Kampus Ideal Versi Mahasiswa Kuda-kuda (Kuliah Dagang)

Arief Rahman Nur Fadhilah
Mahasiswa Psikologi Unair. Suka menyendiri tapi takut sendirian.
Konten dari Pengguna
23 Mei 2024 17:27 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arief Rahman Nur Fadhilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber gambar: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber gambar: pixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kampus itu selain tempat belajar, juga jadi sentral orang-orang unik berkumpul. Umumnya keunikan terletak dari perbedaan daerah asalnya. Apalagi kalau kampusnya termasuk PTN ternama. Dari ujung sabang sampai merauke, semua insyaAllah ada. Niat kuliahnya pun biasanya berbeda-beda. Ada yang kuliah karena mau jadi dokter seperti bapaknya, ada juga yang berangkat kuliah karena sebetulnya gatau harus ngapain setelah lulus SMA. Semua sah-sah aja, ga ada yang salah. Ada sih yang salah, mahasiswa mampu yang masih menerima Beasiswa KIP K. Terlepas dari berbagai macam latar belakangnya, biasanya sih digeneralisir jadi beberapa sebutan. Ada mahasiswa Kura-kura (kuliah rapat), Kupu-kupu (kuliah pulang), sampai Kuda-kuda (kuliah dagang). Khusus jenis terakhir, rasanya mereka ini kurang populer. Lebih jarang didengar kalau lagi ada diskusi-diskusi. Padahal sebetulnya eksistensi mereka ini penting banget lho. Kalau ga ada mereka, para ketua panitia dan Ketua BEM yang suka jual muka pasti ketar-ketir. Entah berapa jumlah acara kampus yang terancam gagal karena kekurangan dana.
ADVERTISEMENT
Tanpa kita sadari, banyak kebutuhan Mahasiswa Kuda-kuda yang belum bisa dipenuhi oleh kampus. Jangankan kampus, BEMnya saja kadang ga mengakomodir kebutuhan mereka. Maklum, kalah mentereng sama mahasiswa yang bercita-cita jadi akademisi atau aktivis kampus. Di kala mahasiswa lain menuntut ini itu, mereka biasanya lebih memilih diam karena sudah terlanjur pusing muter otak biar dagangannya laku.
Mahasiswa Kuda-kuda biasanya ga butuh aneh-aneh. Kebutuhan utamanya, mereka ini butuh lapak dagang yang memadai. Pokoknya tempat yang proper buat transaksi jual beli lah. Rasanya sedih kalau lihat mereka harus berjualan di tempat-tempat yang ga layak. Bahkan sampai harus geret-geret meja dan kursi dari kelas ke lorong-lorong kampus tempat mahasiswa ramai berlalu-lalang. Itupun kalau pihak Sarpras berbaik hati memperbolehkan. Kalau dilarang? ya terpaksa lesehan.
ADVERTISEMENT
Namanya sedang belajar, pasti mahasiswa akan senang kalau dipertemukan dengan orang-orang yang punya passion atau kesibukan yang sama. Termasuk pula Mahasiswa Kuda-kuda. Sayangnya, jarang ada perkumpulan yang bisa menampung minat kewirausahaan mereka. Perkumpulan-perkumpulan sejenis di level fakultas bisa dibilang hampir tidak ada. Di level kampus pun kalau ada, kemungkinan acaranya eventual saja. Kalau rutin, kemungkin diselenggarakan antara dari pihak eksternal atau digagas mahasiswanya sendiri. Padahal kalau diwadahi pihak rektorat, pasti jejaringnya lebih luas dan fasilitasnya lebih mumpuni. Acara-acara seminar atau workshop kewirausahaan akan lebih seru karena mampu mengundang pemateri berpengalaman di level nasional sampai internasional.
Walaupun sebetulnya ada mata kuliah kewirausahaan, banyak mahasiswa yang merasa mata kuliah ini hanya sebatas formalitas. Terutama untuk jurusan-jurusan yang tidak secara langsung bersenggolan dengan dunia bisnis. Dosen yang mengajar berkutat pada teori dan kurang bisa memberikan contoh konkret. Jelas saja, beliau-beliau ini kebanyakan ya akademisi. Pasti kelabakan kalau disuruh mengajar bidang yang mereka tidak seratus persen familiar.
ADVERTISEMENT
Kalau sedang ada acara yang diselenggarakan oleh mahasiswa, baik dari Hima maupun BEM, biasanya Mahasiswa Kuda-kuda akan dihasut masuk divisi danus. Menemani divisi sponsorship mencari dana demi keberlangsungan acara. Target yang dipatok gila-gila an, bisa 50 sampai 200 juta rupiah. Sebetulnya gak ada masalah ya sama target-target ini. Memang kebutuhannya segitu dan pihak kampus kadang tidak bisa memberikan bantuan yang dibutuhkan. Hanya saja, buat mereka yang berhasil mendatangkan cuan, organisasi tempat mereka bernaung cuma ngasih timbal balik ucapan terima kasih. Agak ga sebanding sih sama usahanya. Padahal ilmu dan kemampuan mereka ini mahal harganya. Paling mentok mungkin rewardnya makan-makan di akhir kepanitiaan. Gak heran kalau di tengah jalan banyak anggota divisi yang mulai ilang-ilangan. Kalau sudah begini, jurus yang digunakan biasanya pakai embel-embel kata “solid”, “komitmen”, dan “kekeluargaan”.
ADVERTISEMENT
Lebih baik, mereka yang sudah bersusah payah nyari uang diberi persenan dari total uang yang dikumpulkan. Dengan syarat Divisi Danus harus mencapai target. Bisa juga divisi danus bikin inovasi. Siapapun yang bisa bantu jualannya Danus, akan diberi persenan juga. Kalau seperti ini, mungkin bisa menaikan sedikit semangat para pejuang cuan di kampus.
Semoga saja kedepannya golongan mahasiswa ini lebih diperhatikan oleh orang-orang yang sedang mengemban amanah pemimpin di kampus. Kita ga akan tahu akan jadi apa mereka nanti. Kalau sudah jadi pebisnis sukses, insya allah gak cuma seratus yang bisa dipinjam dari mereka. Amin.