Konten dari Pengguna

Wajibnya Siswa Naik Kelas Membuat Pendidikan Indonesia Mengalami Kemerosotan

Ardiyah
mahasiswa jurusan PGSD di Universitas Sriwijaya
2 Oktober 2024 9:21 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ardiyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
kegiata belajar mengajar. Sumber foto: Ardiyah
zoom-in-whitePerbesar
kegiata belajar mengajar. Sumber foto: Ardiyah
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Naik kelas merupakan bentuk hasil keberhasilan dan pencapaian dalam menenpuh jenjang kelas tersebut selama setahun dan telah dinyatakan lulus sehingga berhak untuk lanjut ke kelas berikutnya. Namun apa jadinya jika siswa justru dijamin naik kelas oleh kurikulum?
ADVERTISEMENT
Permasalahan inilah yang dihadapi dikalangan guru. Sebenarnya kurikulum merdeka tidak mewajibkan siswa naik kelas, melainkan harus mempertimbangkan capaian kompetensi siswa. Namun, dikarenaka tidak naik kelas memberikan dampak psikologi yang buruk bagi siswa tersebut, membuat guru mau tak mau harus mendongkrak nilai siswa agar memenuhi standar walapun siswanya sendiri belum mampu memenuhi standar tersebut. Guru melakukan ini karena tuntutan dari sekolah dan kurikulum untuk menaikan kelas siswa tersebut dengan diharapkan munculnya perkembangan serta mempertahankan akreditasi sekolah.
Kebijakan kurikulum yang telah diterapkan sejak beberapa tahun lalu ini justru membuat permasalahan. Masih ada ditemukan siswa kelas 6 yang masih blum lancar membaca, bahkan belum bisa membaca sama sekali. Bagaimana bisa siswa yang belum lancar membaca bisa mencapai jenjang kelas 6. Hal ini dikeluhkan beberapa guru di sekolah mereka.
ADVERTISEMENT
Kurikulum merdeka yang digagas oleh mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim mendesain penddidikan dengan mengikuti gaya pendidikan negara maju. Siswa diberikan kebebasan dalam belaja atau merdeka belajar. Namun hal ini dikritik oleh mantan wakil presiden Indonesia Jusuf kalla, dia menyatakan menurutnya kurikulum itu membuat anak-anak jadi tidak belajar. Sebab sudah tidak ada Ujian Nasional (UN).
"Saya konservatif, anak itu, kita ini, kita semua pernah sekolah kan? kapan kita belajar? kan mau ujian, ya, kan. Kalau tidak ada ujiannya, kapan belajarnya?" kata JK, dalam acara diskusi bertajuk “Menggugat Kebijakan Anggaran Pendidikan” yang digelar di Hotel Sheraton Gandaria City, Jakarta, Sabtu (7/9).
"Kampus merdeka, apa merdekanya? tidak merdeka aja tidak belajar, apalagi merdeka," ujarnya
ADVERTISEMENT
Pernyataan tersebut sesuai dengan permasalahan yang dihadapi guru. Siswa malas belajar dikarenakan mereka tidak ada tuntutan naik kelas, mereka teralu santai. Apalagi ditambah dihapuskannya ujian nasional (UN) membuat siswa makin malas belajar dan terlalu menyepelekan pembelajaran, siswa juga malas belajar di rumah. Akibatnya, masih ada siswa yang kesulitan membaca dan berhitung. Ditambah orangtua yang mengabaikan anaknya dan membiarkannya bermain handphone tanpa pengawasan.
Kurikulum merdeka yang seharusnya merdeka belajar malah menjadi merdeka tidak belajar. Siswa tidak serius dalam kegiatan belajar, tak jarang banyak juga siswa yang sengaja bolos sekolah. Karena siswa tahu bahwa mereka tetap akan naik kelas. Walapun dalam kasus terparah siswa akan dikeluarkan dari sekolah daripada tinggal kelas.
ADVERTISEMENT
Semua permasalahan diatas menyebabkan kualitas pendidikan Indonesia menurun, kurangnya siswa yang benar benar memiliki kompetensi sesuai jenjangnya menyebabkan kualitas SDM menjadi rendah. Kemerosotan pendidikan di Indonesia harus segera diatasi. Selain meningkatkan kualitas guru, diperlukan evaluasi dan penilaian mendalam dalam menentukan kenaikan kelas siswa. Sehingga siswa yang dirasa belum layak untuk naik kelas harus mengulangi kelasnya. Dengan demikian siswa dipacu dan dimotivasi untuk belajar lebih giat
Harapan kedepannya adalah diperbaikinya sistem kurikulum sehingga menuntut siswa lebih semangat dalam belajar dengan memberikan tujuan yang harus mereka capai. Jangan berikan kelonggaran yang terlalu besar yang justru membuat pengaruh buruk untuk siswa. Kurikulum yang mengikuti pendidkkan negara maju masih dirasa belum cocok untuk diterapkan di Indonesia, karena perbedaan kualitas siswa dan guru, serta perbedaan ketersediaan fasilitas.
ADVERTISEMENT
Ditulis oleh: Ardiyah dan Dwi Cahya Nurani