Perempuan Berdaya untuk Dunia yang Berjaya

arianenurarifin
Mahasiswi Universitas Airlangga Jurusan Ilmu Komunikasi angkatan 2022
Konten dari Pengguna
25 Maret 2023 19:04 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari arianenurarifin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perempuan self love. Foto: Asier Romero/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan self love. Foto: Asier Romero/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tepat pada tanggal 8 Maret di seluruh dunia diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional. Perempuan bisa dengan berbahagia merayakan hari besar ini. Awalnya, hari besar ini diinisiasi oleh Amerika Serikat yang memperingati Hari Perempuan Nasional pada tahun 1909 pasca gerakan protes ribuan buruh perempuan. Setelah rentetan panjang mengenai gerakan-gerakan oleh para perempuan, akhirnya pada tahun 1975 PBB memperingati hari perempuan pada tanggal 8 Maret. Dari perayaan tersebut, pada tanggal 8 Maret kemudian ditetapkan sebagai Hari Perempuan Internasional.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, perempuan tentunya memiliki kesempatan untuk menyuarakan hak-haknya dengan adanya Hari Perempuan Internasional. Selama ini, yang kita ketahui perempuan kerap kali mengalami kesenjangan. Kesenjangan ini tentunya disebabkan karena banyak stigma yang muncul sejak awal mengenai perbedaan laki-laki dan perempuan. Label yang terbentuk di masyarakat menampakkan bahwa perempuan merupakan makhluk yang lemah. Sehingga, banyak sekali tindakan yang terkesan menyudutkan dan meremehkan para perempuan.
Di era modern ini, perempuan tidak lagi hanya berada di rumah saja. Jika zaman dahulu, perempuan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan dan menjadi wanita karier. Namun, saat ini perempuan bisa melakukan hal tersebut. Bahkan, bagi para perempuan yang berkarier merasa hal tersebut adalah wujud aktualisasi dirinya. Mereka merasa senang melakukan pekerjaannya karena karier yang sedang dikerjakannya merupakan mimpinya sejak lama. Tak jarang, wanita terlihat lebih menampakkan auranya ketika mereka melakukan sesuatu yang mereka sukai, apalagi terkait dengan pekerjaan.
ADVERTISEMENT

Kekerasan

Namun, tetap saja seperti label yang sudah tertera di masyarakat, perempuan tetap saja tidak bisa melakukan pekerjaan dengan mudah. Akhir-akhir ini, kita mengetahui bahwasannya masih terdapat kekerasan pada perempuan di tempat pekerjaan. Nyatanya, hal ini menunjukkan jika perempuan belum sejajar dengan laki-laki. Pelaku kekerasan seksual di tempat perempuan bekerja biasanya merupakan laki-laki yang memiliki jabatan tinggi dari perempuan tersebut. Akibatnya, pelaku bisa melakukan hal semena-mena terhadap perempuan.
Dari peristiwa tersebut, relasi kuasa merupakan salah satu penyebab terjadinya kekerasan seksual. Relasi kuasa di sini dimaksudkan ketika pelaku yang memiliki posisi jabatan lebih tinggi memaksa korbannya, perempuan untuk menerima perlakuan dan paksaan dari dirinya. Apalagi, sebagai perempuan dan orang yang memiliki kekuasaan di bawah pelaku menyebabkan mereka tidak melaporkan hal yang dialaminya lebih lanjut dikarenakan ketakutan yang mereka alami. Adanya relasi kuasa inilah yang mengarah terjadinya penyelewengan dan kekerasan seksual di tempat kerja.
ADVERTISEMENT
Selain relasi kuasa tadi, terdapat hal lain yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual di tempat kerja. Kedua, adalah dikarenakan ketidaksetaraan gender. Bisa saja lingkungan tempat perempuan bekerja didominasi oleh salah satu gender. Adanya dominasi dari salah satu gender ini menyebabkan perempuan menjadi tidak berdaya. Selanjutnya, permasalahan kekerasan seksual yang terjadi di tempat kerja juga bergantung kepada perusahaan dan tempat kerja itu sendiri. Tempat kerja atau perusahaan terkadang tidak tegas dan tidak peduli terhadap para pelaku kekerasan seksual. Kejadian tersebut kerap kali ditutupi. Sehingga, kekerasan seksual tetap saja terjadi di tempat kerja.
Mengutip data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak 79,9% kekerasan seksual terjadi di lingkungan rumah tangga, sekolah, dan salah satunya tempat kerja. Kemudian, disebutkan bahwa persentase tersebut sebagian besar korbannya adalah perempuan. Tentunya hal ini tidak adil karena perempuan yang ingin bekerja dan berkarier dengan tenang malah mendapatkan kekerasan seksual yang tidak mereka inginkan. Sekarang, bak tidak ada tempat aman untuk perempuan. Lantas, di manakah perempuan bisa mendapatkan tempat aman, jika di tempat mereka meniti karier saja tidak bisa?
ADVERTISEMENT
Ruang gerak perempuan semakin tidak bebas dan menjadi sempit. Mereka menjadi ketakutan karena tidak mendapat perlindungan keamanan dari lingkungan sekitar. Perempuan menjadi khawatir untuk berkegiatan dengan sesuka hati mereka. Menyedihkannya lagi, ternyata kekerasan seksual pada perempuan di tempat kerja semakin meningkat. Terdapat 91 kasus pada tahun 2020 dan meningkat menjadi 114 kasus tahun 2021. Data tersebut mengutip dari Komnas Perempuan di Indonesia.

Harapan

Perempuan harus berdaya, mereka bisa dengan bebas untuk mengeluarkan potensi dirinya, meniti karier dan mimpi yang ingin mereka tunjukkan, dan mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan yang mereka mau. Pemberdayaan perempuan diharapkan untuk terus dilakukan agar perempuan memiliki kepercayaan diri di dalam hidupnya. Diharapkan dengan adanya pemberdayaan perempuan dapat meningkatkan pengetahuan bagi mereka agar hasil akhirnya perempuan dapat memberdayakan diri mereka sendiri. Perempuan akan menjadi makhluk yang berpotensi baik apabila diarahkan menjadi sosok yang berdaya.
ADVERTISEMENT
Tentunya, memberdayakan perempuan juga merupakan salah satu cara untuk menciptakan kesetaraan gender. Selama ini, diketahui masalah-masalah yang terjadi pada perempuan salah satu penyebabnya adalah ketidaksetaraan gender. Adanya hal ini menyebabkan stigma bahwa perempuan menjadi makhluk yang inferior. Sehingga, perempuan lebih dikenai label-label serta perlakuan yang tidak adil. Persoalan relasi kuasa yang menyebabkan kekerasan seksual jika dilihat lebih mendalam juga dikarenakan ketidaksetaraan gender.
Relasi kuasa jika diselidiki dilakukan oleh pelaku kekerasan seksual yang menganggap dirinya dan perempuan tidak setara. Sehingga, dengan seenaknya pelaku yang dominan adalah laki-laki melakukan perbuatan tersebut. Oleh sebab itu, adanya pemberdayaan perempuan diharapkan menjadi ajang untuk perempuan mencari ilmu pengetahuan agar mereka bisa mendapatkan akses di ruang publik. Seperti yang kita ketahui, perempuan sulit sekali untuk bersuara di depan publik karena minimnya akses tersebut dan beberapa stigma yang menganggap perempuan adalah makhluk lemah. Program pemberdayaan perempuan setidaknya dapat membuat perempuan menjadi lebih kritis dan cerdas. Sehingga, mereka bisa memiliki keberanian bersuara dan menegakkan keadilan di ruang publik.
ADVERTISEMENT
Tentu saja di samping itu, bukan hanya pada diri perempuan saja yang kemudian memperkaya dirinya dengan pengetahuan dan menjadikan dirinya perempuan berdaya. Namun, peran pemerintah sebagai pemangku kepentingan dalam hal ini juga perlu memberikan peraturan tegas kepada siapa saja yang melakukan kekerasan seksual. Selain membuat peraturan dan sanksi tegas, pemerintah juga harus melakukan pengawasan apakah peraturan tersebut sudah dijalankan dengan baik atau tidak. Dikhawatirkan beberapa pihak masih belum memiliki kesadaran terhadap peraturan mengenai kekerasan seksual yang terjadi.
Terutama di lingkungan pekerjaan, agar perempuan bisa merasa bebas melakukan aktualisasi diri di dunia kerjanya, harus terdapat peraturan spesifik mengenai hal ini. Di Indonesia sendiri, Kementerian Tenaga Kerja menyiapkan Keputusan Menaker yang ditujukan untuk memberikan perlindungan bagi mereka yang menjadi korban kekerasan seksual di tempat kerja.
ADVERTISEMENT
Menurut Menteri Ketenagakerjaan Indonesia, Ida Fauziyah mengatakan bahwasannya terdapat kebijakan nondiskriminatif yang merupakan bentuk perlindungan kepada perempuan sebagai bukti adanya kehadiran pemerintah dan negara bagi mereka. Kebijakan ini membahas tentang kesetaraan di mana perempuan dan laki-laki berhak memperoleh perlakuan yang sama dan tidak ada diskriminasi di tempat kerja. Sehingga, dari adanya kebijakan ini diharapkan tidak ada diskriminasi dan relasi kuasa yang menyebabkan kekerasan seksual kepada perempuan yang terjadi di tempat kerja.
Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada setiap tanggal 8 Maret, tentunya akan memunculkan banyak harapan di benak perempuan. Mereka ingin kesetaraan, tidak ingin ada diskriminasi yang selama ini terjadi pada perempuan. Diharapkan tidak ada lagi kekerasan seksual yang menjadikan perempuan sebagai korban. Waktunya perempuan di seluruh dunia menyuarakan dan menegakkan kebenaran. Berikan perempuan ruang aman untuk mengeksplorasi diri. Berikan perempuan kebebasan untuk meniti karier guna mengaktualisasi dirinya. Pada akhirnya, biarkan seluruh perempuan di dunia untuk memberdayakan dirinya.
ADVERTISEMENT