Pemilu dalam Orgasme Kekuasaan

Arie Purnama
Alumni Magister Ilmu Komunikasi Universitas Lampung-Konsentrasi Komunikasi Politik-Alumni Int.Class Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Konten dari Pengguna
16 Februari 2024 16:05 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arie Purnama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pemilu dalam Orgasme Kekuasaan. Sumber(Pixabay).
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pemilu dalam Orgasme Kekuasaan. Sumber(Pixabay).
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebuah kutipan yang menurut penulis menjadi sebuah potret kemenangan Prabowo-Gibran yang mencerminkan Pemilu dalam orgasme kekuasaan Jokowi. Sangat mengejutkan dimana hasil hitungan Lembaga Quick count menempatkan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar 25,26 persen suara. Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka unggul 58,60 persen. Ganjar Pranowo-Mahfud MD mendapatkan 16,14 persen suara sumber (Litbang Kompas).
Kita ketahui seluruh kontestan adalah Mantan orang dekat Presiden petahana Jokowi, tetapi dengan adanya kontestasi ini mereka saling berebut untuk mengambil tongkat komando pemerintahan. "Saya tahu dalamnya partai seperti apa saya tahu, partai-partai seperti apa saya tahu. Ingin mereka menuju ke mana juga saya ngerti," ujar Jokowi saat Rapat Kerja Nasional Sekretariat Nasional (Seknas) di Hotel Salak, Bogor, Sabtu (16/9/2023). Poin yang menjadi tolak ukur Jokowi dalam memahami semua lawan-lawan politiknya.
ADVERTISEMENT
Pembeda dalam kontestasi kali ini adalah masuknya Gibran Rakabuming, yang merupakan Putra Mahkota Jokowi. Banyak kejanggalan dan pergerakan yang massif dari awal pencalonannya.
Mulai dari MK, penggerakan aparatur sipil, pejabat setingkat Menteri, hingga Aparat Kepolisian. Terstrukturnya sebuah gerakan ini bukan tanpa sebuah persiapan,melainkan sudah di buat semacam Political plan yang dipersiapkan dari jauh hari. Secara nalar seandainya Prabowo dan Jokowi bergabung maka kalkulasi suara seharusnya sudah 90 persen.
Hadirnya Anies Baswedan menjadi benteng aklamasi bagi Prabowo, di mana PDI-P dan Ganjar sudah lama ditinggalkan oleh Jokowi. Beredar kabar sebelum pencalonan Prabowo-Gibran, Jokowi ingin mengawinkan dengan Ganjar. Akan tetapi popularitas Ganjar dan PDI-P menjadi tolak ukur dalam perkawinan tersebut, mereka tidak ingin menjadi nomer 2 dalam Komando Republik ini.
ADVERTISEMENT
Keberpihakan Presiden Jokowi menjadi penentu kemenangan ini, bukan hanya sumber daya manusia yang digerakan melainkan melibatkan anggaran negara melalui bansos juga menjadi sebuah ironi dalam kontestasi ini. Seandainya kondisi ini memang sudah direncanakan, lantas untuk apa pemilu ini diadakan?
Dari jauh hari sebelum kontestasi wacana ini sudah lama bergaung di ruang publik, Terutama Ketua Gerakan Satu Putaran (GSP) Qodari dari Indobarometer "Potensi pilpres satu putaran itu paling mungkin terjadi pada pasangan Prabowo-Gibran. Karena besarnya dukungan yang tampak dari berbagai hasil survei selama ini,” ungkap Qodari, Jumat (19/1).
Pertarungan politik 2024 ini Murni Jokowi versus Everybody, bukan murni pertarungan antar kandidat. Banyaknya politik sandera yang dilakukan Jokowi terhadap lawan-lawan politiknya sampai menghancurkan elektabilitas PDI-P di Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
Tukar tambah kekuasaan berlangsung bukan atas dasar kalkulasi ideologis, tetapi semata-mata karena oportunisme individual. Bahkan Dinasti Solo menjadi sebuah preseden buruk dalam kontestasi ini.
Saat masa tenang, kita digegerkan dengan penayangan sebuah dokumenter berjudul “Dirty Vote” yang digawangi oleh tiga pakar Hukum Tata Negara. Dalam dokumenter itu dijelasakan gerakan-gerakan kecurangan pemilu ini.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa film tersebut ternyata tidak memberi dampak pada skenario pemenangan yang telah diungkap, dimana mayoritas pemilih kita masih mau untuk memilih pemimpin yang secara sejarah penuh dengan kecacatan etika dan hukum. Miris memang apabila kita mengikuti pola kecurangan yang Terstruktur-Sistematis-Massif, apalagi yang digunakan adalah alat negara dan anggaran negara.
Biarkan tragedi ini menjadi sebuah catatan buruk hancurnya etika elite politik. Kutipan di awal tulisan ini menjadi cerminan bagaimana Jokowi mengenali lawan dan kekuatan dirinya dengan sangat baik. Bersama kita bisa ungkapkan terimakasih pada Jokowi yang telah mengajarkan bahwa kontestasi ini merupakan hasrat kekuasaan yang memang harus digapai, untuk mendapatkan “orgasme kekuasaan”.
ADVERTISEMENT
Sebuah Quote dari dokumenter Dirty Vote menjadi sebuah pengingat: "untuk menyusun dan menjalankan skenario kotor seperti ini tidak perlu kepintaran atau kecerdasan, yang diperlukan cuma dua, mental culas dan tahan malu," ujar Bivitri Susanti. Selamat kepada pemenang dan pendukungnya, mudah-mudahan dengan kecacatan ini tidak menjadi titik awal Neo Orde baru dan awal dinasti baru.