Konten dari Pengguna

Jalan Terjal Berliku Menuju Kesejahteraan Guru

Arief Nur Mustaqim
Pendidik anak bangsa di SMAN 10 Denpasar, Bali.
1 Oktober 2023 11:21 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arief Nur Mustaqim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi murid dan guru Foto: Thinkstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi murid dan guru Foto: Thinkstock
ADVERTISEMENT
Tulisan ini saya catatkan dari perspektif guru dengan status PNS. "Jadi guru jujur berbakti memang makan hati." Penggalan syair Guru Oemar Bakrie karya Iwan Fals ini rasanya masih sangat relevan dirasakan oleh para guru di republik ini.
ADVERTISEMENT
Betapa tidak, meskipun pucuk pimpinan negeri telah berganti hingga berkali-kali hingga era Presiden Jokowi, namun masalah kesejahteraan guru tak kunjung menemui titik terang.
Guru selalu dituntut untuk memberikan pendidikan yang berkualitas bagi para peserta didiknya. Sayangnya, tuntutan ini tidak sejalan dengan imbal balik yang diberikan oleh pemerintah akan kesejahteraan para guru.
Meskipun pemerintah telah berupaya meningkatkan kesejahteraan para guru melalui Tunjangan Profesi Guru bagi guru yang telah memegang sertifikat pendidik, ternyata program pendidikan profesi guru itu sendiri justru masih menyisakan banyak sekali masalah.
Mulai dari antrean panggilan untuk mengikuti seleksi yang bisa memakan waktu bertahun-tahun, hingga banyak guru dengan status PNS yang justru tidak dapat naik pangkat hanya karena belum memegang sertifikat pendidik. Alih-alih semakin sejahtera, program sertifikasi guru malah seperti merampas hak kepegawaian untuk mendapat kenaikan pangkat.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi guru sekolah anak Foto: Shutterstock
Pemerintah kemudian menawarkan solusi lain bagi para guru PNS untuk lebih meningkatkan kesejahteraan mereka melalui pemberian Tunjangan Kinerja Daerah atau Tambahan Penghasilan Pegawai bagi guru PNS di daerah.
Akan tetapi, betapa mengejutkan manakala besaran tukin guru ternyata jauh lebih kecil dari besaran tukin pegawai staf tata usaha sekolah. Hal ini seolah menunjukkan kelalaian pemerintah daerah yang tidak menyadari bahwa elemen paling fundamental dari sebuah satuan pendidikan adalah tenaga pendidik bukan tenaga kependidikan.
Pemerintah tidak menyadari bahwa sebuah sekolah masih dapat beroperasi tanpa tenaga kependidikan namun akan macet total tanpa adanya tenaga pendidik. Melalui logika berpikir demikian, tentu, seharusnya apresiasi lebih justru selayaknya diberikan kepada guru atau disetarakan dengan tenaga kependidikan tanpa ada jurang besaran tunjangan kinerja yang signifikan.
ADVERTISEMENT
Jalan bagi guru bahkan dengan status PNS untuk menyandang kata sejahtera saja sedemikian terjal, apalagi bagi para guru honorer. Perjuangan para guru honorer untuk menjadi PPPK pada rekrutmen di tahun 2023 tampaknya akan semakin terjal mengingat saat ini pemerintah justru membuka jalan bagi sarjana non kependidikan untuk turut menjadi guru.
Pada akhirnya, bagaimana mungkin pendidikan di Indonesia akan semakin matang jika gurunya saja masih harus bekerja ketengan? Guru bukan lagi pahlawan tanpa tanda jasa tetapi harus diberikan penghargaan atas keputusan hidupnya mengabdikan diri mencerdaskan bangsa.
SE Dirjen GTK Kemendikbudristek Nomor 2901/B/HK.04.01/202 yang mencatumkan lulusan non kependidikan dapat mejadi guru.