Debat Capres dan Perang Hashtag, Perlukah?

Arief Ihsan Rathomy
Diplomasi/Kebijakan Publik/Travelling/Media Sosial
Konten dari Pengguna
22 Februari 2019 20:49 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arief Ihsan Rathomy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hashtag, Source: https://www.tintup.com/blog/what-is-a-hashtag-and-how-do-you-use-a-hashtag/
Jika anda pemerhati politik Indonesia sekaligus juga pengguna media sosial yang aktif tentu pasti paham apa itu hashtag atau yang sering dibahasa-indonesiakan menjadi tagar (#). Tagar sering digunakan di dalam platform media sosial khususnya Twitter. Tagar yang sesungguhnya dimaksudkan mengumpulkan cerita dalam satu klasifikasi berita seiring perkembangan ternyata berubah menjadi multifungsi. Entah ini, karena tren sesaat atau kepentingan publik memang punya kesadaran mendorong isu tertentu. Ataukah memang dimobilisasi agar menjadi topik yang paling dibicarakan pada hari itu oleh warganet (trending topics).
ADVERTISEMENT
Perang tagar (hashtag) ini juga terlihat pada debat capres kedua pada hari Minggu (17/2) yang lalu. Laman Twitter seolah menjadi ajang peperangan lain selain panggung debat di televisi. Tak heran, tagar seperti #JokowiBohongLagi, #02GagapUnicorn terlontar bersahutan dari kedua belah kubu pendukung capres menjadi trending topics dominan para pencuit di Twitter. Sebenarnya fenomena seperti ini telah berulang kali terjadi. Bahkan khusus untuk debat pilpres kali ini berlanjut sampai dengan beberapa hari berikutnya.
Namun yang menjadi pertanyaan apakah perang tagar yang terus-menerus seperti ini bermanfaat dan efektif mengubah dukungan bagi salah satu pihak. Atau ini hanyalah sebuah fenomena berebut eksistensi tagar kedua kubu calon untuk menjadi yang nomor wahid di trending topics. Perlukah perang tagar dilanjutkan?
Foto: Contoh Trending Topics di Indonesia pada Twitter yang diambil Selasa, 19/2/2019
Manfaat tagar dalam trending topics
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, tagar awal mulanya dipopulerkan oleh Twitter dan diikuti platform media sosial lainnya seperti Instagram dan Facebook karena manfaatnya. Kegunaan paling jelas di dalam penggunaan tagar adalah memudahkan pengguna Twitter untuk memantau apa yang menjadi cuitan dominan pada hari dan jam tertentu. Misalnya, saat Timnas Sepakbola Indonesia bertanding dengan Tim Negara lain tagar #dukungtimnas, #Timnasday berulang kali menjadi sorotan warganet pengguna Twitter dan menjadi trending topic dalam beberapa jam sebelum dan sesudah pertandingan.
Kegunaan lainnya, tagar menjadi alat yang efektif dalam mendulang simpati di masyarakat. Pembaca tentu masih sangat ingat tagar #koinkeadilan yang ditujukan untuk mendukung Prita Mulyasari yang kalah dalam gugatannya terhadap RS Omni Internasional Alam Sutera. Tagar #koinkeadilan ini tentu menggugah kesadaran para pengguna media sosial dan masyarakat pada umumnya, bahwa perubahan dapat dilakukan dengan sangat cepat dan masif melalui peran media sosial.
ADVERTISEMENT
Bagi sejumlah perusahaan di Indonesia, hashtag juga dapat menjadi ajang promosi gratis. Kalau pembaca masih ingat pada medio tahun 2014 hashtag #ekstrakkulitmanggis juga menjadi trending topic. Produk kesehatan tersebut mendapatkan popularitas sesaat dari kreatifitas para warganet yang mengungkapkan ekspresinya melalui berbagai meme jenaka maupun sindiran sosial.
Cuitan tokoh nasional juga tidak luput jadi bahan pembahasan netizen dan juga berhasil menjadi trending topic. Kalau pembaca masih ingat pada bulan Mei tahun 2018 lalu, SBY melalui akun @SBYudhoyono mencuit rangkaian klarifikasinya atas pernyataan Presiden Jokowi mengenai kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang berlaku pada masa pemerintahannya. Para warganet bukannya fokus pada persoalan yang disinggung SBY tetapi justru menjadikan salah satu cuitan itu menjadi bahan olokan.
ADVERTISEMENT
Bermacam-macam ekspresi warganet atas cuitan tersebut. Sebagaimana di dalam cuplikan berikut populer tidak saja di Twitter tetapi juga di Facebook dengan mengkombinasikan kata-kata di dalam cuitan SBY dengan hashtag #SBYJelaskan.
Nah, hashtag tersebut ternyata digunakan untuk berbagai kepentingan. Lucunya, warganet menjadi penentu utama dalam menentukan sudut pandang tertentu dalam memilah dan memilih hashtag apa yang akan popular di dalam trending topics. Tetapi benarkah kompetisi mengisi topik utama pada cuitan warga twitter tersebut murni berasal dari warganet atau bisa dimanipulasi? Apakah di masa kampanye pilpres ini kompetisi mengisi trending topics tersebut menjadi penting? Sejauh apasih hubungan antara menjadi trending topic di Twitter dengan peningkatan elektabilitas salah satu capres?
Munculnya Perang Tagar dan Pilpres Kita
ADVERTISEMENT
Kemunculan perang tagar, sudah menjadi salah satu fenomena politik menarik di Amerika Serikat. Pada tahun 2013 sebuah kajian berjudul “Political Hashtag Hijacking in the US” dari Hadgu, Garimella dan Ingmar Weber membuktikan bahwa hashtag dapat digunakan sebagai upaya mendorong pelaksanaan agenda politik bahkan dianggap berkorelasi positif yang dapat membajak agenda politik Amerika.
Dalam studi lainnya, penggunaan gerakan sosial melalui hashtag dapat menjadi sarana baru menyebarkan ide dan kesadaran publik atas isu tertentu. Hashtag activism, begitulah istilahnya, dapat digunakan baik terkait gerakan sosial atau bahkan kepentingan komersial (Stache, 2014).
Dua studi di atas sangat menarik. Ternyata kajian akademik mengonfirmasi bahwa aktifisme hashtag dapat bernilai transformatif. Yaitu, dapat menjadi ajang kontestasi ide-ide untuk membawa perubahan dalam kebijakan publik dan agenda politik. Bahkan perusahaan dapat menggunakannya untuk branding positif produknya. Tentu saja dengan syarat, pengguna media sosial benar-benar besar dan menjadi rujukan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Lantas bagaimana yang terjadi pada perang hashtag di Twitter. Bagaimana manfaatnya bagi pendidikan politik, partisipasi politik dan efek transformatif tadi dalam kerangka pilpres?
Dalam rilis survey Lembaga Indikator Politik bulan Januari 2019 lalu, terdapat temuan menarik bahwa Twitter menjadi salah satu platform yang paling jarang digunakan netizen Indonesia.Whatsapp, Facebook dan Instagram menjadi platform media social yang paling banyak digunakan secara aktif. Jika kita melihat detailnya, sebanyak 2 persen saja pengguna media sosial Indonesia yang rajin menggunakan Twitter setiap harinya.
Dok. Indikator Politik Indonesia, Rilis Survei Nasional, Januari 2019
Jika kita berkaca pada data tersebut, jika keinginan menggunakan perang hashtag untuk melakukan kampanye politik dan peningkatan awareness isu dukungan politik, tampaknya hal ini tidak akan tercapai. Belum lagi kita melihat secara kualitas hashtag-hashtag yang muncul seringkali tidak bermutu, sifatnya personal, menghina, bahkan memunculkan isu SARA. Dan jika dikaji lebih dalam, terdapat kemungkinan penggunaan akun-akun robot untuk memperbanyak jumlah retweet yang akhirnya membuat hashtag yang dibuat menjadi trending.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya, tidak berlebihan untuk menyimpulkan bahwa relasi antara perang hashtag dan peningkatkan kualitas pilpres sepertinya masih sangat jauh. Isu-isu tematik yang menjadi visi dan misi yang diangkat di dalam panggung perdebatan pilpres seharusnya menjadi pembicaraan dan debat menarik netizen di dunia maya. Ketimbang ciutan soal misteri pulpen Jokowi dan unicorn.
Kalau begini bicara elektabilitas dan perang hashtag tentunya lebih sulit lagi diukur. Gaung Twitter dan jumlah penggunanya yang aktif masih sangat kecil.
Tidak berlebihan kalau kesimpulan awalnya adalah perang hashtag masih menjadi sekedar ajang eksistensi unjuk diri masing-masing kelompok pendukung. Sebatas ciutan tanpa makna mendalam bagi perbaikan demokrasi apalagi mendorong partisipasi politik aktif dan pendidikan politik warga. Mudah-mudahan kita temukan perang hashtag yang lebih subtantif dan bermanfaat sebagai sarana diskusi warganet di dalam debat pilpres berikutnya.
ADVERTISEMENT