Diberhentikan dari Jabatan Sekretaris Desa

Aria Rusta
kontributor
Konten dari Pengguna
31 Januari 2022 12:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aria Rusta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dokumentasi: pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Dokumentasi: pribadi.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Umurku sekitar 27 tahun saat aku memutuskan untuk mengabdikan diri sebagai abdi pemerintahan desa. Di umurku yang belum genap tiga dekade itu, aku menduduki jabatan sekretaris desa alias carik.
ADVERTISEMENT
Posisi tersebut terbilang prestige bagi seorang lelaki bujang yang dalam waktu beberapa bulan kemudian akan melepas masa lajang.
Aku tinggal di sebuah desa pinggir hutan dengan rerimbunan pohon jati yang besar-besar. Aku seorang lulusan SMA yang sempat melanglang buana ke luar kota hingga kemudian memilih pulang ke desa menjadi bagian dari perangkat desa.
Di sinilah awalnya bermula. Aku menikah dengan seorang perempuan cantik jelita dengan jabatanku sebagai pemangku desa. Hampir setahun menikah, anak sulungku lahir. Aku sangat senang menantikan kehadirannya, seorang bayi lelaki penerus masa depan keluarga.
Aku sangat memanjakannya. Beragam mainan anak-anak yang kekinian, aku belikan dari saku pendapatan. Kondisi menyenangkan itu kualami sekitar empat tahunan, anak keduaku yang berjenis kelamin perempuan telah dilahirkan.
ADVERTISEMENT
Peristiwa menyakitkan mulai terasa usai pemilihan kepala desa. Aku mulai disingkirkan oleh kepala desa terpilih. Jabatanku sebagai carik juga mulai terancam.
“Bapak ya enggak tahu, apa penyebab diberhentikan dari carik,” kataku kepada anakku yang akhir-akhir ini mulai menanyaiku terkait lepasnya jabatan tersebut.
“Katanya, aku dituduh melakukan penggelapan pajak, lumbung desa, hingga penggelapan sertifikat tanah milik warga,” kataku menambahkan.
Dengan tuduhan-tuduhan tanpa dasar itu, aku dipaksa diberhentikan dari jabatan sekretaris desa.
Akibatnya dari tuduhan-tuduhan tersebut, keharmonisan keluarga kecilku mulai berantakan. Aku tak punya pekerjaan.
Untuk mengisi perut keluarga, aku bekerja serabutan. Terkadang harus mencari kayu di hutan yang kemudian tertangkap dan sempat menginap.
Seorang kepala desa yang seharusnya membantu warganya, malah membiarkan dan seolah tak peduli dengan apa yang terjadi padaku. Peristiwa tersebut terjadi sekitar akhir tahun 90-an.
ADVERTISEMENT
Dua puluh tahun lebih, peristiwa yang kualami sudah berlalu. Namun, apa yang dituduhkan kepadaku oleh dia nyatanya tidak terbukti sampai sekarang.
Aku yang dituduh melakukan penggelapan pajak, hingga penggelapan sertifikat tanah milik warga tidak ada pengusutan yang tuntas dari dulu sampai sekarang.
“Sebenarnya, bapak bisa saja melakukan gugatan ke PTUN waktu itu, tapi untuk apa? Karena sebagai rakyat kecil, kita tidak dapat melawan penguasa yang sedang berkuasa,” terangku kepada anak sulungku yang memilih profesi menjadi seorang jurnalis.
Aku memaklumi pertanyaan dan caranya bertanya tentang diberhetikannya diriku sebagai seorang carik. Sebab, saat ini sedang ramai-ramainya membahas soal pengisian perangkat desa yang diduga syarat dengan kejanggalan.
Sejumlah media online baik skala nasional ataupun lokal yang memberitakan gaduhnya peristiwa itu. Bahkan, anakku sempat bercerita beberapa kali tentang adanya dugaan jual beli jabatan agar dapat menjadi seorang perangkat desa.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, istriku juga khawatir dengan nasib anakku yang beberapa hari terakhir ini, seolah mendapatkan intimidasi untuk tidak memberitakannya yang membuat belahan jiwaku susah tidur.
Duh, betapa mirisnya aku melihat peristiwa tersebut. Apabila dugaan tersebut benar terjadi, semoga dapat segera terungkap dalangnya. Dan apabila dugaan tersebut tidak terbukti, semoga para perangkat desa terpilih dapat menjalankan tugas dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya, selurus-lurusnya sesuai dengan regulasi yang ada.
Berembus juga kabar yang menyebut para perangkat desa yang terpilih hampir sebagian besar merupakan keluarga dekat dari kepala desa ataupun tim suksesnya.
Maka dari itu, bagi mereka yang telah dinobatkan sebagai perangkat desa, ya semoga tidak bernasib sama sepertiku usai adanya pemilihan kepala desa berikutnya. Karenanya, itu sangat menyedihkan dan memilukan.
ADVERTISEMENT
Inilah sekelumit pengalaman dan kisah yang sempat aku alami saat memilih menjadi abdi desa dan malah diberhentikan karena perbedaan kepentingan ataupun karena rasa tidak suka dari penguasa kepada bawahannya.
Semoga dapat dimaklumi.