Konten dari Pengguna

Jurnalis Amplop, Fenomena Suap Versi Wartawan

Arief Setyawan
Mahasiswa FISIP Universitas Andalas
28 Agustus 2024 6:06 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arief Setyawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tolak segala jenis suap dan amplop untuk para wartawan. Foto: Ilustrasi Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Tolak segala jenis suap dan amplop untuk para wartawan. Foto: Ilustrasi Penulis

Jurnalis atau Pers adalah pilar keempat dari demokrasi di Negara Indonesia. Pers yang di gaungkan sebagai aspirasi suara rakyat seyogyanya tidak hanya mewakili suatu pihak yang memiliki kepentingan tertentu saja. Akan tetapi, Pers harus mewakili suara masyarakat dari berbagai kalangan. Pers bersifat Independen dan tak dapat diintervensi oleh pihak manapun, termasuk juga dari pihak yang memberikan “amplop”.

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jurnalis Amplop adalah salah satu sisi gelap dari jurnalisme yang berperan untuk mencondongkan suatu berita kepada pihak yang memberikan “amplop” tersebut. Tak jarang kita lihat di kehidupan nyata, para wartawan menerima “amplop” dan menerbitkan suatu berita yang bercondong positif kepada pihak yang memberikan “amplop tersebut. Intervensi dari pihak lain ini sudah meruntuhkan integritas Pers yang bersifat independen. Hal ini tentu saja merupakan versi lain dari suap yang berkutat di ranah jurnalisme.
ADVERTISEMENT
Adanya jurnalis amplop ini tentunya akan meresahkan masyarakat, sebab masyarakat tidak dapat mengetahui apakah berita yang diterbitkan bersifat netral ataupun telah diintervensi oleh pihak lain. Alhasil, kepercayaan masyarakat akan semakin menurun apabila Pers terus saja menjalankan fenomena jurnalis amplop ini. Melihat situasi yang saat ini terjadi, perlu adanya tindakan dan juga bimbingan dari dewan Pers yang profesional untuk menertibkan dan juga membina para jurnalis amplop sehingga terciptanya wartawan yang berintegritas. Citra para jurnalis yang menjadi pilar keempat demokrasi sudah seharusnya terus dijaga, terutama dalam hal Kode Etik Jurnalistik tersebut.
Kekenyangan semata meruntuhkan integritas dan profesionalitas seorang Jurnalis. Foto: Pexels.com
Telah dijelaskan dalam Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) pada poin 5 yang ditetapkan Dewan Pers (SK No. No. 1/SK-DP/2000 tanggal 20 Juni 2000), ” Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan menyalahgunakan profesi“. Kode Etik Wartawan Indonesia tentunya menjadi suatu acuan untuk para pemburu berita. Aturan yang mengedepankan sanksi moral terhadap para pelakunya. Jurnalis yang bertindak menerima amplop adalah tindakan yang tidak bermoral dalam kegiatan jurnalistik. Melalui fenomena amplop ini kita dapat melihat sejauh mana tingkat profesionalitasnya seorang wartawan. Berita adalah laporan sebuah peristiwa yang ditulis dan diliput oleh para Jurnalis. Namun sayangnya, tidak semua berita layak untuk diberitakan.
ADVERTISEMENT
Adapun alasan dari para jurnalis yang masih menerima “amplop” tertera pada “Handbook For Three Jurnalist” yang ditulis oleh Albert L. Hester bahwa fenomena itu muncul karena kurangnya permodalan industri pers sehingga pers belum mampu memberikan imbalan yang layak bagi jurnalisnya. Tentu saja godaan uang menjadi santapan nikmat bagi manusia yang memiliki sifat dasar rakus dan tamak sehingga menyebabkan para jurnalis melupakan tugas dan tanggung jawabnya dalam melaksanakan tugas. Para jurnalis seharusnya sadar bahwasanya pekerjaan yang dilakukannya adalah pekerjaan yang mulia, profesional, dan juga berintegritas. Tidak seharusnya para jurnalis melanggar kode etik jurnalistik hanya karena kenikmatan akan harta semata.