Konten dari Pengguna

Terima Kasih, Untukmu

Argia Melanie Pramesti
Jurnalistik - Politeknik Negeri Jakarta
10 Juni 2024 10:01 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Tulisan dari Argia Melanie Pramesti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pertandingan Final, Lomba PUBG. pict take by author
zoom-in-whitePerbesar
Pertandingan Final, Lomba PUBG. pict take by author
Pagi itu, aku bangun dengan semangat yang bercampur dengan sedikit keraguan. Kekasihku tampak begitu antusias, matanya berbinar-binar menceritakan rencana strateginya. "Sayang, kamu pasti bisa! Aku yakin kamu akan menang," kataku sambil tersenyum, meski dalam hati ada rasa cemas yang sulit dijelaskan. Ia membalas dengan senyum hangat, senyum yang selalu berhasil membuat hatiku tenang. Ya, ia memang menenangkan.
ADVERTISEMENT
Kami berangkat bersama, di sepanjang perjalanan, ia terus berbicara tentang game yang akan dimainkannya. Aku mencoba mengikuti, meski banyak yang tidak kumengerti. Namun, aku tetap mendengarkan dengan penuh perhatian, memberikan semangat dengan kata-kata yang bisa kurangkai, karena memang mungkin ia membutuhkannya. Saat kami tiba di lokasi lomba, ia menggenggam tanganku erat. "Terima kasih sudah menemani, sayang," ucapnya sebelum masuk ke ruang lomba. Aku hanya bisa tersenyum, berharap semua akan berjalan baik.
Di tengah hiruk-pikuk, aku duduk di seberang ruangan, melihatnya dari jauh dan mencoba menahan gelisah. Kekasihku sedang berlomba, terhanyut dalam dunianya yang penuh strategi dan ketegangan. Sementara aku, merasa terisolasi, meski di tengah keramaian. Mengapa putaran waktu seakan lama sekali, aku sangat kesepian. Sejak saat itu, aku berusaha keras menyemangati diriku sendiri.
ADVERTISEMENT
Aku tahu betapa penting lomba ini baginya. Aku tahu ia sangat bersemangat dan berharap untuk menang. Namun, sulit bagiku untuk menepis rasa kesepian yang semakin menebal setiap kali melihatnya asyik dengan perlombaan di depannya, seolah lupa bahwa aku ada, duduk menunggu dengan hati yang tak menentu.
Waktu berjalan lambat. Aku mencoba mengalihkan perhatian dengan membaca buku yang kubawa, namun nyatanya sulit untuk berkonsentrasi. Suara-suara yang ada di sekeliling membuatku semakin gelisah. Setiap kali mataku tertuju pada kekasihku, hatiku terasa semakin sepi.
Ia begitu tenggelam dalam dunianya, seolah aku hanya bayang-bayang di pinggir jalan yang tak pernah dilihat olehnya. Aku mencoba berpikir positif, ini adalah impiannya, dan aku ingin menjadi pendukung terbaik. Namun, perasaan ditinggalkan mulai merayapi pikiranku. Apakah ia menyadari betapa kesepiannya aku di sini? Apakah ia tahu betapa aku berharap, ia akan meluangkan sedikit waktunya untukku, meski hanya sekedar melihat dan tersenyum?
ADVERTISEMENT
Semakin lama menunggu, semakin aku merasa terpinggirkan. Hatiku mulai dipenuhi rasa marah dan kecewa. Aku merasa dia terlalu egois, meninggalkanku dalam kesepian hanya demi permainan. Apakah aku tidak cukup penting baginya? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepalaku, membuat emosiku semakin tak terkendali.
Setelah beberapa jam menunggu, aku memutuskan untuk mencari kesibukan. Aku berjalan keluar untuk menghirup udara segar sambil berharap dapat menemukan sesuatu yang bisa mengalihkan perhatianku dari perasaan kesepian ini. Kaki melangkah membawaku ke deretan kios yang menjual berbagai macam makanan dan minuman.
Aku memilih membeli beberapa cemilan kesukaan dan minuman dingin. Berharap suasana hati sedikit terhibur. Sambil menikmati makanan ringan itu, aku terduduk di kursi tepat di depan area perlombaan. Suasana yang lebih tenang di luar ruangan membuatku sedikit lebih rileks. Meskipun rasa kesepian masih ada, setidaknya aku bisa menikmati waktu sejenak untuk diriku sendiri.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, setelah berjam-jam menunggu, lomba pun usai. Kekasihku keluar dengan wajah penuh kemenangan. Aku berusaha menahan amarah yang membara di dalam hati. Ketika ia mendekat, aku tidak bisa lagi menyembunyikan perasaanku. "Kamu senang, ya? Tapi apakah kamu pernah berpikir bagaimana rasanya menunggu sendirian sepanjang hari?" tanyaku dengan suara bergetar. Air mata mulai mengalir tanpa bisa kutahan.
Alih-alih marah atau membela diri, kekasihku memandangku dengan mata penuh penyesalan dan kasih sayang. Ia meraih tanganku dan berkata, "Maaf aku terlalu larut lomba dan lupa bahwa kamu juga butuh perhatian. Terima kasih sudah menunggu dan mendukungku. Aku sangat menghargai itu." Kata-katanya yang lembut dan penuh ketulusan berhasil meredakan amarahku. Meski masih terasa sesak di dada, aku tidak bisa mengabaikan ketulusannya.
ADVERTISEMENT
Sikapnya yang penuh perhatian, ia mengajakku untuk makan bersama. "Sayang, kamu pasti lapar setelah menunggu lama. Ayo kita makan bersama. Aku ingin mendengar cerita tentang harimu saat menungguku tadi," ujarnya sambil tersenyum hangat. Kekasihku selalu tahu cara membuatku merasa dihargai.
Ia memilih tempat makan yang aku suka, memesan makanan kesukaanku, dan memastikan aku tetap nyaman. Lalu, kami berjalan pulang dengan tangan saling menggenggam. Ia terus meminta maaf dan berjanji akan lebih memperhatikan perasaanku di masa depan. Sikapnya yang lembut dan penuh kasih sayang membuatku sadar bahwa ia memang tidak bermaksud egois. Ia hanya terlalu fokus pada impiannya, dan tentunya aku harus belajar memahami itu.
Aku harus mengakui, meski terkadang ia tampak terlalu fokus pada dunianya, ia selalu memiliki hati yang lembut dan perhatian. Dalam setiap kata dan tindakannya, aku selalu merasakan ketulusan yang mendalam. Kekasihku adalah seseorang yang selalu berusaha keras untuk membuatku bahagia, meski terkadang caranya tidak selalu sempurna.
ADVERTISEMENT
Hari itu, meski awalnya penuh dengan kesepian dan kemarahan, aku belajar banyak tentang cinta dan pengertian. Aku belajar bahwa dalam hubungan, ada kalanya kita harus menunggu dan bersabar, karena setiap orang memiliki impian dan kebahagiaan yang berbeda, dan yang terpenting, aku belajar bahwa memiliki kekasih yang selalu merespon dengan kasih sayang dan kelembutan adalah anugerah yang harus selalu disyukuri.
Saat kami tiba di rumah, rasa marah dan kesepian perlahan sirna, tergantikan oleh rasa syukur dan cinta yang mendalam. Kekasihku, dengan segala kekurangannya, tetaplah seseorang yang penuh kasih sayang dan perhatian, dan meski perjalanan kami kadang terjal dan berliku, aku tahu dia akan selalu ada untukku, seperti aku akan selalu ada untuknya.
ADVERTISEMENT
Dalam setiap langkah, aku belajar mencintainya lebih dalam, menerima kelebihannya, dan memahami kekurangannya. Karena pada akhirnya, cinta adalah tentang saling melengkapi dan menghargai, meski dalam kesepian dan kesulitan yang kadang menghadang. Aku akan terus bersyukur sebagai bentuk terima kasih kepadanya yang selalu menghargaiku.