Konten dari Pengguna

Bahagia Milik Semua

Radya
Seorang mahasiswa klinik yang sedang menjalani pendidikan profesi dokter. Tertarik pada kemajuan kesehatan di Indonesia
20 Mei 2023 10:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Radya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Semua orang memiliki definisi bahagianya sendiri. Tidak peduli tua ataupun muda, kaya maupun miskin, semuanya memiliki masa bahagia mereka dengan bentuk yang bervariasi. Atas alasan ini, pembahasan mengenai konsep bahagia selalu menarik untuk dibahas. Mari kuceritakan kisahku, istriku, dan anakku dalam menemukan konsep bahagia sederhana saat kami mengakhiri libur lebaran tahun ini di Kota Malang.
ADVERTISEMENT
Malang ... Kota yang mempunyai kenangannya sendiri bagiku dan keluargaku. Tak terasa hampir tiga tahun aku belum mengunjungi kota kesayanganku ini. Ya, sejak pandemi Coronavirus disease 2019 (Covid-19) melanda dunia, perjalanan ke tanah asal menjadi perjalanan yang cukup sulit dan membuat kami perlu menahan rindu dengan sanak saudara, Tahun ini, kami cukup beruntung dapat kembali menyambung tali silaturahim di bulan Syawal yang penuh kemenangan. Namun sayangnya, setiap ada awal pasti ada akhir. Di sore yang diliputi awan ini, kami berada di perjalanan menuju kota perantauan menggunakan mobil sederhana kami.
Allāhu akbar, Allāhu akbar, Allāhu akbar. Lā ilāha illallāhu wallāhu akbar. Allāhu akbar wa lillāh ilham,” anakku, Kai, masih bersemangat mengumandangkan takbir selama perjalanan.
ADVERTISEMENT
“Wah pintarnya. Tapi yang benar ‘wa lillāhil hamdu’,” sahutku.
“Apa bedanya, Ayah?”
Kai memang anak yang cerdas. Walaupun usianya masih 8 tahun dan baru berada di kelas 2 SD, Kai kerap kali menanyakan hal-hal yang kadang membuatku berpikir keras.
“Sekilas mirip ya? Tapi wa lillāh ilham berarti ‘Dan bagi Allah lah ilham itu’, sedangkan wa lillāhil hamdu berarti ‘Hanya Bagi Allah segala pujian’.”
“Ilham? Nama sahabat Adek itu”, Kai menjawab.
“Iyakah? Pasti seru ya punya temen dekat. Apa yang bikin adek suka main sama Ilham?”
“Semuanya! Ilham juga sering ngajak Adek main bola, dan kami cukup jago lho hehe,” Kai tertawa bangga.
“Tapi walaupun pisah sebentar, Adek seneng ndak lebaran Idul Fitri kali ini?” istriku, Aina, bertanya
ADVERTISEMENT
Seneng! Adek bisa makan opor ayam kesukaan Adek!”
“Tapi yang paling bikin Adek seneng, Adek bisa ketemu Uti, Kakung, Abi, Amaya, dan semuanya,” Kai melanjutkan kalimatnya.
Memang benar, momen lebaran tahun ini cukup spesial. Setelah tiga tahun tidak bertemu, seluruh rasa kangen yang ada di dada seakan-akan tercurahkan di pertemuan keluarga kali ini. Kakek, nenek, pakdhe, budhe, ponakan, sepupu, cucu, cicit, semuanya berkumpul di kota yang memang menjadi tempat kelahiran mayoritas dari kami.
Alhamdulillah, kita masih diberikan kesempatan bertemu mereka semua ya, Kai. Dibandingkan dengan tahun lalu dan tahun sebelumnya, kita masih berada di kondisi pandemi Covid yang bikin Adek ndak ketemu temen di sekolah. Gimana perasaan Adek kemarin?” tanya istriku.
ADVERTISEMENT
Iyaaa. Adek kesel di rumah terus. Ndak bisa ketemu pak bu guru, temen-temen, Ilham juga.”
“Selama dua tahun ini, kita semua punya masalahnya masing-masing ya? Adek berjuang dengan harus duduk lama depan laptop dan ndak bisa ketemu teman sekolah. Ayah bunda juga harus menghadapi orang sakit di rumah sakit. Coba sekarang Adek lihat di pinggir jalan. Adek tahu bapak itu kerja apa?” aku bertanya
“Penjual koran! Adek pernah baca di buku pelajaran Adek.” Kai menjawab dengan antusias.
“Benar. Bapak penjual koran itu pun juga punya usahanya sendiri saat pandemi kemarin. Bayangkan, sedikit yang melintasi jalan sehingga koran yang terjual pun berkurang dari biasanya. Toko-toko pun juga banyak yang terpaksa tutup saat itu”, timpalku.
ADVERTISEMENT
“Tapi, Adek liat sekarang toko juga banyak yang tutup, Ayah”
“Iya juga. Untuk sekarang masih libur lebaran ya haha.”
Beberapa saat kemudian, Kai menunjuk salah satu bangunan di pinggir jalan.
Gambar 1 – Toko yang Ditunjuk Kai saat Perjalanan Pulang Mudik
“Ayah Bunda, toko apa itu? Toko-toko yang lain masih banyak yang tutup, tapi kok yang ini buka?” tanya Kai.
Aku dan istriku melirik ke sebuah bangunan yang ditunjuk Kai.
Ah iya. Adek sudah belajar macam-macam pekerjaan, kan?” tanyaku.
“Sudah, Ayah. Ada dokter seperti Ayah Bunda, guru, penjual koran, masinis, pilot, pedagang, petani, peternak”
“Perawat, bidan, penulis, pemusik, jurnalis,” tambah istriku.
“Ah iya, youtuber!” Kai menjawab antusias.
“Ahaha iya. Ternyata di dunia ini banyak sekali pekerjaan ya, Kai? Nah, ada juga yang namanya kurir. Adek tau kurir?”
ADVERTISEMENT
“Kurir?” tanya Kai penasaran.
“Jadi, toko yang tadi Kai tunjuk itu JNE. JNE salah satunya bisa kirim barang dari satu orang ke orang lain di seluruh Indonesia lho. Nah, kurir ini salah satu pekerjaan yang punya tugas mengantarkan barang itu. Hebat ya?” jawabku
JNE merupakan perusahaan logistik dan ekspedisi barang yang didirikan oleh PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir. Dengan semangat #JNE32tahun dan #JNEBangkitBersama, JNE telah melayani pengiriman di seluruh wilayah Indonesia, bahkan hingga ke luar negeri.
“Adek suka ndak sama baju hijau yang Adek pakai waktu hari raya kemarin?” istriku lanjut bertanya.
“Wah itu jadi baju kesukaan Adek sekarang. Kenapa Bunda?” Kai bertanya dengan penasaran
“Baju itu beli melalui online dan yang mengantarkan juga kurir lho,” istriku menjawab.
ADVERTISEMENT
“Uwaaaa, keren!” sahut Kai
“Semua pekerjaan punya perannya masing-masing, Kai. Sebagai contoh Bunda yang bekerja sebagai dokter. Bunda punya tanggungjawab untuk berusaha menyembuhkan orang yang sakit. Kurir pun juga memiliki peran yang ndak kalah penting. Kurir membawa barang Adek dari toko yang letaknya di Jakarta, lalu mengantarkan ke kita di Surabaya,” aku berusaha menjelaskan.
“Kalau hari libur, bagaimana Ayah? Apakah kurir juga tetap bekerja?”
“Iya, Kai. Walaupun saat ini masih suasana lebaran, alasan toko tadi buka karena para kurir masih sibuk menyampaikan barang milik orang banyak. Di saat yang lain sibuk merayakan Idul Fitri, kurir JNE ini masih menyempatkan waktunya untuk memastikan barang sampai di orang yang seharusnya menerimanya.”
ADVERTISEMENT
Oh Adek ingat! Adek dapat kue dari Malang walaupun waktu itu Adek ndak boleh masuk sekolah. Apakah kurir juga yang mengantarkan?”
“Iya, Adek seneng ndak sama kue dari Uti?” istriku bertanya pada Kai.
Seneng banget. Adek jadi pengen lagi,” Kai mengeluarkan ekspresi laparnya.
Hahaha, kapan-kapan mari kita minta Uti lagi ya? Uti yang punya toko kue pun juga senang lho karena mudah mengirimkan kue-nya ke siapapun yang memesan atau mengirimkannya ke cucu-cucu kesayangannya, termasuk Kai.”
(Tiba-tiba terlintas pada pikiranku untuk memberikan gambaran arti bahagia pada Kai)
“Adek tahu arti bahagia? Ini salah satu contohnya, Kai. Mari kita coba sebutkan satu-satu: Adek senang dapat kue dari Uti dan Uti pun senang Adek bisa mencicipi kuenya; Ayah senang paket Ayah datang dari saudara dari Malang.”
ADVERTISEMENT
“Bunda juga senang buku yang bunda pesan dari Jakarta bisa Bunda terima,” istriku menimpali.
“Apalagi, Kai?” tanyaku
“Kai senang baju lebaran Adek datang!” jawab Kai dengan ekspresi antusias.
(Kai kemudian diam sejenak sambil berpikir)
“Wah, setelah Adek pikir-pikir, Adek baru tahu lho kalau ternyata bahagia ini bisa nular. Seperti Covid saja ya hahaha,” Kai tertawa kecil.
(Aku dan Aina saling melirik satu sama lain)
Tatapan kami berdua pun seolah-olah menunjukkan kami sama-sama sepakat bahwa apa yang Kai katakan benar.
Bahagia merupakan sesuatu yang simpel, namun sekaligus kompleks. Berdasarkan definisi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahagia adalah perasaan senang atau tenteram. Bagiku, bahagia bisa bermakna lebih dalam dari itu. Bahagia merupakan emosi positif di dalam jiwa yang memberikan ketenangan, ketenteraman, dan kelapangan batin yang termanifestasikan dalam ekspresi dan tingkah laku seseorang. Seperti yang disampaikan Kai, bahagia dapat menular layaknya sebuah energi yang menghantarkan kehangatan pada sesama. Konsep #ConnectingHappiness merupakan hal yang bukan tidak mungkin.
ADVERTISEMENT
“Seratus untuk Kai!” aku dan Aina kompak memberikan apresiasi pada Kai.
“Wah pintarnya anak Bunda,” puji istriku.
“Keren! Wah, Kai sudah paham apa maksud Ayah tentang arti bahagia ya? Ternyata, dari apa yang kita bahas tentang JNE dan kurir, kita bisa ambil satu pelajaran kalau bahagia bisa tetap menular dan tersambung di kondisi apapun, termasuk pandemi kemarin. Jadi, jangan lupa bilang terimakasih ke kurir ya, Kai?” aku membuat kesimpulan.
“Siap laksanakan, Ayah!” Kai mengiyakan permintaanku.
Beberapa minggu kemudian ...
Di suatu Sabtu sore yang cerah, seseorang mengetuk pintu rumahku. Aku, Aina, dan Kai refleks menoleh ke arah pintu.
(Tok tok tok, paket!)
Kai yang mendengar ini pun buru-buru membuka pintu. Tentu di bawah pengawasanku dan istriku.
ADVERTISEMENT
“Ada paket kiriman untuk Kai,” kurir itu berkata pada Kai.
Kai pun menjawab, “Wah, ada Pak Kurir! Pak Kurir, terimakasih banyak ya!” jawab Kai dengan senyum lebar di wajahnya.
#jnecontentcompetition2023
#ceritapendek