Konten dari Pengguna

Bendera Bintang Kejora : Kontroversi Suatu Simbol Kebanggaan Orang Papua

Argo Budi Prakoso
Diplomat di Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dan sedang mengikuti diklat Sesdilu 76. Sebelumnya bertugas di KBRI Kyiv, Ukraina pada 2018-2021.
21 Juni 2024 14:36 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Argo Budi Prakoso tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sdr. Ahmad (kiri) putra asli Papua dalam satu kesempatan dinas berkunjung ke KBRI Khartoum demi pengabdiannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (2022) - Foto koleksi pribadi penulis
zoom-in-whitePerbesar
Sdr. Ahmad (kiri) putra asli Papua dalam satu kesempatan dinas berkunjung ke KBRI Khartoum demi pengabdiannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (2022) - Foto koleksi pribadi penulis
ADVERTISEMENT
Papua adalah bagian integral dari Indonesia yang kaya akan budaya dan tradisi unik. Salah satu simbol yang sering menjadi sorotan adalah Bendera Bintang Kejora. Bagi sebagian masyarakat Papua, bendera ini adalah simbol identitas dan kebanggaan budaya. Namun, bagi sebagian pihak lainnya, bendera ini dianggap sebagai simbol separatisme dan ancaman terhadap kesatuan nasional dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
ADVERTISEMENT
Ali Wanggai (37 tahun) seorang PNS dari Jayapura, Provinsi Papua Barat dan beragama Islam memandang Bendera Bintang Kejora sebagai satu simbol kebanggaan dan budaya identitas lokal. Ia berpendapat bahwa pengibaran bendera ini dalam konteks budaya dapat memperkuat rasa memiliki dan meningkatkan ikatan antara Papua dengan Indonesia secara keseluruhan. Albert Mangge (36 tahun) juga seorang PNS yang berasal dari Manokwari, Provinsi Papua Barat dan beragama Kristen berpendapat bahwa Bendera Bintang Kejora merupakan bagian penting dari warisan budaya Papua. Dengan pendekatan dan pemahaman yang tepat, bendera ini malah sebaliknya dapat menjadi satu simbol perdamaian di tanah Papua.
Bendera Bintang Kejora memang memiliki desain yang kaya dengan simbolisme. Warna Merah pada bendera melambangkan perjuangan dan darah yang telah ditumpahkan oleh rakyat Papua dalam memperjuangkan hak-hak mereka. Bintang Putih di Latang Merah melambangkan Bintang Kejora yang memberikan harapan dan panduan bagi rakyat Papua. Sementara itu, Garis-garis Biru dan Putih melambangkan garis pantai dan samudra yang mengelilingi Papua serta juga sebagai simbol dari kesucian dan kedamaian.
ADVERTISEMENT
Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid atau yang bisa disebut Gus Dur, terdapat kebijakan bersejarah yang mengizinkan pengibaran Bendera Bintang Kejora di Papua, tepatnya pada saat Gus Dur melakukan kunjungan ke tanah Papua pada Desember 1999. Gus Dur, yang dikenal dengan pendekatan inklusif dan humanis, mengizinkan bendera ini dikibarkan sebagai ekspresi budaya, asalkan tidak diartikan sebagai lambang kemerdekaan. Kebijakan ini mencerminkan upaya untuk merangkul keberagaman dan menghargai identitas budaya lokal.

Kontroversi Simbol-simbol yang ada di Dunia

Penggunaan simbol regional tanpa memicu separatisme bukanlah hal baru. Di Spanyol, bendera dan simbol Catalan diizinkan berkibar secara luas, meskipun terdapat gerakan kemerdekaan yang signifikan. Pemerintah Spanyol menghadapi tantangan besar saat referendum kemerdekaan diadakan, namun tetap menghormati ekspresi identitas regional sebagai bagian dari demokrasi dan keberagaman.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pemakaian simbol sebagai representasi identitas atau ideologi bukanlah fenomena baru dan sering kali mengundang kontroversi. Salah satu contoh yang paling menonjol adalah lambang swastika. Swastika adalah simbol kuno yang digunakan dalam agama Hindu, Buddha, dan Jainisme, yang melambangkan keberuntungan dan kesejahteraan. Namun, pada abad ke-20, swastika diadopsi oleh Nazi Jerman sebagai simbol partai mereka, yang kemudian dikaitkan dengan kekejaman Nazi pada Perang Dunia II dan peristiwa Holocaust yang memakan korban sebanyak enam juta orang Yahudi Eropa antara tahun 1941 sampai dengan 1945.
Akibatnya, swastika kini dilarang di banyak negara Eropa dan dianggap sebagai simbol kebencian dan kekerasan. Padahal, di banyak negara Asia, swastika masih digunakan dalam konteks religius dan budaya tanpa konotasi negatif. Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya memahami konteks dan sejarah sebuah simbol, serta bagaimana penggunaannya dapat berubah seiring waktu dan tempat.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, di Amerika Serikat (AS), bendera Konfederasi yang digunakan saat dalam era Perang Sipil di AS pada rentang 1861-1865, digunakan oleh beberapa kelompok masyarakat sebagai simbol warisan dan identitas orang-orang bagian Selatan AS, sementara bagi yang lain, bendera ini adalah lambang perbudakan dan rasisme. Di Afrika Selatan, bendera era apartheid atau segregasi rasial menjadi simbol kontroversial dan digunakan selama periode apartheid (1948-1994), meski sebenarnya sudah mulai digunakan semenjak tahun 1928 di Afrika Selatan. Sementara beberapa orang menganggapnya sebagai bagian dari sejarah mereka, mayoritas melihatnya sebagai simbol penindasan dan diskriminasi rasial. Penggunaan simbol-simbol ini dalam konteks yang berbeda dapat menimbulkan konflik jika tidak dipahami dengan baik.

Kesimpulan – Pentingnya Dialog, Pendidikan serta Kajian yang Mendalam

Untuk menghindari kesalahpahaman dan ketegangan yang mungkin timbul dari penggunaan simbol seperti Bendera Bintang Kejora, penting untuk mendorong dialog dan pendidikan. Masyarakat perlu diberi pemahaman yang lebih mendalam tentang sejarah dan makna simbol-simbol tersebut. Pemerintah dan organisasi masyarakat harus bekerja sama untuk menyelenggarakan forum diskusi, seminar, dan program edukasi yang dapat membantu memperjelas makna dan konteks dari simbol-simbol ini.
ADVERTISEMENT
Mengizinkan pengibaran Bendera Bintang Kejora seperti pada era Gus Dur perlu dikaji secara mendalam dan dipertimbangkan dengan bijaksana. Pemerintah harus memastikan bahwa langkah ini tidak disalahartikan sebagai dukungan terhadap separatisme, melainkan sebagai penghargaan terhadap keberagaman budaya Indonesia. Dengan pendekatan yang tepat, pengibaran bendera ini dapat menjadi simbol kebanggaan budaya dan persatuan, bukan perpecahan.
Pendekatan inklusif dan dialog yang terus-menerus sangat penting untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil benar-benar mencerminkan semangat Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi fondasi Indonesia. Hanya dengan cara ini, kita dapat merangkul keberagaman dan memperkuat persatuan bangsa.
Belajar dari berbagai contoh simbol di dunia, penting untuk memahami dan menghormati konteks budaya dan sejarah sebuah simbol. Dengan demikian, pemerintah dan masyarakat dapat bekerja sama untuk menciptakan lingkungan di mana simbol-simbol tersebut dapat digunakan untuk memperkuat ikatan sosial dan budaya, bukan untuk memecah belah.
ADVERTISEMENT
Pendekatan ini tidak hanya akan membantu meredakan ketegangan, tetapi juga membangun fondasi yang lebih kuat untuk persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
____

Argo Budi Prakoso

Penulis tengah mengikuti diklat Sesdilu 76 di Pusdiklat Kemlu RI