Sebuah Rasa Harus Diungkapkan

Aria Pradana
Reporter
Konten dari Pengguna
29 April 2017 11:04 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aria Pradana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sebuah Rasa Harus Diungkapkan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Terima kasih Tuhan, atas nikmat yang Engkau berikan kepada hamba-Mu yang hina dina ini. Engkau berikan segala yang hamba-Mu butuhkan, bukan yang hamba-Mu inginkan. Nikmat sehat salah satu nikmat dari sekian nikmat yang telah Engkau karuniakan.
ADVERTISEMENT
Terima kasih Tuhan, Engkau berikan kepadaku panca indera yang utuh dan lengkap, serta sebuah hati dan rasa yang begitu peka dengan semuanya. Dari mata turun ke hati, sekiranya begitulah nikmat dari seorang yang sedang menikmati indahnya jatuh hati. Pun yang terjadi padaku. Indah, nyaman, tenang, selalu terbayang. Itulah efek dari seorang yang sedang kasmaran, efek dari seseorang yang memendam rasa dari makhluk yang Engkau ciptakan.
Bagi orang yang dimabuk rasa sepertiku, sah-sah saja menyebut penyebab diriku menjadi seperti ini karena ulahmu. Iya, kamu perempuanku. Dengan tingkah polahmu yang seperti itu, aku menjadi kecanduan untuk selalu melihatmu. Kamu, yang saat ini masih kurindu. Begitu banyak, memori di otakku yang penuh dengan file-file tentangmu. Dalam memori ini, ku masih ingat persis cara mata yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa merekam dan mengambil foto segala tentangmu.
ADVERTISEMENT
Mulai dari keningmu, matamu, pipimu, wajahmu hingga senyum yang bagiku itu telah kau berikan padaku. Bisa saja, kau menyebut aku ini baper kepadamu. Biarin. Itu masih tahap aku memandang yang ada diwajahmu. Belum lagi, saat dirimu tertawa. Kulihat dengan jelas, ekpresi kesenanganmu yang terpancar jelas dihadapanku. Masih banyak lagi yang telah kamu berikan kepadaku hingga aku perlu folder khusus untuk menyimpan file-file tentangmu.
Caramu berbicara dan gaya mulutmu dalam berbicara sangat padu dengan ejaan kata-kata yang bagiku itu tersusun rapi. Itu masih kuingat betul, meskipun itu tidak kau berikan langsung kepadaku melainkan kau berikan dengan orang lain yang berbicara denganmu dan diriku hanya mendengarkan. Selain itu, nada suaramu sewaktu berbicara seperti sebuah alunan lagu yang tidak akan cukup apabila hanya diperdengarkan sekali waktu. Itu baru sedikit caramu membuatku mabuk kepadamu.
ADVERTISEMENT
Masih sangat banyak yang secara tidak sengaja barangkali kau menyebut dan secara sengaja aku menyebut tingkah polahmu yang membuatku mabuk tak karuan. Aku rekam segala bahasa tubuhmu yang kau bawakan untuk menarik perhatianku atau mungkin menarik perhatian orang lain. Tak pernah sekalipun, kemarahanmu, ke-ngambeg-anmu, dan kemurunganmu kepadaku—yang barangkali pernah kulakukan—menjadi penghambat untukku. Justru dengan seperti itu, aku makin paham tingkah polahmu. Dan bagi orang yang sedang dimabuk rasa seperti diriku, ekspresi seperti itu makin membuatku semakin larut dan makin larut dalam kemabukan.
Tapi sudahlah, Tuhan Maha Adil. Dengan segala keadilan-Nya, Dia memberikan kesempatan kepadaku untuk bersua denganmu. Jauh dari itu, Tuhan Maha Mengetahui. Tuhan sangat mengetahui waktu yang tepat untuk mempertemukanku denganmu. Sekali lagi, terima kasih Tuhan. Apabila sebuah rasa harus diungkapkan, biarlah diungkapkan dalam sebuah tulisan.
ADVERTISEMENT