Konten dari Pengguna

Hak Angket DPR menjadi "Angkot Pemerintah"

Arie Purnama
Alumni Magister Ilmu Komunikasi Universitas Lampung-Konsentrasi Komunikasi Politik-Alumni Int.Class Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
10 Maret 2024 9:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arie Purnama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Hak Angket DPR, Rapat paripurna DPR RI pembukaan masa sidang ke IV tahun 2023/2024, Selasa (5/3). Sumber (Foto: Haya Syahira/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Hak Angket DPR, Rapat paripurna DPR RI pembukaan masa sidang ke IV tahun 2023/2024, Selasa (5/3). Sumber (Foto: Haya Syahira/kumparan)
ADVERTISEMENT

Hak angket yang menjadi hak angkot

Ganjar Pranowo mengajukan kepada partai pengusungnya dan partai pendukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar untuk mendukung usulan penggunaan hak angket oleh DPR dalam menelusuri dugaan kecurangan dalam Pilpres 2024. Hak Angket, yang merupakan hak penyelidikan DPR, dianggap sebagai salah satu upaya untuk meminta pertanggungjawaban KPU dan Bawaslu terkait dugaan kecurangan dalam Pemilihan Umum. Namun, perlu dicatat bahwa Hak Angket hanya akan menghasilkan rekomendasi atau teguran dari DPR kepada pemerintah dan tidak dapat mengubah hasil pemilu, karena hak ini hanya berlaku untuk kebijakan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Kemungkinan usulan hak angket ini dihadapi dengan tantangan besar karena kemungkinan akan dihalangi atau di-blok oleh koalisi pemerintah. Hal ini didasarkan pada langkah-langkah pemerintah yang telah menggandeng Demokrat dan berusaha memperkuat dukungan dari berbagai partai politik. Pada sidang yang dilakukan sebelumnya, hanya tiga partai pengusung paslon 01 dan 02 yang mengusulkan Hak Angket(PDI-P,PKB,PKS). Bahkan ketua dewan dari PDI-P Puan Maharani, tidak hadir dalam memimpin rapat tersebut.Hak angket adalah hak yang diberikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menyelidiki pelaksanaan suatu undang-undang atau kebijakan pemerintah yang dianggap penting, strategis, dan memiliki dampak luas bagi masyarakat. Hak ini dijamin dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan ketentuan Pasal 199, hak angket dapat diusulkan oleh minimal 25 anggota DPR dari lebih dari satu fraksi. Dengan menghitung kursi yang dimiliki oleh PKS, PKB, PDIP, dan Nasdem, syarat ini seharusnya dapat terpenuhi karena keempat partai tersebut menguasai sekitar 51% kursi di parlemen. Namun, tergantung pada komitmen yang sebenarnya dilakukan oleh keempat partai tersebut.
Sejak tahun 1950-an di era Presiden Soekarno, DPR telah menggunakan hak angket untuk pertama kalinya dengan maksud menyelidiki untung-rugi dalam penggunaan devisa oleh pemerintah. Namun, usulan tersebut tidak terlaksana hingga terbentuknya kabinet hasil Pemilu 1955.
Di era Soeharto pada tahun 1980-an, DPR menggunakan Hak Angket untuk kedua kalinya karena tidak puas dengan jawaban Presiden Soeharto terkait kasus yang melibatkan H. Thahir dan Pertamina. Pada awal tahun 2000-an di masa pemerintahan Gus Dur, DPR kembali menggunakan Hak Angket dalam kasus Buloggate dan Bruneigate, terkait skandal Bulog dan sumbangan dari Sultan Brunei Darussalam yang berujung pada pemakzulan Presiden Gus Dur. Pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri, terjadi dugaan penyelewengan dana nonbujeter Bulog yang merugikan negara sebesar Rp 40 miliar.
ADVERTISEMENT
Di era pemerintahan Presiden kelima RI, SBY, Hak Angket menjadi hal yang umum terjadi, dengan DPR menggunakan Hak Angket setidaknya Lima kali. Hal ini terjadi pada tahun 2004 terkait penjualan yang diselidiki oleh Komite Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), impor beras pada 2006, Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada 2008, dan terkait penyusunan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang kontroversial pada Pemilu 2009. Kasus Hak Angket Bank Century pada 2009 juga menjadi isu yang mendesak.
Penulis menjelaskan koalisi pemerintah sebagai "Angkot" yang siap mengajak siapa saja untuk bergabung, dengan syarat sesuai dengan tujuan mereka. Para partai yang mendukung pemerintah diharapkan membayar dengan kepatuhan dan menolak usulan Hak Angket. Sebagai imbalannya, mereka akan diberikan keistimewaan yang berbeda dari mereka yang mengusulkan Hak Angket. Situasi ini dianggap berbahaya karena dapat menguatkan politik akomodatif dan melemahkan oposisi, sehingga pemerintah memiliki kendali penuh terhadap arah kebijakan. Biarkan hak angket ini berjalan, demi sebuah demokrasi yang sehat.
ADVERTISEMENT