Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Momen Pekan di Museum Mpu Tantular
25 Januari 2018 20:32 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
Tulisan dari Arief Febrianto 693 tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setiap akhir pekan menjadi momen yang diidamkan para keluarga untuk berkumpul, baik dengan tamasya, jalan-jalan ke mall hingga berkunjung ke suatu tempat bersejarah. Sempat terbesit dalam pikiran kami untuk pergi ke suatu museum bersama rekan tercinta. Kami memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Museum Mpu Tantular.
ADVERTISEMENT
Masih ingatkah kalian dengan Museum ini?
Museum Negeri Mpu Tantular Propinsi Jawa Timur merupakan kelanjutan dari Stedelijh Historisch Museum Surabaya, yang didirikan oleh Godfried Hariowald Von Faber tahun 1933
Lembaga ini awalnya hanya memamerkan koleksinya, dalam suatu ruang kecil di Readhuis Ketabang. Atas kemurahan hati seorang janda bernama Han Tjong King, museum dipindahkan ke Jalan Tegal Sari yang memiliki bangunan lebih luas.
Seiring perjalanan waktu, masyarakat pemerhati museum berinisiatif untuk memindahkan museum ke lokasi yang lebih memadai, bertempat di Jalan Pemuda No.3 Surabaya. Diresmikan pada tanggal 25 Juni 1937.
Sepeninggal Von Faber, museum dikelola oleh Yayasan Pendidikan Umum didukung Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Museum dibuka untuk umum pada tanggal 23 Mei 1972 dengan nama Museum Jawa Timur.
ADVERTISEMENT
Dua tahun kemudian, tepatnya 13 Februari 1974 museum berubah status menjadi museum negeri, yang diresmikan pada tanggal 1 November 1974 dengan nama Museum Negeri Propinsi Jawa Timur.
Bertambahnya koleksi, museum membutuhkan area yang lebih luas, akhirnya pada tanggal 12 Agustus 1977, secara resmi museum menempati lokasi baru, di Jalan Taman Mayangkara No.6 Surabaya.
Namun bertambahnya kegiatan edukatif kultural yang dilaksanakan di museum membuat tempat bersejarah tesebut kembali diresmikan pada 14 Mei 2004 di Jalan raya Buduran, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo.
Sebelum memasuki ruangan pengunjung harus membayar Rp. 2000 untuk sekali masuk per orang. Barulah mereka dapat menikmati beragam koleksi barang bersejarah yang dipamerkan. Mulanya anda bisa menikmati peninggalan masa prasejarah (prehistoric era) mulai dari fosil kepala kerbau, fosil tengkorak manusia purba, seperti pithecanthropus erectus.
ADVERTISEMENT
Berjarak 100 meter, anda akan disuguhkan berbagai macam bentuk arca, alat untuk upacara hingga Nekara, yaitu sarana berbentuk seperti gentong yang digunakan untuk memanggil hujan.
Selain itu pengunjung juga melihat koleksi mata uang kita jaman dulu mulai dari 1 – 13 rupiah, aneka mata uang asing hingga numismatika, yaitu alat untuk mempermudah melakukan transaksi pertukaran barang dan jasa (mata uang berbentuk koin).
Kami tidak sekedar mengumpulkan berbagai informasi dan foto untuk konten pertama kami di blog kami goresanfoto.wordpress.com. Namun kami mengabadikan foto kami saat berkunjung disana. Alangkah senangnya untuk sedikit menambah foto narsis kami.
Melanjutkan perjalanan kami, Melihat di antara variasi ikon kebudayaan Indonesia yang dipajang terdapat Simphonion, alat musik dari jerman pada abad 18 sebagai salah satu alat musik untuk instrument musik klasik dengan pergerakannya menggunakan per tanpa tenaga listrik.
ADVERTISEMENT
Menuju ke lantai satu, terpampang koleksi Godfried Hariowald Von Vaber seperti sepeda kayu, radio, telepon dan alat jahit. Tidak hanya itu di balik ruangan tersebut terdapat berbagai alat –alat ilmu Fisika hingga berbagai gambar tentang para tokoh-tokoh dunia, seperti Musisi Van Beethoven hingga ilmuwan Albert Einstein.
Merasa senang bisa melihat berbagai macam peninggalan sejarah dan kebudayaan. Namun ternyata ruangan tersebut bukan menjadi ruangan terakhir dari museum ini. Terdapat 1 ruang yang letaknya paling sudut dan tampak sepi.
Langkah kami menuju kesana, dan ternyata ruangan tersebut berisi beraneka ragam seni yang didominsi dari Jawa. Ada alat musik kulintang dan reog ponorogo. Kami hanya sebentar melihat koleksi tersebut karena sudah menunjukkan pukul 13. 30 wib yang berarti waktu kami untuk berkunjung sudah habis.
ADVERTISEMENT
Sudah didapat bekal kami tentang Museum bersejarah ini, kami menuju tempat berteduh yang letaknya di tengah-tengah pepohonan yang sengaja dibuat untuk istirahat para pengunjung. Perjalanan untuk pekan ini sudah selesai.
Kami kembali melakukan perjalanan menuju Sweet Home di Surabaya.
Foto/Naskah: Arief Febrianto/Nita Femmilia