Jejak Indonesia di Pakistan

Ari Hadiman
Joined the Ministry of Foreign Affairs in 2009, as Diplomats, to explore my passion in international affairs, especially in the relations of economic and geo-politics. Other subject of interests are travelling, sports, movie, music, and video games
Konten dari Pengguna
26 November 2020 22:15 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ari Hadiman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada bulan Oktober 2020, Uni Emirat Arab (UEA) mengabadikan nama Presiden Indonesia, Joko Widodo, sebagai salah satu nama jalan di Kota Abu Dhabi. Pemberian nama tersebut mengingatkan penulis pada suatu jalan bernama Soekarno Chowk, di Kota Peshawar yang berjarak 202 km dari ibu kota Pakistan, Islamabad. Kebesaran Presiden Soekarno, yang namanya diabadikan di Peshawar, merupakan salah satu jejak Indonesia di Pakistan yang menandakan hubungan baik kedua negara.
Presiden Joko Widodo dalam pertemuan bilateral dengan PM Pakistan, Shahid Khaqan Abbasi. Sumber: KBRI Islamabad
Hubungan baik kedua negara terus berlanjut hingga saat ini yang ditandai dengan saling kunjung kepala negara/pemerintahan. Hampir seluruh presiden Indonesia pernah berkunjung ke Pakistan. Kunjungan Presiden Indonesia ke Pakistan terakhir kali dilakukan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2018. Adapun Presiden Pakistan, Mamnoon Hussain, terakhir berkunjung ke Indonesia pada tahun 2016. Biasanya dalam suatu kunjungan bilateral ditandai dengan kesepakatan kerja sama. Dalam kunjungan Presiden Joko Widodo tersebut telah ditandatangani kerja sama bilateral di bidang perdagangan dan energi yang menambah jejak Indonesia di Pakistan sekaligus memperkuat hubungan diplomatik kedua negara.
ADVERTISEMENT
Hubungan diplomatik Indonesia-Pakistan yang terjalin sejak Oktober 1947 telah diisi dengan kerja sama di berbagai bidang. Salah satunya tampak dari perdagangan Indonesia-Pakistan yang produktif, dengan total nilai perdagangan bilateral periode Januari–September 2020 mencapai USD 1,66 miliar. Indonesia merupakan salah satu mitra dagang utama Pakistan di wilayah Asia Tenggara. Sementara Pakistan merupakan pasar terbesar ke-4 untuk produk minyak sawit Indonesia.
Nihari, salah satu makanan khas Pakistan yang dimasak menggunakan Vanaspati, produk olahan minyak sawit. Sumber: hassangill via Pixabay
Posisi Pakistan sebagai destinasi ekspor minyak sawit tidak terlepas dari kearifan lokal masyarakat Pakistan yang memerlukan vanaspati, yaitu minyak atau lemak makan dengan tekstur semi padat dan berupa suspensi yang terbuat dari minyak nabati yang telah mengalami proses pemurnian. Vanaspati (di Indonesia dikenal dengan sebutan minyak samin) merupakan produk olahan minyak sawit, digunakan dalam menggoreng, menumis, atau membakar berbagai makanan khas Pakistan, contohnya Nihari. Penggunaan Vanaspati memberikan cita rasa yang unik dan lezat di setiap makanan tradisional Pakistan. Vanaspati merupakan sumber nutrisi makanan yang diperlukan masyarakat dan menjadi bagian tradisi kuliner Pakistan yang dikonsumsi masyarakat Pakistan selama bertahun-bertahun. Ekspor minyak sawit bukan satu-satunya jejak Indonesia di Pakistan. Jejak Indonesia juga tampak dalam hubungan masyarakat kedua negara.
ADVERTISEMENT
Dalam hubungan antarmasyarakat, kedekatan kedua negara tampak dari keberadaan 200 mahasiswa Indonesia yang yang menempuh pendidikan jenjang S-1 maupun S-2 di Internasional Islamic University in Islamabad (IIUI) dan beberapa universitas lainnya di Pakistan. Selain itu juga terdapat 20 mahasiswa Pakistan yang belajar di Indonesia, misalnya di ITB. Terdapat beberapa alasan kenapa mahasiswa Indonesia memilih Pakistan sebagai tempat menimba ilmu.
Silmi, Amirah, dan Dzakiyah adalah mahasiswi jurusan Master in Arabic di Internasional Islamic University in Islamabad (IIUI), yang memilih kuliah di Pakistan karena kultur Islam yang kuat di masyarakat Pakistan. Lain halnya dengan Rizky, mahasiswa jurusan Hubungan Internasional di IIUI, mengungkapkan bahwa minimnya orang Indonesia yang kuliah di Pakistan justru menjadi faktor penyemangat untuk menempuh pendidikan di Pakistan. Faktor biaya kuliah yang relatif murah dan lingkungan internasional serta interaksi dengan para pengajar dari Pakistan maupun negara lainnya, seperti Mesir, Afghanistan, Lebanon, Palestina, menjadi salah satu faktor penarik minat berkuliah di Pakistan. Di samping itu, belajar di Pakistan memungkinkan mahasiswa untuk menambah keahlian bahasa asing lainnya, yaitu Bahasa Urdu yang digunakan oleh lebih dari 1 miliar orang di dunia.
Presiden Joko Widodo, didampingi mahasiswa Indonesia selaku penerjemah Bahasa Urdu, melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Pakistan, Mamnoon Hussain. Sumber: KBRI Islamabad
Kemampuan berbahasa Urdu membantu mahasiswa Indonesia baik dalam menjalani kehidupan akademis maupun dalam kehidupan sehari-hari di Pakistan. KBRI Islamabad dalam beberapa kesempatan mengajak mahasiswa tersebut untuk mendukung kegiatan KBRI, misalnya sebagai menjadi penerjemah Presiden RI dalam kunjungan ke Pakistan.
ADVERTISEMENT
Keberadaan para mahasiswa dan komoditi ekspor Indonesia, serta peran aktif Perwakilan RI di Pakistan menambah jejak Indonesia di Pakistan yang akan semakin mempererat hubungan kedua negara. Keeratan hubungan tersebut akan menjadi modal penting bagi pengembangan kerja sama bagi kedua negara di masa mendatang.