Jadi Wartawan, dari Diancam Ditembak hingga Foto dengan Artis Idola

Aria Pradana
Reporter
Konten dari Pengguna
11 November 2018 11:31 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aria Pradana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jadi Wartawan, dari Diancam Ditembak hingga Foto dengan Artis Idola
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Pada 28 November 2016, aku berkesempatan mengikuti *kumparan onboarding* yang diselenggarakan oleh kumparan bagi para karyawan barunya. Bertempat di Kota Kasablanka saat itu, mataku diperlihatkan banyak tokoh publik yang biasanya hanya bisa aku tonton di layar kaca. Selama berada di sana, semua diwajibkan untuk menulis hasilnya.
ADVERTISEMENT
Ternyata Aku Seorang Wartawan
Jadi Wartawan, dari Diancam Ditembak hingga Foto dengan Artis Idola (1)
zoom-in-whitePerbesar
Lalu Aksi Bela Islam 212 di Monas, adalah momen sejarah bagiku. Pasalnya, itu merupakan tugas dan pekerjaan pertamaku selepas berstatus mahasiswa. Tugasku hanya memberikan laporan dan pandangan mata kemudian mengirimkannya ke grup WhatsApp kantor. Kala itu, aku ikut bersama massa salat Jumat, di jalanan diguyur hujan, berbasah-basah. Tapi, aku masih belum tahu bahwa pekerjaan yang aku jalani adalah adalah wartawan.
Setelah aksi besar-besaran itu, aku mendapatkan sebuah kartu identas dari kumparan bertuliskan 'PERS'. Di bawah tulisan namaku, ada tulisan lain yang berbunyi 'jurnalis'. Sejak saat itu, baru aku tahu bahwa aku adalah seorang jurnalis. Padahal sebelumnya, diriku tak paham, tak kenal, apalagi berkeinginan menjadi seorang wartawan.
ADVERTISEMENT
Sebagai seorang wartawan probation, aku pernah ditugaskan untuk mendatangi rumah Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, mantan Gubernur Jakarta di kawasan Pantai Mutiara, Jakarta. Singkat cerita, aku gagal melaksanakan tugas karena tersangkut di pos sekuriti. Kartu pers beserta kartu identitasku sempat difoto, setelah aku nekad memfoto rombongan Ahok pasca selesai menghadiri persidangan kasus yang menjeratnya. Aku takut dan melarikan diri.
Kendaraan Pertama di Jakarta
Sebagai pekerja lapangan yang tidak harus datang ke kantor, aku dituntut untuk mengetahui seluk beluk ibukota Jakarta. Transportasi umum seperti Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek, Bus Transjakarta, ojek online hingga ojek pangkalan pernah menjadi moda transportasi pada awal aku bekerja sebagai wartawan. Hingga waktu itu, aku hampir putus asa karena gaji bulanan yang seharusnya dapat disisihkan, habis untuk perjalanan saja.
ADVERTISEMENT
Kemudian aku dipanggil ke kantor dan disarankan untuk mempunyai kendaraan sendiri. Entah membeli dengan cara kredit, atau mengirim kendaraan dari kampung. Padahal saat berada di Jakarta, aku sudah mempunyai kendaraan berupa sepeda listrik yang aku dapatkan saat ikut reuni Akbar Universitas Diponegoro (Undip).
"Lu bisa mengendarai motor kan? Kalau lu masih ingin bekerja di Jakarta, lu harus mempunyai motor dan uang lu tidak habis," kurang lebih begitu hipnotis yang diberikan oleh Mas Indra kepadaku terkait kendaraan. Hingga akhirnya aku terhipnotis dan mengendarai motor setelah Pasar Senen kebakaran.
Jadi Wartawan, dari Diancam Ditembak hingga Foto dengan Artis Idola (2)
zoom-in-whitePerbesar
Desk Kriminal dan Aku Menangis
Kasus pembunuhan massal di Pulomas, dan mencari tersangkanya di Bekasi hingga dibawa ke RS Polri, menjadi pengalaman pertamaku liputan kriminal atau buser. Menyenangkan, karena dapat bertemu dengan banyak wartawan, juga meminta kontak narasumber. Tapi menyesal, karena dimarahi atasan akibat tidak lengkap saat bertanya juga menulis pandangan mata.
ADVERTISEMENT
"Sebagai wartawan, lu harus peka, jeli dan punya kontak narasumber. Jangan hanya ikut-ikutan," seingatku seperti itu saat orang atasan mendidik.
Masih terkait Pulomas. Rentetan pesan masuk dari orang kantor, seolah menerorku. Bagaimana tidak, ia berharap agar aku tidak kalah dengan reporter berbaju merah, tapi nyatanya aku kalah. Malam itu aku berada di Bekasi, kondisinya hujan deras, dan air mataku menetes. Aku menangis.
Jadi Wartawan, dari Diancam Ditembak hingga Foto dengan Artis Idola (3)
zoom-in-whitePerbesar
Hal menarik lainnya yang masih aku ingat yakni kebakaran Pasar Senen pada (19/1/2017) lalu. Aku mengawal dari pagi hari hingga lewat tengah malam. Belajar dari pengalaman sebelumnya, aku laporkan dan kutulis semua melalui pandangan mata. Saat itu, aku bertekad tidak kalah dengan si jago merah. Namun kenyataannya, si jago merah baru bisa dipadamkan hingga beberapa hari kemudian.
ADVERTISEMENT
Menyusuri Ciliwung hingga ke Monas Gratis
Jadi Wartawan, dari Diancam Ditembak hingga Foto dengan Artis Idola (4)
zoom-in-whitePerbesar
Tidak hanya liputan kriminal, kumparan menugaskanku untuk liputan di Balai Kota selama beberapa bulan. Waktu itu, DKI Jakarta dipimpin oleh Ahok, lalu Sumarsono, kemudian Djarot Saiful Hidayat. Aku mengenal istilah 'doorstop' saat liputan di situ.
Wawancaranya ramai dan narasumbernya dikerubungi oleh banyak wartawan. Peristiwa unik saat berada di Balai Kota ialah ketika kumparan memberiku pertanyaan untuk disampaikan kepada Ahok yang menggunakan peci hitam terkait pertemuannya dengan Raja Salman.
"Ya kita senanglah, diajak salaman dengan Raja. Pakai dua tangan kan. Ya kita hormatlah, Raja kan. (Peci) punya sayalah," ucap Ahok sembari tertawa kepadaku.
Enaknya liputan di Balai Kota itu saat kita mendapatkan kesempatan untuk menyusuri sungai Ciliwung menggunakan perahu karet bersama rekan-rekan media. Berada di puncak tertinggi Monas secara gratis, serta bertemu salah seorang yang cantik jelita. Pertemuan dengannya sempat aku tuliskan di user story kumparan sebelumnya.
Jadi Wartawan, dari Diancam Ditembak hingga Foto dengan Artis Idola (5)
zoom-in-whitePerbesar
Liputan tentang Novel Baswedan Menjadi Momen Menyenangkan
ADVERTISEMENT
11 April 2017, salah seorang penyidik KPK, Novel Baswedan disiram air keras oleh orang tak dikenal. Peristiwa tersebut berdampak pada matanya yang tidak dapat kembali normal seperti sedia kala. Momen itu menjadi liputan yang menyenangkan. Sebab, foto barang bukti berupa gelas berwarna hijau beserta airnya berhasil kukirim ke kantor. Hingga saat ini, pengusutan kasus tersebut seolah tidak membuahkan hasil apapun.
Jadi Wartawan, dari Diancam Ditembak hingga Foto dengan Artis Idola (6)
zoom-in-whitePerbesar
Aku Sempat Ingin Menyerah Jadi Wartawan
Lepas dari Balai Kota, pada Mei 2017 kumparan menugaskanku untuk menempati pos polisi di Polda juga Mabes Polri. Di tempat itu, aku dan rekan sesama wartawan kumparan lainnya yakni Ainul 'Owi' Qolbi, secara bergantian menjaga kedua pos tersebut.
Nyatanya, tidak mudah. Wartawan senior yang pernah menjaga pos tersebut, Indra Subagja selalu mengawasi pergerakan. Ia dan pesan WhatsAppnya tiap hari selalu menyapa, menanyakan hal-hal terkait permasalahan hukum yang sedang ditangani oleh Korps Bhayangkara.
ADVERTISEMENT
Nyatanya, aku hampir menyerah. Sebab, tiga orang yang sebelumnya ditugaskan untuk menjaga pos tersebut memilih untuk mengundurkan diri dari kantor. Aku telah mengutarakan keinginan untuk keluar, tapi kantor memintaku untuk memikirkan matang-matang. Padahal kedua orang tua sudah pasrah dengan keputusan itu, namun aku mengurungkannya.
"Kalau lu resign, entar lu kerja apa? Kan belum ada tes CPNS. Entar kalau ada lowongan PNS daftar, kalau diterima dan menjadi PNS, jangan korupsi. Entar lu berurusan dengan gue lagi, di KPK tapi," ucap wartawan senior tersebut kepadaku.
Keinginan untuk berhenti jadi wartawan saat itu, karena aku merasa sudah tidak sanggup lagi dengan berondongan pertanyaan dan omelan dia. Semuanya itu sangat terekam jelas di pikiranku, mempengaruhi perasaanku.
Jadi Wartawan, dari Diancam Ditembak hingga Foto dengan Artis Idola (7)
zoom-in-whitePerbesar
Penerbangan hingga 'Amplop' Pertamaku
ADVERTISEMENT
Juni 2017, aku mendapatkan kesempatan untuk melakukan Dinas Luar Kota (DLK) bersama lembaga pemerintah. Berangkat ke Surabaya menggunakan kereta api dan pulang menggunakan pesawat. Ini adalah pengalaman pertamaku yang indah menggunakan pesawat terbang. Sebelumnya, aku tidak pernah membayangkan untuk menggunakan moda udara tersebut.
"Maaf pak, saya tidak diperbolehkan untuk menerimanya. Mendapatkan kesempatan naik pesawat secara gratis, saya sudah sangat senang," kataku, ketika seseorang hendak memberiku sebuah 'amplop' di dalam pesawat.
Berbicara tentang 'amplop', aku juga pernah mendapatkannya saat liputan motor gede di kawasan Kelapa Gading. Di dalam goodie bag tersebut, ada amplopnya. Aku langsung memberitahu dan menuju ke kantor. 'Amplop'-nya diambil kantor, goodie bag-nya diberikan kepadaku.
Aku Diancam Ditembak Saat Penggeledahan Rumah Setya Novanto
ADVERTISEMENT
November 2017, KPK menggeledah rumah Ketua DPR, Setya Novanto. Penggeledahan yang dilakukan pada malam hari itu, membuat seantero informasi berpusat ke Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta. Aku ditugaskan untuk segera meluncur ke lokasi. Banyak wartawan yang sudah berada di sana.
Mengingat tidak ada pergerakan di depan rumah, aku melipir ke samping rumahnya. Di situ, beberapa orang berlalu lalang hilir mudik masuk ke dalam rumah. Kuabadikan momen tersebut dengan beberapa video dan foto sambil memantau situasi. Namun tak berselang lama, tiba-tiba beberapa orang menghampiriku. Salah seorang di antara mereka memintaku untuk mengeluarkan handphone, dan menyuruh untuk menghapus foto juga video yang ada di dalamnya.
Aku menolak, mereka menggertak. Salah seorang dari mereka mengancam, menarik kerah bajuku. Aku diancam akan ditembak dengan senjata api, apabila menolak untuk menghapus file tersebut. Aku melunak, mereka pergi menggunakan mobil. Aku terhenyak tak percaya bahwa profesi wartawan sangat mengerikan hingga nyawa menjadi taruhannya.
ADVERTISEMENT
Aku Belajar Menembak Saat Liputan di Mabes Polri
Selama liputan di Mabes Polri, aku merasa senang. Sebab, aku mendapatkan kesempatan untuk latihan menembak di Lapangan Tembak Senayan, juga lapangan tembak kompleks Mako Brimob, Kelapa Dua Depok, hingga bermain pingpong. Menempati pos tersebut, aku mengenal berbagai macam jabatan di lingkungan polri juga mempunyai kontak para perwiranya. Kurang lebih setahun, kumparan mempercayakan pos Mabes Polri kepadaku.
Jadi Wartawan, dari Diancam Ditembak hingga Foto dengan Artis Idola (8)
zoom-in-whitePerbesar
Pindah ke Desk Hits dan Aku Bisa Foto dengan Artis Idola
April 2018, aku dimutasi. kumparan memberiku kesempatan untuk liputan di desk entertainment alias Hits. Aku pasrah, aku menerima. Pikiran negatif terkait pemindahan tersebut sempat menghantui pikiranku. "Apa salahku, mengapa harus aku, kenapa bukan yang lain?". Namun itu semua terjawab, karena sampai saat ini, aku masih disini.
ADVERTISEMENT
Selama liputan Hits, aku sempat bertemu dengan banyak artis dan selebriti. Liputan mengenai kasus, musik, film, konser, hingga gosip pernah kulakukan. Hal itu merupakan tanggung jawabku sebagai seorang wartawan yang selalu siap dengan beragam tugas yang diberikan.
Asyiknya liputan entertainment di antaranya, bisa bertemu dan bertatap muka dengan artis, menonton konser secara gratis, menonton film secara cuma-cuma hingga foto dengan artis idola.
Jadi Wartawan, dari Diancam Ditembak hingga Foto dengan Artis Idola (9)
zoom-in-whitePerbesar
Aku Lulus Uji Kompetensi Wartawan
Sabtu 12 Mei, kumparan mengadakan tes uji kompetensi wartawan. Hasilnya, semua lulus. Aku senang, pun dengan kawan-kawan. Bagiku, ujian tersebut hanyalah hal yang normal. Sebab, segala yang diujikan terpampang nyata saat di lapangan. Contohnya, bertanya saat sesi tanya jawab, doorstop, foto narasumber juga peristiwa, meminta kontak narasumber, hingga menyunting berita.
Jadi Wartawan, dari Diancam Ditembak hingga Foto dengan Artis Idola (10)
zoom-in-whitePerbesar
Balik lagi ke lapangan. Bagiku, penempatan di Balai Kota, Mabes Polri, buser, atau di manapun, itu sama saja. Sebab, tanggungjawab kita sebagai seorang wartawan ialah memberitakan banyak hal kepada masyarakat, kepada siapapun. Tentunya, dengan menjunjung tinggi kode etik jurnalistik.
ADVERTISEMENT
Beberapa rekan media sering bertanya kepadaku. "Kalau disuruh pilih, lu pilih liputan di news, atau hiburan?", "Sama saja dan nikmati saja," jawabku kepada rekan.
Alasanku menjawab demikian karena sebagai seorang wartawan, aku sangat senang ditugaskan di lapangan dibandingkan di kantor. Sebab, saat berada di lapangan semua panca indra kita merasakan berbagai hal. Mulai dari peristiwa, gaya tubuh dan kontak mata narasumber, cara berbicara, hingga yang tidak kalah penting ialah melihat fakta, situasi secara langsung terhampar di depan mata.
Terima kasih kumparan. Meski wartawan bukanlah cita-citaku, tapi kini ia adalah profesiku. Berkat profesi inilah, aku mendapatkan rezeki hingga dapat berkeliling negeri.
Jadi Wartawan, dari Diancam Ditembak hingga Foto dengan Artis Idola (11)
zoom-in-whitePerbesar