Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
PBSI, Berbenalah!
6 Agustus 2023 12:35 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari M arfah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Turnamen Australia Open 2023 memang belum berakhir. Pada Minggu ini (6/8/2023) baru memasuki babak final. Namun disayangkan turnamen yang berhadiah total USD420 ribu tidak ada satu pun perwakilan dari Indonesia.
ADVERTISEMENT
Jangan kan masuk final, semifinal pun tak ada perwakilan dari pemain Indonesia. Kegagalan ini tentu saja lebih buruk dari pada penyelenggaraan Australia Open tahun lalu. Di mana pada saat itu Gregoria (ws putri) dikalahkan di babak final. Ia dikandaskan oleh An Se Young asal Korea Selatan.
Hasil buruk yang diraih para pemain Indonesia di turnamen Australia Open menambah daftar panjang gagalnya para pemain mempersembahkan gelar.
Dalam catatan saya, dari lima turnamen terakhir yang diikuti oleh para pemain Indonesia baru satu gelar yang didapat. Yakni dalam turnamen Taipei Open (300) di mana Chiko Dwi Wardoyo berhasil mengatasi permainan tuan rumah.
Selebihnya turnamen yang diikuti oleh para pemain Indonesia nihil gelar. Mulai dari Indonesia Open, Korea Open, Japan Open, dan terbaru Australia Open semuanya tanpa gelar. Bahkan kalau mau dirinci lebih dalam, dari 16 turnamen BWF (Badminton World Federation) tour yang telah diikuti, Indonesia nir gelar di turnamen, German Open, Swiss Open, Orlean Open, Malaysia Master, Thailand Open, Indonesia Open, Korea Open, Japan Open, hingga Australia Open. Miris bukan.
ADVERTISEMENT
Rentetan hasil buruk yang dialami para pemain Indonesia haruslah menjadi perhatian PBSI. Bukan hanya perhatian jika diperlukan mesti dilakukan evaluasi menyeluruh. Ada apa ini? Kenapa bisa banyak gelar yang melayang.
Evaluasi ini mesti cepat dan akurat. Sebab kalau tidak dikhawatirkan Indonesia akan kembali kehilangan gelar. Harus cepat karena mengingat di penghujung Agustus ada turnamen maha penting yakin Total Badminton World Badminton Championship. Jangan sampai kemudian Indonesia nihil gelar lagi. Bahkan jangan sampai tidak ada pemain yang berhasil menginjakkan kaki di final.
Pengalaman Kejuaraan Dunia tahun lalu haruslah menjadi bahan evaluasi bagi PBSI untuk segera berbenah. Maklum saja Kejuaraan Dunia yang dilangsungkan di Tokyo Metropolitan Gymnasium itu tak ada pemain Indonesia yang naik podium tertinggi.
ADVERTISEMENT
Satu-satunya pemain yang berhasil masuk di final adalah pasangan ganda putra Ahsan-Hendra yang di final dikalahkan oleh pemain Malaysia. Di sektor lain, tak ada pemain kita yang menembus final.
Nah, kalau di Kejuaraan Dunia ini lagi gagal tentu saja menjadi alarm bahaya bagi perbulutangkisan di tanah air.
Yang juga sebenarnya menjadi bahan evaluasi dan pembenahan di internal PBSI yakni makin terlemparnya beberapa pemain Indonesia dari top 10. Terkhusus untuk ganda putri, tak ada pemain ganda putri yang berada di top 10. Pun begitu di ganda campuran. Sementara di sektor tunggal putri hanya ada nama Georgia Mariska Tunjung berperingkat 9 dunia.
***
Sebagai negara yang dikenal dengan tradisi badmintonnya yang mengakar, mestinya rentetan buruk dari beberapa turnamen yang sudah diikuti itu adalah sebuah noda.
ADVERTISEMENT
Lebih-lebih lagi bagi para pencinta bulu tangkis tanah air. Tentu mereka sangat kecewa melihat kiprah beberapa atlet yang mulai menurun. Kecewa melihat hampir tidak ada pemain yang bisa masuk ke final. Mereka sering bertanya, ini mau sampai kapan?
Masyarakat juga menyadari di olahraga tepuk bulu lah yang sering mengangkat nama Indonesia sehingga dikenal di dunia. Maka, ketika ada penurunan performa atlet, para suporter tidak hanya kecewa tapi mereka kerap meminta untuk berbenah.
Saya sendiri mendorong untuk mengevaluasi para pemain pelatnas saat ini. Federasi harus berani mendegradasi pemain yang tidak memiliki prospek dan peningkatan kualitas. Pun begitu dengan di jajaran kepelatihan harus dilakukan evaluasi.
Terakhir, PBSI juga mesti menyadari untuk mengevaluasi dirinya sendiri. Jangan-jangan faktor PBSI sendiri yang membuat badminton kita akhir-akhir ini kurang bergairah. Saya cuma mau bilang, "PBSI, Berbenalah!"
ADVERTISEMENT