news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Endang Ramdan dan Harmoni Kendang Progressive

Ari Ulandari
Kadang kita tidak sadar bahwa kalimat-kalimat sederhana dapat sangat mempengaruhi hidup seseorang
Konten dari Pengguna
7 Mei 2018 15:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ari Ulandari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mungkin sobat sekalian sudah biasa mendengar kata progressive rock ataupun progressive metal. Aliran musik tersebut semakin berkembang belakangan ini. Sejumlah musisi yang menganut aliran musik seperti ini senantiasa mencari inspirasi baru dengan cara menggabungkan sejumlah aliran musik lainnya, tidak ketinggalan dengan sentuhan musik tradisional.
ADVERTISEMENT
Bertolak belakang dengan aliran musik progressive yang terus berkreasi tanpa batas, musik-musik tradisonal seringkali cenderung berpegang teguh pada ‘pakem’ cara memainkan alat musik tersebut. Sehingga nada dan irama yang dihasilkan selalu sama dari generasi ke generasi.
Lantas bagaimana jadinya jika ada musisi tradisional yang berupaya untuk keluar dari ‘belenggu’ pakem tersebut?
Pertanyaan di atas mungkin dapat menemukan jawabnya dalam diri Endang Ramdan.
Kemarin (6/5), Endang Ramdan berkolaborasi bersama Tohpati membawakan sebuah pertunjukan yang sangat unik. Dalam pertunjukan bertajuk “Guitar x Kendang” di Galeri Indonesia Kaya tersebut, Endang mampu membuktikan bahwa kendang bisa menghasilkan irama harmoni bersama gitar dalam aliran musik yang lebih progressive.
Dalam kesempatan saat itu, Endang bersama Tohpati membawakan sejumlah musik bersama, antara lain lagu Satria, lagu tradisional asal Sumbar – Kampuang Nan Jauh Di Mato, lagu tradisional asal Sunda – Es Lilin, lagu Selaras dari album solo Tohpati, lagu tradisional asal Jawa – Lir Ilir, dan ditutup dengan suguhan lagu Mahabharata.
ADVERTISEMENT
Keduanya menyajikan deretan lagu di atas dengan kompak. Terbukti persilangan antara gitar dan kendang mampu menghasilkan musik yang lebih menggairahkan. Kendang sunda yang biasanya cenderung ditabuh dengan lambat, kini ditabuh dengan irama cepat oleh Endang. Petikan dawai gitar yang halus dari Tohpati dikawinkan dengan hentakan kendang Endang membuat sukma melayang ketika mendengarkannya.
Endang mengaku mulai menyukai kendang sejak masih belajar di bangku sekolah dasar. Saat itu kebanyakan dirinya belajar secara otodidak. Kecintaannya kepada kendang membuat pria kelahiran Bandung, 11 September 1977 ini merasa terlahir untuk bermain kendang.
Di mata Endang, kendang adalah sebuah alat musik yang asik dan menarik. Ada banyak pola-pola dinamis yang ditawarkan oleh kendang. Hal itulah yang dirasa Endang tidak ia temukan dalam alat musik tradisional lainnya.
ADVERTISEMENT
Kemampuan bermain kendangnya kemudian semakin terasah setelah menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia. Dirinya juga melanjutkan pendidikan tinggi di ISBI. Belum puas untuk berseni, Endang pun bergabung dengan grup tradisional Samba Sunda dan Malire, Idea Percussion – Dwiki Dharmawan, dan terakhir bersama Simak Dialog – Riza Arshad.
Setelah perjalanan panjang berseni tersebut, Endang kemudian memutuskan untuk bergabung bersama Tohpati dalam grup Tohpati Ethnomission.
Perjumpaan Endang dan Tohpati berawal pada saat sama-sama bermain di grup yang sama, Simak Dialog pada tahun 2003. Sejak saat itu hingga tahun 2007, keduanya sering mendiskusikan kemungkinan untuk berkolaborasi dengan lebih intensif. Tawaran itu dirasa menarik oleh Endang.
“Kendang kan biasanya terlalu slow ya, kalau rock kan agresif lagi ya. Itu tantangan saya buat bisa. Setidaknya membuktikan bahwa kapasitas kendang lebih bisa berkembang, lebih bisa atraktif lagi”, ungkap Endang saat ditemui seusai pertunjukan di Galeri Indonesia Kaya.
ADVERTISEMENT
Selama pertunjukan, tampak Endang dengan lihai menabuh 3 buah kendang yang ada di depannya secara bergantian. Dengan sangat cermat, Endang maupun Tohpati mencoba menyelaraskan irama dan ketukan kedua alat musik ini. Ada saat-saat di mana keduanya hampir kehilangan harmonisasi, namun berhasil diatasi dengan sangat cantik.
Endang Ramdan dan Tohpati (Foto: Istimewa)
Misalnya pada pertengahan suguhan lagu Es Lilin, demi tetap menjaga harmonisasi keduanya seolah menyelaraskan nada dengan cara Tohpati memetik gitar dan disahut oleh Endang dengan tabuhan kendangnya. Begitu seterusnya hingga keduanya medapatkan kembali keselarasannya.
Pertunjukan yang seru. Penonton yang hadir di Auditorium Galeri Indonesia Kayapun ikut tertawa menyaksikan ulah jenaka kedua seniman ini.
“Benar seperti kata dia (Tohpati –red), yang paling susah itu adalah perbedaan bahasa... Kendang punya ketukannya sendiri... tempo harus selalu stabil”, jelas penabuh kendang yang sudah pernah tampil di Tong Tong Festival Den Haag 2010 dan Virada Cultural Sao Paulo 2011 ini.
ADVERTISEMENT
Baik Tohpati dan Endang merasa senang dengan keberadaan Galeri Indonesia Kaya yang menyediakan ruang bagi musik-musik bernuansa tradisional untuk berkembang. Sama-sama cinta budaya, begitu mungkin pengikat antara Endang, Tohpati, dan Galeri Indonesia Kaya.
“Dia lebih care sama alat-alat etnik, Kalau dia ingin mengangkat item etnik saya akan lebih mendukung”, jawab Endang saat ditanya kenapa bersedia berkolaborasi dengan Tohpati.
“Cita-cita saya juga ingin mengangkat etnik”, tutupnya.
Cinta budaya, Cinta Indonesia! Demikian moto yang diusung oleh Galeri Indoensia Kaya. Adanya upaya-upaya yang dilakukan oleh seniman modern seperti Tohpati yang bekerjasama dengan musisi tradisional seperti Endang tentunya akan menambah khasanah kekayaan budaya Indonesia.
Ada banyak hal menarik yang dapat kita saksikan dari pertunjukan ini, selain hiburan tentu saja, yakni sebuah inspirasi bahwa tidak seharusnya kita membatasi sebuah seni. Sebuah kreatifitas janganlah dianggap sebagai perusak tradisi, justru pandang lah itu sebagai peluang untuk melestarikan budaya yang sudah diwariskan oleh leluhur kita.
ADVERTISEMENT
Dengan kreatifitas yang disajikan Oleh Tohpati dan Endang, kini kita bisa melihat seperti apa itu kendang progressive.