Pagebluk, Tahun Wawu, Pernikahan

Arfiansyah Panji Purnandaru
Wartawan kumparan di Yogyakarta dan sekitarnya
Konten dari Pengguna
5 April 2020 18:10 WIB
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arfiansyah Panji Purnandaru tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
"Untung aku nikahe sakdurunge corona. Nak pas corona bisa-bisa dibubarke lur," ujar teman saya, jurnalis dengan kumis ala Tirto Adhi Soerjo, seorang tokoh pers.
ADVERTISEMENT
Singkatnya, teman saya itu sedang bersyukur karena menikah jauh-jauh hari sebelum wabah atau pagebluk corona memorak perandakan banyak agenda pernikahan di Indonesia. Dia menikah 2 Februari 2020. Sungguh tanggal yang cantik 02-02-2020.
Saya datang ke resepsinya di sebuah kabupaten di Jawa Tengah. Jadi sempat melihat canggung senyumnya ketika banyak ibu-ibu penabuh rebana kagum pada lengkung kumisnya.
Cincin pernikahan
Melihat ramainya acara kala itu, dia memang patut bersyukur. Soalnya hampir mustahil menggelar resepsi seramai itu saat ini. Maklumat Kapolri Nomor Mak/2/III/2020 tentang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona (Covid-19) jadi alasan. Kita semua diminta tetap di rumah dan dilarang berkerumun.
Jangankan masyarakat sipil, sekelas Kapolsek saja dicopot dari jabatannya kala menggelar resepsi pernikahan nan ramai di tengah pagebluk corona.
ADVERTISEMENT
"Eh tapi koe yo podo wae dibubarke. Kan ming kacek seminggu le nikah," katanya.
Saya memang menikah satu minggu sebelum dia. Tapi mungkin dia lupa, pernikahan saya hanya akad tanpa resepsi. Kalau kata orang bak pernikahan tanpa gairah. Kalaupun digelar saat pagebluk corona, mungkin masih bisa karena tak mengundang kerumunan. Batin saya.
Tapi ada yang lebih berat. Jauh sebelum virus corona ini jadi pagebluk, tahun 2020 merupakan momen dilematis bagi masyarakat Jawa yang akan menggelar pernikahan. Tercatat September 2019 sampai Agustus 2020 merupakan Tahun Wawu 1953 dalam penanggalan Jawa.
Saya kurang paham bagaimana penentuan siklus Tahun Wawu ini. Yang jelas Tahun Wawu juga disebut Tahun Duda. Mitosnya, pernikahan dilarang digelar pada tahun itu. Solusinya hanya dua bagi pemuda-pemudi ngebet nikah. Dipercepat atau menunggu Tahun Wawu berlalu.
ADVERTISEMENT
Kamis 15 Agustus 2019 ponsel saya berdering ada pesan, ada telepon tak terjawab. Saya tidak sadar betapa penting pesan itu. Sebagai pekerja yang alat utamanya ponsel saya memang sering membiarkan pesan menumpuk dan membukanya di waktu tertentu. Manajemen stres kalau kata saya.
Begitu terkejutnya saya pesan penting itu datang dari ibu. Kami memang nyaris jarang berkomunikasi lewat telepon. Setahun paling tidak lebih dari 10 kali kami saling bersapa lewat gawai begini. Saya buka pesan WA tersebut ada tiga panggilan tak terjawab. Intinya saya disuruh segera menikah.
"Assalamualaikum wr wb panji bp sm ibu sebelumnya minta maaf apabila kurang berkenan dihati panji. Kemarin bp/ibu dah ketemu pak/bu nar yg intinya ijab dl aj. Utk resepsi lain waktu. Utk persyaratan pihak laki2 bawa surat NA. Rencana pak nar tgl 28 agustus. Bp/bu setuju aj utk itu mohon pengertian dari panji dan jangan emosi ya, gmn menurut panji," begitu pesannya tanpa saya edit sedikitpun.
ADVERTISEMENT
Chat orang tua saya saat itu....
Gila, saya disuruh menikah dalam jangka waktu 13 hari sejak pesan itu dikirim. Saya paham ini pasti persoalan Tahun Wawu. Beberapa waktu sebelumnya saya sempat pulang ke Jawa Tengah, bertemu orang tua dan membahas soal pernikahan. Mitos soal Tahun Wawu waktu itu tidak begitu dianggap. Kami sepakat akan menikahi kekasih saya tahun 2020. Entah kapan bulannya.
Rupanya orang tua saya berubah pikiran. Entah siapa yang membuatnya jadi panik pada mitos, tapi intinya saya disuruh segera menikah. Teman saya yang sudah menikah saya curhati. Dia hanya prengas-prenges dan menjawab "yowis ndang". Dia mendukung ibu saya, menurutnya tidak ada yang perlu ditunda juga.
Tapi tidak dengan pacar yang kini menjadi istri saya. Kami tetap berpegang teguh untuk menikah di 2020. Bulannya Januari hingga Maret. Tanggalnya terserah penghulu saja, kami berdua memang tak suka berurusan dengan birokrat. Ribet dan bertele-tele.
ADVERTISEMENT
Usia pacaran 8 tahun dan pertunangan 2 tahun membuat kami berdua punya daya. Menurut kami masa depan pernikahan tidak ditentukan dari satu hari saja. Kami sudah berproses, tapi kadang kami juga saling tak yakin. Tapi untuk yang satu ini, kami yakin tahun 2020 merupakan tahun kami memulai kehidupan bersama penuh pahala dan tentu tanpa dosa.
Dengan segala dinamika itu kami akhirnya melangsungkan akad pernikahan pada 26 Januari 2020. Seperti keinginan kami penikahan itu berlangsung sederhana tanpa resepsi. Ini juga didukung keluarga karena mitos Tahun Wawu itu menghindari ramai-ramai maka resepsi ditiadakan. Kami berdua juga tak mengundang teman-teman kami. Memang ada yang datang itupun karena tanggal pernikahan kami bocor saat mengajukan izin cuti.
ADVERTISEMENT
"Sultan (Gubernur DIY) bilang kalau nikah akad saja. Kalau ramai-ramai dibubarin polisi ngisin-ngisini (malu-maluin)," kata saya kepada Istri di suatu malam.
"Ya Tahun Wawu kan nggak boleh nikah," kata istri saya menimpali.
Obrolan itu jadi ide buat saya nulis curhatan ini. Apa pun itu namanya Tahun Wawu, pegbluk corona dan sebagainya, kita harus berpikir positif. Kita harus kembali sadar bahwa yang utama dalam pernikahan adalah ijab kabul. Jadi, bukan resepsi mewah atau tradisi bridal shower yang bikin sah suatu pernikahan.
Pagebluk corona juga bisa menjadi alasan yang tepat bagi kalian untuk menggelar pernikahan tanpa resepsi. Tentu ini akan mendukung program ketahanan keluarga anda di sektor ekonomi. Percayalah biduk rumah tangga akan lebih indah jika keluarga sejahtera.
ADVERTISEMENT