Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Konten Edukatif atau Hiburan? Formula Edukasi Pajak Untuk Gen Z di Media Sosial
21 November 2024 17:06 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Arfan Rubysalam Muharrom tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di era digital yang semakin mendominasi kehidupan sehari-hari, kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai pajak menjadi isu yang tidak dapat diabaikan. Pajak bukan sekadar kewajiban, melainkan kontribusi nyata setiap individu dalam mendukung pembangunan negara.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, di tengah derasnya arus informasi dan kemudahan teknologi, masih banyak masyarakat yang melihat pajak sebagai suatu hal yang memberatkan. Minimnya pemahaman ini sering kali disebabkan oleh kurangnya edukasi pajak yang terjangkau dan relevan dengan kebutuhan masyarakat modern.
Kemajuan teknologi melahirkan era digital yang membuka peluang besar untuk mengatasi tantangan ini. Edukasi pajak di era digital memiliki potensi untuk menjangkau lebih banyak orang melalui berbagai platform seperti media sosial. Media sosial menjadi salah satu cara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam memberikan edukasi pajak kepada masyarakat.
Dalam rangka memaksimalkan peran media sosial dan platform digital lainnya, DJP mengatur tata cara pelaksanaan kegiatan edukasi perpajakan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-46/PJ/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan Edukasi Perpajakan sebagai panduan bagi pelaksana kegiatan edukasi perpajakan.
ADVERTISEMENT
Karakteristik konten edukatif vs hiburan
Karakteristik konten edukatif dan hiburan di media sosial memiliki perbedaan mendasar dalam memengaruhi penilaian dan pengalaman audiens terhadap konten yang disajikan.
Konten edukatif memiliki tujuan utama untuk menyampaikan informasi secara akurat, mendalam, dan memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai suatu topik. Ciri khasnya lebih berfokus dalam memaparkan data atau fakta yang disampaikan dengan menggunakan bahasa formal atau semi-formal serta memiliki struktur yang jelas.
Berbeda halnya dengan konten edukatif, dalam konten hiburan lebih mengutamakan pada aspek emosional dan kesenangan belaka untuk menarik perhatian audiens dengan cepat. Tak heran, jika konten semacam ini sering mengandalkan cerita yang relatable, kemudian dibalut dengan humor, visual yang menarik atau elemen seperti meme dan tren terkini.
ADVERTISEMENT
Karakteristiknya meliputi penggunaan bahasa santai atau bahasa gaul, durasi yang relatif singkat seperti di platform TikTok dan Instagram. Kendati demikian, konten hiburan cenderung lebih mudah dalam merangkul audiens dan memantik adanya interaksi berupa likes, shares, atau comments.
Perlunya keseimbangan antara edukasi dengan hiburan
Edukasi melalui — konten di media sosial memiliki tantangan tersendiri — konten yang disajikan sering kali lebih menekankan unsur hiburan daripada informasi yang mendalam. Konten yang hanya berfokus pada hiburan menarik perhatian tetapi terdapat risiko untuk mengurangi pemahaman. Maka dari itu, penting untuk mencapai keseimbangan unsur edukasi dengan hiburan pada edukasi pajak di media sosial.
Keseimbangan ini diperlukan agar edukasi yang diberikan tidak hanya sekadar menjadi hiburan semata, yang sering kali hanya mengundang tawa atau hiburan ringan tanpa menyampaikan pesan yang mendalam.
ADVERTISEMENT
Konten edukatif harus mampu menyajikan informasi yang relevan, akurat, dan mudah dipahami tanpa mengorbankan substansi. Dalam hal ini, hiburan berfungsi sebagai jembatan yang membuat edukasi lebih mudah diterima.
Strategi untuk menggabungkan antara edukasi dengan hiburan
Menggabungkan edukasi dan hiburan dalam sebuah konten edukasi pajak di media sosial, tentunya memerlukan strategi yang tepat untuk menerapkannya.
Sebagai langkah awal, sangat penting untuk memiliki pemahaman terhadap audiens dengan menentukan terlebih dahulu siapa target audiens yang ingin dituju guna mencari tahu bagaimana preferensi konten dan platform apa saja yang sering digunakan.
Selanjutnya, penyederhanaan informasi atau pesan yang ingin disampaikan dalam konten edukasi pajak menjadi bagian yang tidak kalah penting. Mengingat generasi Z lebih menyukai penyampaian pesan yang to the point.
ADVERTISEMENT
Selain itu, elemen seperti meme ataupun komedi berperan layaknya sebuah magnet yang memiliki daya tarik sangat kuat terhadap generasi Z. Artinya, untuk mencuri perhatian generasi Z dapat dilakukan dengan menyisipkan humor dan tren viral ke dalam konten edukasi pajak.
Di samping itu, DJP juga dapat memberikan pengalaman tambahan kepada generasi Z dengan cara melibatkan mereka ke dalam konten interaktif. Misalnya, di akhir konten edukasi pajak membuat polling atau kuis singkat berkaitan dengan informasi yang telah disampaikan dalam konten tersebut. Selain itu, DJP juga dapat membuka sesi diskusi seperti melakukan Q&A melalui live streaming Instagram.
Terakhir, melakukan kolaborasi dengan influencer bisa menjadi alternatif untuk menyebarkan edukasi pajak di media sosial. Peran dari influencer adalah sebagai penghubung antara edukasi dan hiburan. Terlebih lagi, jika influencer tersebut “se-frekuensi” dengan generasi Z, maka sangat mungkin memiliki kesamaan gaya komunikasi sehingga dapat mempermudah penyampaian pesan edukasi pajak.
ADVERTISEMENT
Namun, perlu diingat bahwa dalam menerapkan berbagai strategi di atas tetap harus memperhatikan kualitas dari informasi atau pesan edukasi pajak yang akan disampaikan. Jangan sampai terjadi penyebaran informasi yang tidak akurat karena terlalu fokus terhadap unsur hiburannya.
Jadi, untuk melihat keberhasilan strategi ini tidak hanya diukur dari engagement atau viralitas konten saja, tetapi perlu dilihat juga apakah terdapat peningkatan pemahaman terkait pajak, kesadaran pajak dan ending nya adalah meningkatnya kepatuhan pajak bagi generasi Z.
Penulis: Arfan Rubysalam Muharrom, Yudith Rizky Pradana (Departemen Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia)