Ketidakadilan Gender dan Budaya Patriarki di Indonesia

Ardissasi Kirana
Pegawai of PT. Erajaya Group - FKIP UNPAM.
Konten dari Pengguna
8 November 2023 18:15 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ardissasi Kirana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi gender. Foto: oatawa/Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gender. Foto: oatawa/Getty Images
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sampai saat ini budaya patriarki masih sangat melekat di Indonesia. Dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari dan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti ekonomi, pendidikan, politik, hingga hukum. Akibatnya, muncul berbagai masalah sosial tentang kebebasan perempuan dan melanggar hak-hak yang seharusnya dimiliki oleh perempuan. Penyebabnya, karena pemerintah sendiri kurang tegas dalam menyikapi permasalahan ini. Terbukti dari hukum di Indonesia yang lemah dan tidak adil gender sehingga, belum mampu mengakomodasi tentang permasalahan sosial tersebut.
ADVERTISEMENT
Patriarki itu sendiri, adalah sebuah situasi atau kondisi di mana laki-laki memegang kendali dan mendominasi dalam berbagai peran. Sehingga, muncullah sebuah pemahaman bahwa perempuan tidak memiliki kesetaraan dalam hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki. Budaya patriarki sendiri sudah ada dan melekat dari zaman nenek moyang.
Seperti zaman dulu di mana hanya pria yang berhak menempuh pendidikan, sebelum akhirnya pahlawan perempuan R.A. Kartini menempatkan posisi perempuan di Indonesia menjadi sejajar dengan pria dalam memperoleh hak yang sama dengan pria. Karena sudah berlangsung secara turun temurun dan membudaya, akhirnya patriarki dapat menjadi sebuah budaya yang sulit dihapuskan dan dapat merugikan kaum perempuan.
Adanya budaya patriarki dapat melanggar dan merusak nilai-nilai serta prinsip yang ada dalam pancasila. Karena tidak berlakunya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Budaya patriarki juga dapat memicu berbagai konflik sosial, bahkan mengancam keselamatan serta kenyamanan kaum perempuan. Seperti diskriminasi, di mana perempuan selalu dianggap remeh karena dianggap lemah daripada laki-laki. Diskriminasi ini terjadi bukan hanya di lingkungan rumah, melainkan di tempat kerja seperti keterbatasan jabatan dan juga keterbatasan hak sebagai seorang perempuan.
ADVERTISEMENT
Dalam dunia kerja, dapat kita lihat bahwa pemimpin atau leader itu kerap kali dijabat oleh gender pria daripada wanita. Sehingga wanita tidak memiliki kesempatan untuk menjadi seorang pemimpin. Padahal baik itu gender pria maupun wanita, keduanya sama-sama memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi seorang pemimpin. Ada banyak wanita cerdas yang memilki skill dan berpendidikan yang memenuhi kualifikasi, tapi kesempatan untuk menjadi seorang leader lebih sedikit daripada seorang pria.
Hak lain seperti cuti haid, masih banyak perusahaan yang masih enggan memberikan cuti kepada karyawan wanita, padahal sudah jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 pasal 81 ayat (1) tentang ketenagakerjaan. Hak seperti jam kerja juga masih banyak perusahaan yang buta dan tuli, karena sampai detik ini masih banyak karyawan wanita yang masih harus merasakan lembur malam atau bekerja di malam hari. Padahal sudah jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 pasal 76 ayat (1).
ADVERTISEMENT
Meskipun negara Indonesia adalah negara hukum namun, hukum yang ada tidak terealisasikan dengan baik. Hukum yang tumpul, pemerintah yang kurang tegas dan tidak serius dalam menangani permasalahan atau konflik yang ada. Seharusnya pemerintah juga memberikan pengetahuan dan memberikan edukasi khusus, kepada warga negara yang masih belum sadar dan belum paham bahwa kesetaraan dan keadilan adalah hak yang wajib didapat oleh setiap manusia.
Seperti memberikan pemahaman mendalam tentang pancasila, sebagai dasar dalam berkehidupan bernegara Indonesia. Menganut dengan prinsip pancasila sila ke-5 yaitu, “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Seharusnya keadilan sosial dapat ditegakkan dengan seadil-adilnya, sehingga tidak ada lagi kesenjangan sosial dalam hidup dan bermasyarakat.