Jadi?, Ya Jadi dong ke Blitar tapi Mampir Kediri

Aria Rusta
kontributor
Konten dari Pengguna
4 Januari 2022 16:05 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aria Rusta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sebuah monumen di Simpang Lima Gumul, Kediri. Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sebuah monumen di Simpang Lima Gumul, Kediri. Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Awal tahun 2022 ini, aku buka kalender dengan berjalan-jalan ke Blitar. Tempat kakak tertuanya ibuku tinggal, tempat makam Bung Karno juga.
ADVERTISEMENT
Tepat pada Sabtu, tanggal 1 Januari 2022, aku bertolak dari Blora sekitar pukul 08.00 WIB. Molor dua jam dari waktu yang telah disepakati. Tapi tak masalah, perjalanan tetap dilanjutkan. Melewati Cepu, Bojonegoro, Ngawi, melintasi Jalan Tol Ngawi menuju Nganjuk.
Sempat beristirahat di rest area, dengan membeli sebotol sprite minuman bersoda untuk mengurangi rasa mual di bawah dada. Tulisannya 5000,- tapi membelinya Rp 15.000. Ya udahlah enggak apa-apa, tetap dibayar saja. Toh, sembari menunggu yang lainnya melaksanakan salat dhuha.
“Jadi?” ucap seorang cewek yang membalas whatsapp story tentang foto di rest area tersebut.
Lalu, aku jelaskan tentang perjalananku ini. Sambil sedikit menggodanya.
Menariknya, usai melaksanakan ibadah, mereka kemudian mengunyah makanan di depan masjid, yang ada tulisannya “Dilarang Makan di Area Masjid”. Tapi, mau gimana lagi? Sempat tidak tahu tentang tulisan itu, dan dibiarkan juga oleh yang lainnya.
ADVERTISEMENT
Usai melintasi tol karya pemerintahan jokowi, perjalanan dipindah menuju ke jalan biasa, melewati Kediri. Di Kota Tahu ini, kami sempat singgah ke simpang lima Gumul dengan monumen yang mirip Arc de Triomphe di Paris, Perancis. Cuaca mendung, gerimis turun. Sekitar lima menit lamanya, kami berfoto di depan bangunan tersebut yang dijaga oleh satpol pp karena masih ditutup untuk para wisatawan.
Perjalanan terus kami lanjutkan, hingga akhirnya sampai di rumah budhe di Dukuh Jajar, Kelurahan Kanigoro, Kabupaten Blitar. Di rumah berdinding tembok batu bata ini, hanya dihuni oleh seorang nenek dengan rambut sudah beruban dengan badan bungkuk, seperti ibunya dia, yaitu nenekku.
Benar memang kata Pidi Baiq dalam bukunya berjudul Dilan, “Rindu Itu Berat”. Aku beberapa kali hampir mengusap air mata yang lebih dari sepuluh tahun lamanya, tidak bertatap muka dengan budheku ini.
ADVERTISEMENT
Banyak cerita-cerita masa lalu yang kembali terulang dengan obrolan-obrolan ringan. Terakhir aku ke Blitar, saat masih anak bawang yang belum mengerti apa itu uang.
Malamnya, aku pindah tempat menonton pertandingan final leg kedua piala AFF 2020 antara Indonesia melawan Thailand.
Babak pertama berjalan mulus, Indonesia unggul 1-0, tapi masih kalah anggregat 1-4.
“Aku gamau nonton ah, Gemes liatnya. Tadi ga nonton gol 1. Giliran ini nonton ga gol2 lagi huhu,” begitu kata dia, cewek yang aku goda via WA.
Namun sayang, Indonesia gagal menjadi juara, setelah bermain imbang 2-2, dan kalah agregat 2-6.
---- Bersambung ----