Konten dari Pengguna

Setelah Timnas Kalah, Perlukah STY Out?

M arfah
Wakil sekretaris Ansor Batam Pernah kuliah di Universitas Ibnu Sina Batam
29 Januari 2024 8:29 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M arfah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pelatih Indonesia Shin Tae-Yong bereaksi pada pertandingan babak 16 besar AFC Asian Cup di Stadion Jassim bin Hamad, Al Rayyan, Qatar, 28 Januari 2024. Foto: IBRAHEEM AL OMARI/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Pelatih Indonesia Shin Tae-Yong bereaksi pada pertandingan babak 16 besar AFC Asian Cup di Stadion Jassim bin Hamad, Al Rayyan, Qatar, 28 Januari 2024. Foto: IBRAHEEM AL OMARI/Reuters
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tim Nasional sepak bola Indonesia harus angkat koper dari gelaran Piala Asia 2023. Timnas Indonesia terhenti di babak 16 besar setelah kalah telak dari tim Australia dengan skor 0-4.
ADVERTISEMENT
Saya meyakini setelah kekalahan ini, akan banyak kembali suara-suara yang meminta coach Shin Tae-yong (STY) untuk mundur. Bahkan desakan untuk pelatih kebangsaan Korea Selatan mundur sudah terdengar nyaring setelah Indonesia dilumat 3-1 oleh Jepang di ajang yang sama. Desakan untuk mencopot pelatih 51 tahun itu karena dianggap tampil tidak terlalu baik digelaran Piala Asia setelah hanya bertengger di posisi 3 klasemen grup D.
Namun suara "miring" itu seakan meredup setelah Indonesia untuk pertama kalinya lolos dari fase grup putaran final Piala Asia—bukan untuk pertama kalinya lolos 16 besar. Namun kemudian setelah Timnas Indonesia dibabat habis Timnas Australia, desakan untuk STY pasti akan kembali didengungkan. Alasannya jelas! Timnas Indonesia tersingkir.
Pertanyaannya kemudian adalah apakah STY harus mundur?
ADVERTISEMENT
Inilah kemudian yang menjadi kelemahan dari sebagian suporter kita. Bukan hanya di olahraga sepak bola. Di hampir semua cabang olahraga. Jika nirgelar solusinya cuman satu; pecat pelatih. Dari dulu polanya selalu begitu dan berulang. Anehnya seakan federasi (PSSI) turut mengamini yang disampaikan para pencinta sepak bola alias supporter.
Tak percaya, mari kita lihat sejenak. Semenjak 2010 hingga saat ini (2024) sudah 13 kali Timnas sepak bola mengganti pelatih. Alasannya tentu saja karena lagi-lagi Timnas Indonesia gagal mempersembahkan gelar. Pertanyaannya kemudian adalah apakah setelah ganti pelatih gelar yang diinginkan suporter hadir di lemari PSSI. Tentu tidak ada bukan.
Jadi sebenarnya agak terdengar aneh kemudian ketika ada suara-suara yang meminta coach STY untuk mundur? Bahwa kemudian Timnas Indonesia gagal melangkah ke fase berikutnya tentu harus kita akui itu. Bahwa kemudian harus ada evaluasi, ya memang semestinya harus begitu bukan.
ADVERTISEMENT
Dari segi taktikal dan gaya permainan, saya yang bukan termasuk pengamat persepakbolaan mengakui kok ada peningkatan kualitas dari permainan Timnas Indonesia. Hanya memang butuh waktu dan kesabaran. Berikan saja kepercayaan kepada tim pelatih Timnas Indonesia.
Bukankah memang membangun sebuah tim yang matang tidak bisa instan. Tidak bisa asal jadi. Dibutuhkan waktu. Apalagi kemudian kalau kita cermati pada starting line-up Timnas Indonesia tadi hanya ada dua pemain Timnas yang berlaga di liga utama Indonesia. Padahal, dalam teori sepak bola modern liga yang kompetitif akan mempengaruhi kualitas Timnas.
Bagaimana kemudian mau mengharapkan Timnas bisa berbicara lebih banyak jika liga lokalnya saja masih "kepayahan". Lolos ke fase grup saja sebenarnya adalah sebuah prestasi apabila jika dikaitkan dengan peringkat Timnas Indonesia yang paling buncit di antara peserta Piala Asia.
ADVERTISEMENT
Maka, yang paling konkret sebenarnya jika ingin melihat Timnas Indonesia bisa berbicara banyak utamanya di level Asia ya dengan memperbaiki kualitas liga terlebih dahulu. Selain itu sebagai tambahan saja, di Jepang sana tercatat ada sekitar 817 ribu pemain sepak bola yang terdaftar. Bayangkan dengan negara kita, hanya ada sekitar 66.000. jauh banget bukan!
Alih-alih kemudian meminta STY out lebih baik memberikan ia kepercayaan. Ia masih layak untuk dipertahankan.
Yang kemudian perlu dikritisi, saya tidak terlalu setuju dalih bahwa saat ini Timnas Indonesia dengan rata-rata usia di bawah 23 tahun dianggap wajar kalau Timnas Indonesia kalah. Seolah itu menjadi pembenaran. Padahal juga mereka yang saat ini tampil (usia relatif muda) bukan jaminan akan tampil konsisten beberapa tahun mendatang. Ada banyak talenta-talenta muda yang menjanjikan justru malah sinarnya cepat meredup. Pemain sepak bola itu butuh konsistensi dan itu yang amat sulit.
ADVERTISEMENT
Kembali lagi, berikan kepercayaan kepada pelatih. Gonta-ganti pelatih, bukan solusi.