Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Tahun 2022
22 Januari 2022 19:05 WIB
Tulisan dari Aries Andrian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Kegiatan masyarakat telah normal kembali pada tahun ini yang erat kaitannya dengan pengendalian pandemi COVID-19 yang kini terus membaik. Di mana sebelumnya, Indonesia mengalami lonjakan kasus korona pada saat varian Delta muncul di Indonesia pada pertengahan tahun 2021.
ADVERTISEMENT
Namun kewaspadaan harus terus dijaga karena kasus COVID-19 global terbaru ditengah musim dingin muncul varian baru yaitu Omicron. Program vaksinasi akan terus dilaksanakan dan dipercepat sebagai salah satu bentuk upaya pengendalian pandemi.
Josua memperkirakan, dari cerminan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) tahun lalu, peningkatan IKK pada tahun 2022 tidak akan setinggi tahun lalu, bersamaan dengan hambatan dari beberapa sisi.
Dari sisi eksternal, varian Omicron masih mengancam bagi pemulihan ekonomi Indonesia. menurut Josua tingginya level penyebaran varian Omicron berpotensi mendorong pemerintah untuk meningkatkan level PPKM, terutama jika berlangsung peningkatan hospital occupancy rasio.
Lain hal, kerja keras APBN tetap berlanjut sampai dengan akhir November 2021, realisasi Belanja Negara mencapai Rp2.310,4 triliun (84,0) persen dari pagu APBN 2021, tumbuh 0,1 persen (yoy).
ADVERTISEMENT
Kinerja Belanja Negara konsisten membaik seiring dengan akselerasi atas kebutuhan belanja pada periode sebelumnya. Kerja keras Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui belanja negara juga didukung penuh oleh kinerja program penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi. Realisasi Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) per 17 Desember 2021 mencapai jumlah Rp533,60 triliun atau 71,6 persen dari pagu.
Bank Indonesia (BI) optimistis bahwa pemulihan ekonomi Indonesia akan pulih pada tahun ini, dia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia ditahun 2022 ini akan berada sekitar 4,7 persen sampai dengan 5,5 persen. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter tanah air akan terus mendukung pemulihan ekonomi dan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan.
Pada negara-negara tetangga Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih tinggi dibandingkan Thailand yang diperkirakan hanya tumbuh 3,9 persen pada 2022 dan 4,3 persen pada 2023, masih lebih rendah dibandingkan Filipina yang mencapai 5,9 persen pada 2022.
ADVERTISEMENT
Bank Dunia juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi Malaysia akan pulih sekitar 5,8 persen pada 2022, sayangnya kemudian turun menjadi 4,5 persen pada 2023 mendatang karena memudarnya dukungan dari ekspor dan pengetatan kebijakan fiskal dan moneter.
Bank Dunia memperkirakan negara-negara yang bergantung pada pariwisata diAsia Tenggara seperti negara Thailand, Filipina dan Malaysia tidak akan pulih dalam waktu dekat hingga tahun 2023.
Di Indonesia sendiri Presiden Joko Widodo meminta sektor keuangan bersama dengan sektor real mampu saling mendukung untuk menjaga pemulihan ekonomi nasional. "Antara sektor jasa keuangan dengan sektor real harus saling mendukung dan saling menguatkan di saat sulit seperti ini. Tanpa adanya sektor jasa keuangan yang baik, perekonomian nasional tidak akan berjalan dengan baik dan berkelanjutan," ucapnya dalam sambutan Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan, pada Kamis (20/1/2022).
ADVERTISEMENT
Menurut Presiden Joko Widodo, pandemi yang berkepanjangan ini telah menimbulkan luka yang mendalam bagi sektor-sektor tertentu. Di saat itu juga, telah berlangsung global supply chain disruption yang memicu meningkatnya harga komoditas dunia dan menimbulkan inflasi global.
"Diperlukan strategi penanganan yang lebih spesifik, ini harus detail dan efektif, serta penuh kehati-hatian agar tidak mengganggu jalannya pemulihan yang sedang kita lakukan," kata Presiden Joko Widodo dalam sambutan Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan, Kamis (20/1/2022).
Presiden Joko Widodo memaparkan dengan menelaah dinamika perekonomian dan perkembangan penanganan COVID-19, rancangan kebijakan fiskal harus antisipatif dan responsif, dengan tetap menjaga keseimbangan antara kemampuan countercyclical dengan upaya pengendalian risiko agar fiskal jangka panjang tetap dapat dijaga.
“Karena itu, konsolidasi dan reformasi fiskal harus terus dilakukan secara menyeluruh, bertahap, terukur meliputi penguatan sisi penerimaan negara, dan terukur meliputi penguatan sisi penerimaan negara, perbaikan sisi belanja serta pengelolaan pembiayaan yang prudent dan hati-hati, untuk mewujudkan pengelolaan fiskal yang lebih sehat, berdaya tahan, dan mampu menjaga stabilitas perekonomian ke depan,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Dari sisi fiskal, pemerintah akan terus mendukung pemulihan dengan outlook penerimaan yang lebih baik ditahun ini. Karena itu, defisit yang lebih kecil disebut akan bisa tercapai sehingga memudahkan proses menuju normalisasi defisit APBN di bawah 3 persen pada tahun 2023 mendatang.