Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Retorika dan Ad Hominem dalam Debat Calon Wakil Presiden Pilpres 2024
27 Januari 2024 14:08 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Arie Purnama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Debat Cawapres yang dilangsungkan pada Minggu 21/01/2024, menyoroti etika cawapres dari pasangan calon (paslon) 02 yakni Gibran Rakabuming Raka yang seolah melecehkan paslon 03 Mahfud MD. Dalam ranah ilmu komunikasi, seni debat adalah seni retorika, di mana Politik memanfaatkan retorika untuk mempengaruhi rakyat dengan materi bahasa, ulasan-ulasan, dan gaya bertutur yang meyakinkan dan mencekam perhatian.
ADVERTISEMENT
Retorika juga sangat memperhatikan etika oleh karena itu, etika juga menjadi ciri utama retorika. Ini berarti bahwa retorika tidak hanya memperhatikan masalah penyampaian pesan dengan bahasa yang baik saja, melainkan lebih daripada itu. Apa yang disampaikan harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral.
Politik merupakan kegiatan memanfaatkan retorika secara terencana, bahkan kehadiran retorika itu sendiri justru didorong oleh kebutuhan politik. sebagai komunikator politik wajib memahami nilai-nilai retorika, agar dapat mengemas pesan yang disampaikan di ruang public menghasilkan legitimasi secara utuh. Menurut Aristoteles, retorika adalah kemampuan seorang komunikator untuk mengemukakan sesuatu dan dalam penyampaiannya tersebut, komunikator dapat memberikan efek persuasif kepada para pendengarnya.
Tindakan etis seseorang atau elite politik bersifat temporal, “baik” sejauh masih sesuai dengan hasratnya, dan dapat berubah “buruk” jika tidak lagi sesuai dengan hasratnya. Penulis menganalisa bahwa Adanya kesalahan retorika dalam debat tersebut, kesalahan-kesalahan tertentu dapat menjadi lebih menonjol karena pengaruh dan dampaknya pada proses demokrasi dan pandangan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Beberapa kesalahan dan masalah etika yang umum terjadi dalam retorika komunikasi politik melibatkan:
• Pemalsuan fakta (misrepresentation): Menyampaikan informasi yang tidak akurat atau memanipulasi fakta untuk memperkuat argumen, yang dapat merusak integritas komunikator politik.
• Serangan karakter (character assassination): Mengecam atau merusak reputasi lawan politik dengan cara yang tidak beralasan atau tidak etis, tanpa berfokus pada isu substansial.
• Manipulasi emosi (emotional manipulation): Menggunakan strategi retorika untuk memanipulasi emosi audiens tanpa menyajikan argumen atau informasi yang jelas.
• Mengabaikan isu utama (ignoring the issue): Menghindari atau mengalihkan perhatian dari isu-isu kritis dengan cara berbicara tentang hal-hal yang tidak relevan.
Dalam debat yang berlangsung, tidak salah memang untuk memantik emosi seorang dengan gerakan ataupun jawaban yang bias. Dalam Retorika komunikasi politik dikenal juga istilah ad hominem yaitu strategi argumentasi yang berfokus orang yang berargumen, bukan pada sudut pandangnya. Penggunaan ad hominem dapat merugikan nilai etika komunikator politik dan mengurangi kualitas debat atau diskusi publik.
ADVERTISEMENT
Dalam debat ini Paslon 02 mengatakan menyebut Muhaimin Paslon 01 mendapatkan contekan dari Tom Lembong, Kemudian dibalas dengan Paslon 01 “catatan yang saya bawa bukan catatan Mahkamah Konstitusi. Kemudian Paslon 02 berlagak mencari jawaban cawapres nomor urut yang dianggap tak menjawab pertanyaannya.
Dibalas oleh Paslon 03 dengan mengatakan pertanyaan receh dan tidak perlu jawaban sehingga dikembalikan ke moderator. Dari potongan-potongan debat tersebut, penulis melihat saling serang dengan mengabaikan subtansi dari tema dan pertanyaan yang dilontarkan.
Menjaga etika dalam komunikasi politik membutuhkan kebijaksanaan dalam menghindari penggunaan ad hominem serta memfokuskan perdebatan pada isu-isu substantif, fakta, dan argumentasi rasional. Argumentum ad hominem memiliki beberapa bentuk dan yang paling sering terjadi ada empat bagian, yakni:
ADVERTISEMENT
1. Ad hominnem abusive: Argumen yang digunakan untuk menyerang kelemahan seseorang secara langsung berkaitan dengan keadaan fisik seseorang atau bahkan memberikan stigma tertentu berkaitan dengan kondisi tertentu secara kasar.
2. Ad hominem circumstantial: Argumen yang digunakan untuk menyerang kelemahan seseorang berkaitan dengan latar belakang seseorang atau memiliki kepentingan tertentu.
3. Ad hominem guilt by association: Argumen yang didasarkan pada sumber yang dipandang negatif karena memiliki hubungan atau asosiasi dengan orang atau kelompok lain yang telah dipandang negatif.
4. Ad hominem tu quoque: Argumen yang meletakkan argumen itu keliru atau menyesatkan dengan menunjukkan bahwa orang yang membuat argumen juga tidak bertindak secara konsisten dengan klaim argumen yang dibuatnya.
Debat ini bukanlah hal yang sepele, karena menyangkut keberlangsungan serta kebijakan yang akan dilaksanakan kemudian hari oleh pemenang kontestasi. Pemantik ad hominem ini dimulai dari pasangan 02, sehingga selanjutnya abai dalam subtansi debat yang sudah dipersiapkan oleh penyelenggara.
ADVERTISEMENT
Dapat disimpulkan dalam debat Cawapres, kita dipertontonkan dengan Sebuah ad Hominem fallacy oleh Calon-calon Wakil presiden baik dari pasangan 01,02, dan 03. Dengan kata lain, komunikasi yang baik dan benar adalah komunikasi yang suavi in modo et veritate in re, yang artinya manis dalam cara dan benar dalam isi.
Oleh: Arie purnama, S.IP., M.I.Kom.