Konten dari Pengguna

Melabeli Orang Lain Gaptek Karena Tidak Paham Chat GPT Adalah Kesalahan Berpikir

Arief Rahman Nur Fadhilah
Mahasiswa Psikologi Unair. Suka menyendiri tapi takut sendirian.
4 September 2024 14:46 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arief Rahman Nur Fadhilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kehadiran Chat GPT membuat gempar seluruh dunia. Chatbot berbasis AI ini memiliki banyak kegunaan yang mampu memudahkan hidup banyak orang. Mulai dari memberikan ide segar untuk memecahkan sebuah masalah sampai digunakan untuk menyelesaikan skripsi mahasiswa abadi yang kelewat malas menuntaskan kewajibannya.
ADVERTISEMENT
Apapun kegunaanya, yang jelas Chat GPT dianggap tidak bisa lepas dari hidup banyak orang. Saking populernya, beberapa orang bahkan menyamakan Chat GPT sebagai AI itu sendiri. Persis seperti Aqua, merek air minum kemasan, yang seolah bersinonim dengan kata “air minum”.
Kemunculan Stigma di Masyarakat
Akibat dari masifnya penggunaan aplikasi ini, sekarang muncul stigma bahwa orang yang tidak paham cara penggunaannya atau tidak pernah menggunakan sama sekali dianggap Gaptek. Jujur saja, stigma ini kelewat aneh. Bahkan kalau boleh dibilang, ini merupakan sebuah kesalahan berpikir.
Bagi saya untuk seseorang bisa dilabeli Gaptek alias gagap teknologi, ada syarat yang harus terpenuhi terlebih dahulu. Kita ambil contoh para orang tua kita yang biasa disebut dengan generasi boomer. Generasi ini terkena stigma sebagai generasi Gaptek karena seringkali mereka tidak bisa mengoperasikan alat-alat penting untuk menunjang keseharian dan pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Contohnya saja menggunakan laptop dan smartphone. Banyak sekali dari mereka yang tidak paham cara penggunaan kedua alat yang sekarang sudah jadi kebutuhan dasar. Walaupun tidak semua, label gaptek untuk generasi ini rasanya bisa dibenarkan atas dasar tersebut. Banyak yang lambat memahami bahkan seolah-olah merasa tidak butuh teknologi-teknologi yang sudah menjadi daily essentials baik di rumah dan pekerjaan. Dari contoh ini, syarat yang harus dipenuhi untuk menyebut seseorang gaptek adalah ketika dia tidak bisa menggunakan teknologi penting yang menunjang kegiatan serta pekerjaan sehari-hari.
Menerapkan Standar Pribadi ke Orang Lain
Masalahnya, menentukan teknologi yang bersifat daily essentials di zaman sekarang jadi cukup rancu akibat banyaknya teknologi tersedia. Orang-orang memiliki pola hidup dan pekerjaannya masing-masing. Kebutuhannya atas teknologi pun berbeda-beda. Hampir tidak ada yang seratus persen sama.
ADVERTISEMENT
Mengecap seseorang gagap teknologi sama saja seperti memaksakan standar hidup pribadi kepada orang lain. Dalam kasus ini, seseorang yang menganggap orang lain gaptek karena tidak paham Chat GPT berarti menganggap aplikasi tersebut sebagai daily essentials pribadinya. Belum tentu juga orang lain punya kebutuhan yang sama. Contohnya seseorang yang hobi lari dan bersepeda. Aplikasi Strava jelas jadi teman hidup sehari-hari. Bagi yang tidak hobi, ngapain repot-repot belajar cara pakai aplikasi ini?.
Gaptek Bisa Menimpa Siapa Saja
Label Gaptek ini bisa saja disematkan ke siapa saja asal syarat tadi terpenuhi. Asalkan bukan untuk konotasi negatif. Melainkan untuk membuat aware bahwa ada orang-orang yang tidak paham cara kerja suatu teknologi dan harus diberi pemahaman intens.
ADVERTISEMENT
Generasi muda sekarang yang tumbuh di tengah-tengah pesatnya perkembangan teknologi juga bisa dibilang Gaptek walaupun generasi ini dianggap paling tech savvy. Pada tahun 2023, CNBC Indonesia melaporkan bahwa muncul rasa malu pada Generasi Z ketika bekerja di kantor karena bingung menggunakan printer dan scanner. Keduanya penting digunakan untuk melakukan tugas-tugas di kantor. Sayangnya, mereka tidak familiar dengan kedua alat ini dan kesulitan mempelajari cara penggunaannya. Sehingga para rekan kerja senior kerap melabeli generasi muda ini Gaptek.
Intinya, semua orang punya kebutuhan sendiri atas penggunaan teknologi. Kita tidak bisa mengecap orang lain Gaptek hanya karena tidak paham cara menggunakan sebuah aplikasi tertentu. Semuanya kembali lagi ke pribadi masing-masing. Tidak ada yang boleh merasa lebih superior karena kemampuannya menguasai aplikasi tertentu. Teknologi boleh maju, tetapi belum tentu semua orang butuh. Kalau memang pada dasarnya butuh, semua bisa dipelajari kok.
ADVERTISEMENT