyelenggaraannya, tata kelolanya, proses dan manajemen pemilunya, kepastian dan penegakan hukumnya, serta output dari pemilu itu sendiri: kandidat pemimpin negarawan dan penyelenggara lembaga negara yang berkualitas, dan berintegritas sehingga membawa dampak besar terhadap meningkatnya taraf hidup dan kualitas bernegara di Indonesia.
ADVERTISEMENT

Konsepsi Pemilu Demokratis dan Berintegritas

Kredibilitas pemilu tentu menjadi hal yang fundamental untuk direalisasikan sebab kredibilitas pemilu menjadi jaminan legitimasi bagi proses pemilu itu sendiri, dan juga menjadi jaminan dari berkualitas atau tidaknya output pemilu itu.
Namun fakta di lapangan, masih sering terjadi berbagai praktik penyimpangan dan pelanggaran pemilu seperti: money politic, kecurangan proses, hoax, isu SARA, dan lain-lain. yang menjauhkan kita dari cita-cita pemilu yang demokratis dan berintegritas. Menurut KPU, setidaknya ada tiga indikator yang bisa dijadikan acuan pemilu demokratis. Ketiga indikator tersebut antara lain:
Ilustrasi Partisipasi Anak Muda. Foto: Pexels
ADVERTISEMENT
Pemilu demokratis di Indonesia dimaknai sebagai pemilu yang diselenggarakan berdasarkan asas pemilu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sebagaimana dimandatkan dalam UU No.7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Selain itu pemilu demokratis juga dimaknai sebagai pemilu yang diselenggarakan berdasarkan prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi, aksesibel, professional, berkepastian hukum, efektif, dan efisien.
Di satu sisi, pemilu berintegritas didefinisikan sebagai pemilu yang dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu sesuai atau berdasarkan ketentuan hukum pemilu dan tunduk kepada kode etik penyelenggara pemilu. KPU, Bawaslu, DKPP yang dalam hal ini dimandatkan oleh Undang-Undang sebagai “Panitia Penyelenggara Pemilu” diharapkan dapat menampilkan tindakan dan kebijakan yang tidak memihak, mandiri, menolak tekanan, dan bekerja berdasarkan hukum.
Selain juga sinergitas di antara ketiganya untuk masing-masing mengawal terselenggaranya prosesi pemilu yang berselaras antara ketentuan hukum & kode etik penyelenggaraan, dan realita operasionalisasi yang bersih sesuai dengan kaidah norma dan peraturan yang telah ditetapkan.
ADVERTISEMENT
Kontestasi dalam pemilu juga bisa dimaknai sebagai arena konflik yang dianggap sah dalam rangka untuk meraih atau mempertahankan kekuasaan. Dengan demikian, penyelenggara seperti KPU, Bawaslu, dan DKPP sesungguhnya memainkan peran yang penting sebagai wasit dari kontestasi yang kompleks tersebut. Untuk menjaga pemilu berintegritas diperlukan tindakan dan kebijakan penyelenggara pemilu yang dipersepsikan objective, fair, dan jauh dari potensial konflik kepentingan.
Pemilu berintegritas memiliki dua aspek, yaitu berintegritas dalam proses pemilu, dan berintegritas dalam hasil pemilu.
Mewujudkannya tentu saja tidak mudah. Namun dengan proses pengawalan dan partisipasi dari semua pihak, titik ideal dari definisi integritas pemilu yang dimaksudkan di atas dengan optimis bisa kita raih.
Memang, tidak selalu pemilu dapat diselenggarakan sesuai dengan prinsip pemilu demokratis dan pemilu berintegritas. Untuk itu perlu mitigasi khususnya dari stakeholder utama Pemilu untuk menjamin terselenggaranya Pemilu yang berkepastian hukum, proses pemilu yang sesuai prosedur, dan penegakan hukum yang berkeadilan.
ADVERTISEMENT

Implementasi Pemilu Demokratis dan Berintegritas

Implementasi dari cita-cita pemilu demokratis dan berintegritas dapat dilihat setidaknya dari empat perspektif:
1. Kepastian Prosedur dan Menaati Prosedur
Ilustrasi Memasukkan Surat Suara ke Kotak Suara. Foto: Canva
Pemilu dapat dinilai berintegritas bila proses pemilu dilaksanakan berdasarkan atau sesuai dengan kerangka hukum yang telah ditentukan dalam perundang-undangan maupun peraturan dan ketetapan. Demikian pula pemilu dinilai berintegritas bila hasil pemilu diperoleh dari proses pemilu yang berintegritas juga.
Penyelenggara pemilu seperti KPU, misalnya, dituntut untuk menyediakan payung hukum yang jelas, dan detail yang berkepastian hukum, mengatur regulasi pelaksanaan proses pemilu sampai pada tahapan standar operasional prosedur (SOP) di unit terkecil penyelenggaraan.
Kerangka SOP tersebut penting dirumuskan sebagai pedoman kerja di jajaran penyelenggara khususnya KPU dan Bawaslu yang menjadi acuan dan kerangka kerja dan tindakan yang sama dan standar yang berlaku secara nasional. Kerangka hukum berupa Peraturan KPU dan Peraturan Bawaslu dan SOP saja tidak cukup, tentu juga harus didukung oleh kualitas dan integritas personel penyelenggara pemilu.
ADVERTISEMENT
2. Integritas Penyelenggara Pemilu
Ilustrasi Kantor Bawaslu RI. Foto: Canva
Dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia, ada tiga lembaga yang dimandatkan oleh Undang-Undang untuk bertanggung jawab dalam penyelenggaraan Pemilu. Meskipun terdapat tiga lembaga, namun dalam pelaksanaannya tidak terjadi tumpang tindih, malah saling melengkapi dengan prinsip check and balances. Ketiga lembaga tersebut adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bertugas menyelenggarakan dan melaksanakan tahapan pemilu.
Kemudian ada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang bertugas melakukan pengawasan dari penyelenggaraan Pemilu, serta Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) yang bertugas menegakkan kode etik penyelenggara Pemilu. Para penyelenggara dituntut untuk memiliki integritas, pemahaman, dan profesionalisme yang tinggi sehingga mampu berinteraksi dalam perhelatan pemilu yang kompleks dan dinamis.
Proses ini dimulai dari tahapan seleksi kandidat penyelenggara. Transparansi pada proses seleksi, uji kelayakan, dan review rekam jejak para kandidat penyelenggara mesti diuji dan disampaikan kepada publik. Bukan hanya pada tataran kandidat komisioner di pusat, tapi juga sampai ke level penyelenggara provinsi, kabupaten/kota, dan panitia penyelenggara ad hoc di tingkat kecamatan dan desa.
ADVERTISEMENT
Pengetahuan, kesadaran, keterampilan, serta inovasi, penyelenggara di bidang kepemiluan dan demokrasi perlu terus diperkuat dalam rangka memperkuat tata kelola pemilu (electoral governance) yang semakin mumpuni sehingga dapat melahirkan penyelenggaraan pemilu berkompeten dan professional.
Dengan demikian, sebagai upaya agar mampu melayani hak konstitusional warga negara , penyelenggara pemilu perlu dibekali pemahaman dan keterampilan teknis kepemiluan yang komprehensif.
3. Integritas Peserta & Pemilih Pemilu
Ilustrasi Penjual Sayur Bagian dari Pemilih. Foto: Canva
Penting dilakukan peningkatan kualitas pemilih dan peserta pemilu. Konsekuensi dari sistem demokrasi terbuka adalah lahirnya iklim kontestasi yang sengit. Setiap pihak yang berkompetisi sebagai peserta pemilu baik itu partai peserta maupun perseorangan tentu menginginkan dirinya atau partainya untuk mendapatkan jatah kursi.
Untuk legislatif di DPR RI misalnya, 580 kursi untuk penjatahan 2024 diperebutkan oleh 9,925 calon legislatif (caleg). Perbandingannya 1:17. Ini menjadi arena pertarungan yang jika tidak dimoderatori dengan bijak disertai dengan hadirnya seperangkat peraturan yang ketat, pertarungannya akan menjadi liar dan kontestasinya akan rawan.
Ilustrasi Mencoblos, Pemilu tidak Boleh Curang. Foto: Pexels
Itulah kenapa proses pemilu sering ditandai dengan kecurangan dan pelanggaran para peserta pemilu ini. Semua menginginkan menang dengan segala cara ditempuh. Akhirnya demokratis diterjemahkan menjadi transaksional.Alih-alih berintegritas, demokratisasi dicederai oleh subjek pemilu itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Peran kaderisasi utamanya dari partai politik pengusung untuk menjaga integritas para kandidat legislatif atau kepala daerah menjadi hal yang urgent dalam jangka menengah dan jangka panjang. Ada ceruk yang dalam pada bagian ini.
Perlu diskursus luas terkait peningkatan kapasitas dan profesionalitas partai politik berikut kaderisasinya untuk berpedoman teguh kepada hati nurani dan mulai meninggalkan praktik-praktik kecurangan dan transaksional dalam meraih tujuannya. Sebab impact yang paling terasa adalah partisipasi pemilih yang akhirnya juga menjadi transaksional.
Pemilu kemudian dimaknai sebagai kesempatan “menambah penghasilan.” Serangan Fajar menjadi istilah yang populer. Kecurangan menjadi siklus mata rantai yang sampai hari ini sudah hampir mendapat porsi pemakluman sebagai hal yang dianggap biasa saja. Slogan seperti: “ambil uangnya, jangan coblos orangnya” terasa seperti kebenaran secara rasionalitas namun tidak bisa dibenarkan secara nurani.
ADVERTISEMENT
Seolah praktek money politic sudah tidak bisa dibendung, dan sanksi yang bisa dilakukan hanyalah “jangan coblos orangnya.” Hal seperti ini makin kesini menjadi lumrah sebagai bagian dari mekanisme supply – demand dari market demokrasi di Indonesia yang selalu ada dan terus menguat arusnya.
Perlu penegasan, hal seperti ini tidak bisa dibiarkan dan tidak bisa dimaklumi. Sekecil apa pun, pemberian ruang untuk kecurangan adalah bagian dari kecurangan, dan ini mencederai demokrasi itu sendiri.
4. Penguatan Kelembagaan dan Proses Penegakan Hukum Pemilu
Ilustrasi Kepastian dan Penegakan Hukum. Foto: Canva
Paling penting adalah penegakan hukum, baik pada pelanggaran administrasi, maupun pidana pemilu sehingga pemilu berkeadilan dan menjamin kepastian hukum teraplikasi maksimal. Kesamaan pemahaman terhadap kerangka hukum pemilu bagi pemilih dan peserta pemilu merupakan langkah strategis untuk membangun pemilu yang berintegritas, dan sekaligus upaya untuk mencegah konflik kekerasan.
ADVERTISEMENT
Kesadaran dan pemahaman terhadap kerangka hukum pemilu yang memadai, akan mengarahkan para pihak untuk menempuh jalur hukum yang telah ditentukan yaitu Bawaslu, DKPP, PTUN, MA, dan MK sebagai jalur penyelesaian sengketa pemilu.
Kepastian Hukum dan Penegakan Hukum, menjadi jaminan pertama untuk terciptanya rule of game yang berkekuatan hukum mengikat dalam rangka penyelenggaraan dan pengawalan mulai dari proses awal hingga akhir pemilu untuk menjamin terwujudnya pemilu yang demokratis dan berkeadilan.
Penyelenggara Pemilu yaitu KPU, Bawaslu, DKPP adalah entitas penting bagi terwujudnya pemilu yang demokratis dan berintegritas. Penyelenggara adalah orkestator yang mengatur kepemiluan menjadi harmonis, karena itu penyelenggara harus menjadi teladan dalam kepemiluan.
Kepemimpinan penyelenggara dalam kepemiluan dimulai dengan membangun kerangka hukum untuk menjamin proses dan hasil pemilu yang berintegritas, menyediakan peraturan dan SOP untuk semua kegiatan proses pemilu sebagai bentuk jaminan tersedianya keputusan kerangka hukum pemilu, serta menyelenggarakan segenap proses pemilu berdasarkan kerangka hukum dan perundang-undangan yang telah ditetapkan.
ADVERTISEMENT
Penyelenggara Pemilu juga dituntut untuk melakukan penguatan lembaga berupa penguatan sumber daya manusia dan optimalisasi penggunaan teknologi untuk mewujudkan penyelenggara pemilu yang akuntabel, transparan, professional, dan berdasar hukum. Peserta dan Pemilih juga bagian berikutnya penting untuk mendapat porsi perhatian dari para pemangku kepentingan pemilu khususnya dan demokrasi yang lebih luas lagi.
Secara internal, peran partai politik dalam mendidik dan membina kadernya untuk menjaga semangat demokrasi dan integritas harus terus diagendakan dan ditingkatkan. Pada sisi masyarakat yang lebih luas, edukasi terkait pemilu berintegritas mesti diselenggarakan secara terpadu, komprehensif, dan berkesinambungan.
Tidak hanya menjelang pemilu saja wacana education voter dikemukakan, namun lebih dari itu, peran dari berbagai pihak untuk melakukan pembinaan, pendadaran, pendidikan dalam berbagai pranata baik yang dimiliki oleh negara seperti kampus, sekolah, dan lembaga-lembaga pendidikan terkait demokrasi dan integritas, maupun partai politik dan lembaga sosial kemasyarakatan, kepemudaan, profesi, dll. untuk terus meningkatkan kualitas peserta dan pemilih Indonesia.
ADVERTISEMENT
***