Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Bahu-membahu Membendung Radikalisme
14 Juni 2023 18:58 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Ari A Harahap tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam sepekan terakhir Densus 88 baru saja melakukan beberapa penangkapan terhadap pihak tersangka atau terduga teroris. Yang terbaru ialah terjadi di area Tulungagung, Banyuwangi, Malang, Jawa Timur dan Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Khusus penangkapan di Bima, Brigjen Ahmad Ramadhan selaku Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) mengatakan, bahwa pihak yang ditangkap ditengarai hendak berangkat ke Yaman dan ingin bergabung dengan organisasi AQAP (cabang Al-Qaedah).
ADVERTISEMENT
Begitu pun dengan tersangka teroris di Kabupaten Tulungagung. Pada tahun 2014, tersangka yang berinisial ES bersama teman-temannya, HS, AAK, MT, dan MMA yang difasilitasi oleh ABU, berangkat ke Yaman dan bergabung dengan organisasi teroris. Selain itu, tersangka teroris lainnya merupakan bagian dari jaringan Jama’ah Islamiyah (JI) dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Sayangnya aksi dan penangkapan yang dilakukan oleh Densus 88 tersebut sepi dari perhatian. Padahal berita penangkapan tersebut telah tersebar di banyak portal berita. Harusnya banyaknya penangkapan ini menjadi warning atau peringatan bagi kita untuk lebih berhati-hati dan mawas diri pada persebaran ideologi radikal di Indonesia.
Indonesia Sebagai Lahan Subur Radikalisme
Penangkapan demi penangkapan yang dilakukan di atas sesungguhnya makin menguatkan bahwa Indonesia adalah lahan subur bagi radikalisme dan terorisme. Terbukti simpastisan dari JI, JAD, dan AQAP, masih bisa berkeliaran dan menyebarkan ajarannya kepada umat Islam Indonesia.
ADVERTISEMENT
Memberantas jaringan organisasi-organisasi keras di atas memang bukanlah tugas yang mudah. Karena untuk menentukan seseorang terjangkit radikalisme dan terorisme adalah pekerjaan yang sulit, perlu ketelitian dan kehati-hatian. Namun kami yakin, sebelum melakukan penangkapan, pihak Densus 88 telah melakukan kajian yang dalam dan punya data yang valid soal siapa-siapa saja yang terjaring dalam kelompok teroris.
Pintu-pintu masuk radikalisme di Indonesia lumayan banyak. Apalagi hari ini, persebarannya cukup dibantu dengan keberadaan internet. Internet telah membuka keran informasi dengan demikian derasnya, tidak terkecuali informasi keagamaan. Di dalamnya informasi keagamaan dari berbagai macam bentuk bisa diakses. Dari yang liberal sampai ke yang radikal. Tidak ada filter di sana. Filternya ialah pada mereka yang menggunakan internet. Namun, masalahnya kemudian, tidak semua orang punya kemampuan dalam melakukan filterisasi. Sehingga tidak sedikit yang tergelincir dan bahkan terjerumus.
ADVERTISEMENT
Seperti data yang dikeluarkan oleh PPIM UIN Jakarta, bahwa per hari ini, rata-rata siswa atau mahasiswa mengakses dan mencari pengetahuan agama di internet. Persentasenya ialah sebanyak 50,89 persen. Berbeda dengan buku yang hanya diakses sebanyak 48,57 persen. Makanya kemudian, serangan melalui jalur internet juga perlu diwaspadai. Sebab, rata-rata pengguna internet hari ini adalah anak muda. Hal ini juga sejalan dengan banyaknya anak muda yang menjadi sasaran empuk dan korban dari radikalisme dan terorisme.
Masalah ini merupakan masalah yang serius. Karena itu harus segera dicarikan solusinya. Kita tentu tidak ingin lagi banyak anak muda yang terjangkit pemahaman radikal dan terjaring dalam kelompok atau organisasi teroris.
Untuk hal ini, saya melihat telah banyak usaha yang dilakukan. Di antaranya ialah memberikan penyuluhan kepada generasi muda terkait cara mengenali dan membendung ideologi radikal di medsos. Seperti yang diadakan oleh BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), Kemenag dan Kesbangpol (Kesatuan Bangsa dan Politik) daerah. Di samping itu, pemerintah juga kerap mengundang tokoh-tokoh agama untuk membicarakan terkait agenda mainstreaming wacana Islam moderat di ruang digital.
ADVERTISEMENT
Namun saya kira, tugas untuk memberantas ideologi radikal, khususnya di kalangan anak muda, bukan hanya menjadi tugas pemerintah. Hal ini merupakan tugas bersama dan kita perlu bahu-membahu untuk menangani masalah ini. Dan saya kira, sudah banyak elemen-elemen masyarakat yang melakukan berbagai upaya untuk mencegah pemahaman radikal dan mensyiarkan pemahaman Islam moderat di kalangan anak muda. Salah satu di antaranya ialah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) DKI Jakarta.
IMM dan Syiar Islam Wasathiyah
Kami di jajaran IMM DKI Jakarta tentu sangat mengapresiasi langkah yang dilakukan oleh Densus 88 di atas. Kerja yang dilakukan oleh Densus 88 tersebut tentu semakin menyadarkan kita bahwa bahaya dari radikalisme dan terorisme itu nyata. Kita tidak boleh bersantai dan menganggapnya sebagai hal biasa. Sebab dampak dari persebaran dari ideologi radikal tersebut amat sangat berbahaya, terutama untuk persatuan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Menyadari hal tersebut dan dalam upaya membantu pemerintah dalam mencegah ideologi radikal dan memasifkan pemahaman Islam moderat di kalangan anak muda, IMM DKI Jakarta telah melakukan beberapa program. Di antaranya ialah kegiatan YASINAN atau Hayya Sinau Bulanan. Kata hayya diambil dari bahasa Arab yang artinya ialah “ayo” atau “mari”, sedangkan kata sinau berasal dari bahasa Jawa yang artinya “belajar”. Maka maksud dari kegiatan YASINAN ini ialah mari belajar bulanan.
Pada program pertama YASINAN, kami mengangkat tema “Islam Wasathiyah: Ikhtiar Merawat Keberagaman di Lingkungan Kampus”. Tema ini diangkat sebagai upaya kami dalam memasifkan dan mensyiarkan pemahaman Islam yang tengahan atau wasathiyah kepada mahasiswa, khususnya yang berada di bawah naungan IMM DKI Jakarta. Islam tengahan ini, menurut kami, sangat penting untuk disosialisasikan. Sebab hasil dari pemahaman Islam tengahan tersebut, akan membentuk mahasiswa Islam yang menghargai dan menjunjung tinggi pluralitas beragama dan budaya.
ADVERTISEMENT
Kemudian pada program kedua dari YASINAN, kami mengangkat tema terkait enterpreneurship. Tema ini sebenarnya memiliki kesinambungan dengan tema sebelumnya. Sebab kami sadar, bahwa menjadi mahasiswa Islam yang moderat itu tidak cukup. Mereka perlu dibekali ilmu tentang dasar-dasar berwirausaha dan berbisnis. Sebab tidak jarang, mereka yang terpapar radikalisme dan terorisme, adalah mereka yang berasal dari kalangan menengah ke bawah.
Impitan dan tekanan ekonomi sering kali menjadi sebab mengapa mereka tertarik pada ideologi-ideologi radikal. Sebab ideologi ini dianggap menawarkan kedamaian dan iming-iming kenikmatan surgawi. Karena itu materi enterpreneurship ini perlu untuk diajarkan. Sebab jika mereka menjadi pribadi yang matang secara ekonomi atau finansial, maka hal yang demikian akan dapat mempersempit ruang bagi masuknya radikalisme dan terorisme.
ADVERTISEMENT