Milenial dan KPR: Love and Hate Relationship!

Arfan Septiawan
Employee Who Interested to Financial, Investment, and Capital Market Related Issues
Konten dari Pengguna
22 September 2023 16:01 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arfan Septiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pengajuan KPR. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pengajuan KPR. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perbaikan ekonomi masyarakat terus mengalami tren positif pada 2023 ini. Sejalan dengan hal itu, masyarakat tampak lebih optimistis terhadap kondisi ekonomi ke depan, termasuk dalam untuk memiliki rumah impian.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang terus menanjak selama semester I-2023 dengan posisi puncak berada di level 128,4 pada Juni 2023.
Selain itu, spending masyarakat juga semakin menggeliat. Kondisi ini tergambar dari retail sales growth di yang kembali berada di angka positif pada tahun ini.
Ekonomi yang membaik ini membawa angin segar bagi bisnis pembiayaan rumah (KPR) di Indonesia. Kendati demikian, apakah masyarakat menaruh perhatian besar untuk pembelian rumah dalam proporsi keuangannya?
Nyatanya, membeli rumah belum menjadi prioritas utama masyarakat Indonesia. Lihat saja, Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022 mengungkap terdapat 10 provinsi dengan proporsi masyarakat dengan kepemilikan rumah terendah.
Ilustrasi KPR. Foto: Shutterstock
DKI Jakarta memuncaki daftar dengan tingkat proporsi kepemilikan rumah sendiri yang hanya 50,67 persen, disusul Kepulauan Riau di angka 62,8 persen, Sumatera Utara 66,94 persen, dan Sumatera Barat 67,73 persen.
ADVERTISEMENT
Sejumlah permasalahan mencuat dan disinyalir menjadi asal-muasal masyarakat Indonesia tak kunjung memiliki rumah sendiri. Yang pertama muncul adalah pertumbuhan harga rumah di Indonesia yang melaju kencang.
Bank Indonesia (BI) dalam Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) semester I-2023 mencatat kenaikan harga rumah mencapai 1,92 persen atau lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 1,79 persen.
Sorotan lain tentu adalah dukungan perbankan melalui kredit pemilikan rumah (KPR) yang penetrasinya masih belum optimal. Meski sejumlah bank telah meluncurkan beragam inovasi dari sisi pricing dan layanan, nampaknya belum cukup untuk menggugah masyarakat membeli rumah.
Lalu, apa yang dicari masyarakat ketika hendak membeli rumah melalui skema KPR?

Dominasi Milenial dan Karakteristiknya

Ilustrasi Pengajuan KPR. Foto: Shutterstock
Kita perlu melihat kacamata yang lebih luas untuk melihat segmen masyarakat yang paling membutuhkan pembelian rumah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Menengok komposisi penduduk berdasarkan generasi pada 2022, Indonesia didominasi oleh penduduk milenial atau kelahiran 1981-1996 sebanyak 23,41 persen, generasi Z yang lahir pada rentang tahun 1997-2012 dan generasi X yang lahir pada rentang 1965-1980 sebanyak 20,14 persen.
Dengan komposisi penduduk yang ada, generasi milenial memang menjadi target pasar utama para pelaku industri perbankan saat ini. Sebanyak 81 juta jiwa generasi milenial menjadi rebutan pelaku industi perbankan saat ini.
Riset bertajuk Arizent Future of Mortgage Lending 2022: Mortgage Industry Changes Will be Driven by New Borrowers Expectations yang diterbitkan oleh National Mortgage News tingkat kepuasan terhadap proses KPR di dunia masih memiliki pekerjaan besar untuk memperbaiki transparansi, kecepatan ketersediaan digital platform.
ADVERTISEMENT
Temuan itu didapat dari survei terhadap 1014 responden dari generasi baby boomers hingga generasi Z. Tingkat kepuasan (very satisfied) terhadap aspek transparansi, kecepatan, dan ketersediaan digital platform masing-masing sebesar 57 persen, 55 persen, dan 51 persen. Sementara angka ketidakpuasan (dissatisfied) pada masing-masing aspek mencapai 5 persen, 4 persen, dan 14 persen.
Transparansi, utamanya di Indonesia, menjadi sebuah bottleneck di mana masyarakat kerap mengalami ketidaktahuan proses approval dari KPR yang diajukan hingga skema angsuran yang akan dibayarkan apabila aplikasi KPR-nya disetujui oleh bank.
Ilustrasi Pengajuan KPR. Foto: Shutterstock
Hal ini tentu tidak lepas dari ketidakpastian suku bunga Bank Indonesia (BI)/ BI 7-Day Reverse Repo rate (BI7DRRR) yang digunakan bank sebagai acuan dalam penentuan pricing. Mekanisme floating yang tersedia di banyak bank membuat masyarakat mengalami ketidakpastian angsuran yang dibayarkan.
ADVERTISEMENT
Untungnya, sejumlah bank telah berbenah dengan menghadirkan mekanisme angsuran pasti yang dapat mendorong transparansi pembayaran bagi masyarakat. Peluang ini, salah satunya, diambil oleh sejumlah Bank Syariah di Indonesia yang menonjolkan angsuran pasti dan tetap bagi masyarakat.
Beralih pada aspek kecepatan, riset yang sama mengungkap generasi lebih muda memiliki ekspektasi lebih tinggi dalam hal kecepatan proses KPR.
Hanya 52 persen dari responden generasi X yang menyampaikan sentimen serupa. Persentasinya turun menjadi kurang dari separuh di kalangan milenial dan generasi Z masing-masing sebesar 48 persen dan 36 persen.
Ini mungkin mencerminkan bahwa kelompok usia tersebut tumbuh dengan terbiasa dalam dunia digital di mana keputusan bisnis dibuat dengan cepat dan pesanan seringkali diselesaikan hanya dengan beberapa ketukan jari.
ADVERTISEMENT
Penetrasi digital yang terus meningkat juga berimplikasi terhadap saluran pencarian pembiayaan perumahan di generasi yang lebih muda. Muncul beberapa alternatif dalam hal pencarian rumah dan skema KPR. Saluran digital tersebut mulai dari website aggregator KPR, marketplace KPR, hingga media sosial.
Ilustrasi cicilan rumah. Foto: Shutterstock
Untuk mengatasi backlog perumahan di Indonesia yang jumlahnya mencapai lebih dari 12 juta unit, perlu ada upaya lebih lanjut untuk memahami preferensi generasi muda dalam hal kepemilikan rumah dan skema KPR.
Tentu saja, masalah ini tidak dapat dibebankan hanya kepada pelaku industri perbankan. Intervensi pemerintah melalui bauran kebijakan yang pro terhadap masyarakat berpendapatan rendah (MBR) hingga stimulus loan to value (LTV) 100 persen perlu terus dilanjutkan untuk mendorong masyarakat Indonesia agar mampu memiliki rumah sendiri.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, menyadari customer behaviour masyarakat Indonesia yang didominasi oleh milenial menjadi catatan penting agar pelaku industri dapat terus menghadirkan layanan yang relevan dengan kebutuhan pasar.
Generasi milenial, yang merupakan mayoritas penduduk, memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap transparansi, kecepatan, dan ketersediaan digital dalam proses KPR.
Bank-bank perlu terus berinovasi dalam menyediakan solusi KPR yang lebih transparan dan efisien, serta memanfaatkan saluran digital yang semakin populer untuk memfasilitasi pencarian dan pembiayaan rumah.
Dengan demikian, kita dapat mendorong lebih banyak individu, terutama generasi milenial, untuk mempertimbangkan pembelian rumah sebagai investasi masa depan mereka.